"Mestinya kau sebagai terpelajar,sudah tahu: bangsamu sudah begitu rendah dan hina. Orang Eropa tidak bisa berbuat apa-apa untuk membantunya. Pribumi sendiri yang harus memulai sendiri.
Sedikit saya cuil novel pram,yaitu bumi manusia. Pasti sudah familiar bukan dengan novelnya pak Pram??. Atau mungkin sudah melihat filmnya dilayar lebar?
Saya mencoba sedikit mengajak berpetualang di gelanggang pikiran pram. Sengaja saya cantumkan penggalan novelnya tepatnya bab 8,agar penjelajahannya memiliki landasan imajinasi.Â
Sebelum memulai saya sarankan untuk membaca bukunya Pram terlebih dahulu,atau setelah baca artikel ini tak apa. Saya tidak mau mengacu pada filmnya,karena disana pikiran pram telah bertransformasi menjadi audio visual. Sehingga pikiran kita sudah dirancang dan akan sulit meneropong maksud tulisan Pram.
Cenderung saya akan menyoroti penderitaan pribumi yang digambarkan pada bumi manusia. Jelas Pram lewat novel ini menyeret kita ke jawa,dan melemparkan kita kepada pergolakan masa kolonial.Â
Di sana Pram membangun jalan untuk kita,lewat drama percintaan Minke dan annalies,kita juga diberi kendaraan alur yang morat marit,sehingga mengobrak abrik perasaan. Penderitaan pribumi dengan jelas digambarkan Pram pada Minke,dengan perlakuan teman-teman sekolahnya di HBS,juga para gurunya.
Bahkan nama Minke pun hinaan dari kata aslinya yaitu monkey. Juga pada saat ia menikah dengan annalies. Pram dengan jelas menggambarkan hukum yang berlaku pada saat itu,dan pram mencoba mengajak kita merasakan posisi pribumi dimata hukum.Â
Saat itu pernikahan Minke dianggap tidak sah karena Annalies dimata hukum bukan anak dari Nyai Ontosoroh. Dahulu memang Nyai Ontosoroh sewaktu menikah dengan mallema sang eropa itu berstatus siri.Â
Pram tidak serta merta membuat Minke sebagai orang yang menyerah. Disitulah Pram mencoba memberi bumbu perjuangan. Minke dijadikan Pram sebagai tokoh yang menggambarkan perjuangan pribumi,dengan menulis di berbagai surat kabar,Minke mencoba melawan ketidakadilan Belanda. Sehingga pada saat itu kota Surabaya riuh rendah kabar soal pernikahan anak nyai yaitu Annalies.
Dikasus itu Pram ingin memantik pembaca untuk berjuang melawan ketidakadilan disekitar. Apalagi proses pembuatan novel bumi manusia dilakukan pram selagi masih berada di pulau buru.Â
Sehingga cerita yang dibuat Pram sangat terasa nyata. Saya tidak akan masuk jauh tentang sejarah Pram. Jika kalian berkebutuhan tahu soal sejarah hidup Pram silahkan baca bukunya yang berjudul "Nyanyi Sunyi Seorang Bisu.
Baik,kita tadi sudah melanglang buana menyusuri ketidakadilan yang dialami Minke. Sekarang mari kita telusur potret Nyai Ontosoroh. Ia digambarkan Pram sebagai wanita yang cerdas,berani berpendapat,minatnya luas karena kecenderungan membacanya.Â
Tetapi sebelum mencapai itu semua ia harus menempuh rasa sakit yang luar biasa bagi seorang wanita. Dengan sosok ini Pram menggambarkan situasi wanita Jawa masa itu.Â
Dahulu diceritakan Nyai Ontosoroh dipaksa menikah dengan mallema sang eropa,supaya ayahnya dapat naik jabatan menjadi semacam mandor di perkebunan. Memang dahulu wanita jawa sukar mendapat kebebasan. Jika mereka inginkan kebebasan jalan satu-satunya adalah menikah, itupun jika sang suami sepemikiran.Â
Jika ingin lebih dalam tahu mengenai gambaran perempuan masa kolonial lewat Pram. Kalian bisa membaca bukunya yang berjudul: "Panggil Aku Kartini Saja". Disitu digambarkan dengan jelas lewat kehidupan Kartini sebagai wanita jawa.
Dua potret ini saja yang saya jabarkan,silahkan kalian menelusuri lebih lanjut pikiran Pram lewat membaca novelnya. Dan saya tekankan bahwa jangan berfokus pada kisah cinta,alur,maupun konflik dalam membaca bumi manusia.Â
Karena itu hanyalah jalan dan kendaraan yang diciptakan Pram agar kita bisa sampai pada pikirannya,dengan keterlibatan unsur-unsur yang komprehensif sifatnya. Sekian tour kali ini saya cukupkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H