Mohon tunggu...
anselmahesti
anselmahesti Mohon Tunggu... -

Communication Student Atma Jogja '16 - student staff KHSP

Selanjutnya

Tutup

Gadget Pilihan

Peran Jurnalisme Warga dalam Pemberitaan Bencana di Indonesia

15 Oktober 2018   02:24 Diperbarui: 15 Oktober 2018   10:28 895
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kebebasan berekspresi bagi warga bukanlah hal yang baru, pembaruan arah ini sudah mampu diperhatikan sejak masa lengsernya pemerintahan Soeharto yang kemudian diikuti dengan pengesahan UU yang mengatur tentang Pers. 

Indonesia saat ini mengalami masa kebebasan demokrasi yang utuh, terlihat dari peraturan yang mengatur tentang kebebasan berpendapat di muka umum. Termasuk bagaimana masyarakat dapat mengelola informasi yang dibuatnya secara pribadi.

Hal tersebut tentu tidak lepas dari kemajuan yang terjadi di masyarakat, era digital menjadi suatu hal yang tidak bisa dipungkiri. Informasi yang didapat oleh masyarakat sudah bisa diakses di internet, dalam satu genggaman gawai atau lewat tabletnya. Dengan dampak menghasilkan suatu kebiasaan baru bagi masyarakat, teknologi informasi komunikasi yang hadir memberikan karakteristik baru pula untuk media baru.

Menurut Haddow&Haddow (2014), karakteristik yang ada di media baru ini adalah 

  1. Munculnya media interaktif yang berbasis digital
  2. Muncul pengalaman teksual yang dialami oleh audiens
  3. Permudahan di bidang hypertextual atau mencari kata kunci tentang sesuatu
  4. Jaringan komputer yang saling terkoneksi
  5. Interaktivitas dengan audiens
  6. Stimulasi atau proses terjadinya sesuatu yang bisa dirasakan masyarakat.

 Hal tersebut yang mendasari bagaimana media-media besar juga membaca karakter masyarakat. Multimedia dan interaktivitas menjadi kunci bagi media untuk bisa memfasilitasi masyarakat untuk turut terlibat menjadi audiens aktif. Jurnalisme warga sendiri sebenarnya sudah ada sejak media masih berbentuk media konvensional dalam bentuk cetakan untuk media cetak, maupun via telepon oleh media penyiaran. Namun di era digital ini semuanya sudah menjadi suatu bentuk konvergensi yang mengkombinasikan semua media. 

Seperti yang dikatakan Denis dalam El-Nawawi dan Khamis (2013) bahwa:

Hubungan sosial menambah informasi melalui kemunculan teknologi yang memperbolehkan distribusi konektivitas dan berbagi informasi.

Jurnalisme warga bisa dikatakan bermula dengan proses civic journalism yang melawan jurnalis media besar yang kurang memperhatikan kepentingan publik karena hanya berorientasi pada keuntungan semata. Kemudian jurnalisme warga  hadir menjadi bagian dari era digital yang menurut Deuze dalam El-Nawawi dan Khamis (2013) bahwa netizen adalah orang yang didefinisikan sebagai pengguna aktif internet, berbagai kanal dan peralatan untuk saling bertukar pandangan dan informasi dibutuhkan untuk mengekspresikan kebebasan pers. Yang kemudian diterjemahkan melalui website maupun blog sebagai realisasi dari bentuk komunikasi dua arah di depan publik.

Kategori Jurnalisme Warga menurut Lasica dalam Hasfi (2010), ada 5 tipe yakni:

  • Partisipasi Audiens: tipe audiens dapat berkomentar dalam suatu artikel di media massa
  • Situs web berita maupun informasi independen: kompas.com atau tempo.co
  • Situs berita partisipatoris murni: ohmynews
  • Situs Media Kolaboratif
  • Bentuk lain dari media 'tipis'
  • Situs penyiaran pribadi: blog

Jurnalisme warga di luar negeri didukung oleh wartawan media massa, seperti Richard Sambrook yang bekerja di BBC's World yang mengatakan bahwa Di era global yang memungkinkan adanya interaksi antara pemilik media dengan audiens yang akan membentuk jaringan informasi tersendiri.

Jurnalisme warga di Indonesia sendiri sudah berkembang lewat portal-portal media yang memfasilitasi seseorang dapat mengunggah hasil liputannya.

 Seperti net.cj atau Indonesiana milik Tempo, Pasang Mata milik Detik  yang memiliki keunikan tersendiri di setiap laman websitenya. Kategori tentang bencana dan terorisme menjadi hal pertama yang membuat jurnalisme warga bermula.

Jurnalisme warga memiliki hubungan yang baik dengan media pada umumnya, hal itu dikatakan oleh Bowman&Willis (2003) lewat metode grassroot media. Di sana dipaparkan bahwa diantara jurnalis, komunitas, individu yang memiliki blog memiliki hubungan. Masyarakat golongan bukan jurnalis menyumbang ide cerita lewat apa yang jurnalis tidak tahu, karena tidak semua jurnalis ada di lokasi saat kejadian berlangsung. 

Yang terdekat saat kejadian berlangsung adalah warga dan komunitas yang kemudian jurnalis menjadikan itu sebagai sumber informasi yang kemudian dikemas sedemikian rupa untuk kembali diberitakan kepada masyarakat.

Lalu bagaimana hubungan jurnalisme warga dengan bencana yang ada di Indonesia?

Jurnalisme warga dan pemberitaan kebencanaan di Indonesia sangatlah penting, karena dengan melihat data karakteristik dan ancaman bencana di Indonesia oleh BNPB kita sudah bisa mengerti mengapa pemberitaan itu penting. 

Indonesia terletak diantara tiga lempeng aktif yakni Lempeng Eurasia, Pasifik dan Hindia-Australia, hal tersebut menyebabkan rentannya bangsa Indonesia untuk terkena gempa bumi, tsunami, letusan gunung api dan bencana lainnya. Semua wilayah di Indonesia berpotensi terkena bencana, padahal setiap pulau di Indonesia merupakan pulau padat penduduk, hanya saja ada yang tidak bisa mengakses internet di daerah-daerah yang belum terjamah oleh sinyal.

cr: mojok.co
cr: mojok.co
Jurnalisme warga menjadi penting dalam hal kebencanaan di Indonesia karena warga adalah pihak yang paling dekat dengan lokasi terjadinya bencana. Warga bisa saja mengirimkan video amatir yang kemudian diunggah ke situs berbasis jurnalisme warga, kemudian hal itu bisa menjadi bukti relevan bagaimana suatu bencana bisa terjadi. 

Menurut Bloom dalam Pertiwi (2012), pemahaman jurnalisme bencana yang harus dipenuhi seseorang bahwa ketika melaporkan sesuatu maka harus mengetahui apa yang akan diberitakan dan harus bisa menghindarkan isi dari hubungan dengan hal-hal yang lain. Hal tersebut sejalan dengan  apa yang dimaksud dengan jurnalisme warga, karena melaporkan sesuai dengan kenyataan yang ada di lapangan dan tidak ada maksud lebih dari isi pemberitaannya.

Perkembangan portal jurnalisme warga di Indonesia sesungguhnya sudah terfasilitasi dengan baik, jika pengguna ingin menampilkan gambar dan video bisa diunggah ke net citizen journalism, untuk suara dapat diunggah lewat aplikasi RRI 30", untuk format tulisan dapat melalui kompasiana. Hal tersebut mendukung berkembangnya keanekaragaman konten karena banyaknya kanal yang berlomba-lomba menyediakan fasilitas jurnalisme warga terlebih dalam konteks kebencanaan.

Jurnalisme warga di bidang kebencanaan sesungguhnya melawan arus massa yang berlomba-lomba menjual berita, menurut Lukmantoro dalam Hasfi (2010), bahwa perihal materi yang paling menarik untuk dijadikan berita oleh media adalah bencana dan tragedi:

Jurnalisme warga hadir sebagai pembuktian bahwa tidak selamanya berita yang dijual oleh media besar adalah benar, karena mereka tidak secara langsung terjun di lapangan ketika kejadian sedang berlangsung.

Jurnalisme warga sendiri juga melawan arus kecerdasan buatan yang nantinya akan menghasilkan media kurator di suatu laman website. Contoh dari media kurator yakni kumparan serta hipwee.

Tidak hanya melaporkan saat kejadian bencana, namun seseorang bisa saja memproduksi konten jurnalisme warga untuk mengantisipasi sebelum kejadian bencana. Fase-fase mitigasi mulai dari persiapan, respon dan recovery bisa menjadi satu alur utuh untuk isi pemberitaan jurnalisme warga, hal tersebut bisa digunakan untuk melihat seberapa jauh warga memiliki pengetahuan tanggap bencana. 

Namun kekurangan dari kegiatan jurnalisme warga adalah informasi yang bisa dibilang kurang kredibel karena hanya mengambil satu sisi saja dari warga dan tidak cover both sides, seperti prinsip jurnalisme pada umumnya. Jurnalisme warga hanya digunakan untuk referensi media saja sebagai bentuk partisipasi masyarakat atau pengembangan user generated content, yang sudah menjadi ciri-ciri setiap media massa di era digital.

Referensi:

El-Nawawy, M.&Khamis, S. (2013). Egyptian revolution 2.0: political blogging, civic engagement and citizen journalism. New York: Palgrave Macmillan. 

Bowman&Willis. (2018). Materi presentasi Media Penyiaran. Situs Kuliah UAJY.

Haddow, G.&Haddow, K. (2014). Disaster communications in a changing media world: second edition. UK: Elevier Inc. 

Hasfi, N. (2010). Citizen Journalism. Semarang: Universitas Diponegoro.

 Pertiwi, A. (2017). Pemahaman jurnalis mengenai konsep jurnalisme bencana. Jakarta: Universitas Indonesia. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gadget Selengkapnya
Lihat Gadget Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun