Mohon tunggu...
Anselmus Puasa
Anselmus Puasa Mohon Tunggu... Dosen - nama panggilan Amos

Amos si penggemar film Kung Fu China

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mata Rantai Kehidupan

20 September 2020   14:50 Diperbarui: 20 September 2020   15:12 183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kalau benar bahwa nasi yang kita makan, dan teh serta kopi yang kita minum dapat membantu pertumbuhan fisik dan psikhis kita, serta dapat menyehatkan kita, maka dalam perenungan kita harus jujur mengakui bahwa pertumbuhan dan kesehatan yang kita miliki, adalah sumbangan dari pelbagai pihak. Artinya, kita harus mengaku bahwa diri kita berhutang banyak (hutang budi) kepada orang lain.

Saya berhutang kepada para petani yang telah dengan susah payah menanam. Ya, kita berhutang kepada para sopir, para buruh, para pengusaha, para pembantu rumah tangga, kita berhutang kepada istri, orangtua, saudara, dan lain sebagainya. 

Ternyata benar, kita sebetulnya berada dalam satu mata rantai saling berhutang satu dengan yang lain. Hanya orang yang sombong dan pongah, dapat mengatakan bahwa dia tidak berhutang kepada orang lain. Selain sikap sombong dan pongah seperti itu, ada sikap lain yang sangat berbahaya dalam membangun kebersamaan hidup. Sikap itu adalah sikap sektarianisme.

Sikap Sektarianisme

Sikap sektarianisme adalah sikap mental yang naif, picik dan sempit. Sikap sektarianisme ini membuat garis pemisah yang jelas dan tajam antara saya dengan kamu; antara  kita dengan mereka; asli dengan pendatang. Orang bilang, siapa koe, siapa aku. 

Contoh, yang paling sederhana dari sikap ini, adalah ketika seseorang mengalami kecelakaan motor, pertama-tama kita belum menolong orang yang celaka tersebut, tapi kita malah mengajukan pertanyaan, "orang dari mana ? atau "orang apa itu ?" pertanyaan lanjut,  "orang kita atau bukan ?" 

Jadi hanya karena tidak seiman dijauhinya, hanya karena tidak sesuku, maka dihindari; hanya karena merasa tidak 'sederajat' maka disepelekannya. Atau kita pernah mendengar ada yang mengatakan begini, oke, kita semua sama-sama manusia. Kita semua basudara. Tapi ternyata dalam prakteknya, masing-masing berjalan dalam kesendirian atau mengambil jalan masing-masing. Alias tidak saling mengganggu dan tidak saling menghiraukan. Anda urus diri anda, saya mengurus diri saya. Masing-masing punya urusan.

Menurut filsuf asal Prancis Gabriel Marcel,  kalau sikap seperti itu yang kita tunjukan itu berarti kita belum mencapai eksistensi sebagai manusia yang sebenarnya. Sebab kita hanya ada atau berada, belum hadir bagi yang lain. Untuk lebih jelas, apa yang dimaksudkan oleh Marcel, saya memberi contoh tentang mobil mogok. Suatu hari, kita sedang melakukan perjalan dengan mobil penumpang (travel), dari Tobelo ke Sofifi. 

Para penupang yang ada, terasa asing satu dengan yang lain. Makanya  semua penumpang pada sibuk dengan diri sendiri. Ada yang main HP, ada yang pura-pura tidur, dan ada yang memang benar-benar sudah ngorok. Tidak ada komunikasi yang terjadi di antara sesama penumpang.

Tiba-tiba dalam perjalanan tersebut, mobil mogok. Lalu sopir meminta para penumpang untuk membantu mendorong mobil tersebut. Para penumpang pun mulai mengatur  strategi dan dengan kompak (mungkin ada yang menggerutu), mengerjakan tugas yang diminta oleh sang sopir. Mobil pun jalan, dan komunikasi di atas mobil pun menjadi ramai. 

Menurut Marcel, sebelum mobil mogok, semua orang hanya ada dan berada satu dengan yang lain. Tetapi ketika mobil mogok, secara perlahan, semua orang pun tidak hanya berada tapi kini hadir bagi yang lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun