Mohon tunggu...
Anna Fara
Anna Fara Mohon Tunggu... -

Lagi belajar nulis.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

MOMO, SI HARIMAU PUTIH

5 Juni 2011   12:26 Diperbarui: 26 Juni 2015   04:50 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Angin pagi berjalan begitu dingin sampai menusuk tulang. Hijau pohon di hutan tak mampu menyelimuti dinginnya angin yang bertiup. Berulang kali si Momo, seekor harimau putih yang memejamkan mata di kamar yang empuk dan mengambil selimutnya. Tapi selimut itu seperti tidak dapat mengalahkan dinginnya angin malam. Ada satu harapan yang terpikir oleh Momo, agar sang mentari cepat muncul dari persembunyiannya. Karena hanya mentarilah yang dapat menaklukan serangan angin yang begitu menyiksanya.

Hei, mentari cepatlah kau muncul. Dan kau angin, pergilah dari sini.” Kata Momo dengan lantang.

Namun, semakin Momo berteriak, angin pun semakin kencang berjalan dan semakin menggigilah dia.

“Hei angin, kemari kau? Aku tak takut padamu.” Kata Momo yang semakin geram.

Angin pun tak ada yang menghampirinya. Dan kemarahan Momo semakin menjadi-jadi.

“Dimana kau? Aku tak takut. Cepat kemari. Aku Momo, raja hutan tak takut pada siapapun.” Kata Momo semakin kesal.

Angin seolah-olah diam dan tidak mau berkata-kata lagi.

Semakin Momo berusaha menantang angin, angin pun semakin melawan Momo. Dan beranjaklah dia dari tempat tidur. Selimut hangat yang menemaninya tidur dirangkulkannya ke tubuh yang kekar.

Momo berusaha memejamkan mata dan tertidurlah dia. Keesokan harinya,Momo berlari dengan cepat sepulang dari rumah sahabatnya, Sipa, seekor singa betina yang menjadi sahabatnya sejak kecil. Tiba-tiba, Momo menabrak seekor gajah kecil yang sedang berjalan. Dan terjatuhlah keduanya.

“Hei gajah kecil, dimana matamu?”. Kata Momo dengan kemarahannya.

Sebaiknya kau berjalan dengan hati-hati”. Kata gajah kecil menjelaskan.

“Dasar kau gajah tak berguna, aku tak butuh nasehatmu”. Kata Momo dengan geram.

“Tolonglah membantuku bangun, aku tak kuat berdiri sendiri”. Kata gajah dengan merintih kesakitan.

“Aku tak sudi membantumu karena kau yang membuat aku terjatuh”. Jawab Momo dengan suara tinggi.

Momo menghampiri gajah kecil itu dan menggigitnya dengan sekuat tenaga. Dan gajah kecil itupun mengaung kesakitan. Darahnya bercecer dimana-mana. Momo pergi dengan kesalnya tanpa rasa bersalah pada gajah yang malang itu. Akhirnya Gajah kecil itupun berusaha bangun dengan sendiri. Berkali-kali ia terjatuh karena tak mampu menahan kesakitan pada kakinya.

Ketika mentari sudah kembali menenggelamkan diri. Datanglah seekor Burung gagak menuju rumahnya. Tak lama kemudian setelah bercakap-cakap dengan Ayah Momo, pergilah burung Gagak itu dengan tergesa-gesa.

Ayah, tak seperti biasanya Paman Gagak nampak tergesa-gesa?”. Tanya Momo pada ayahnya.

Sesepuh Burung Gagak mendapat firasat akan terjadi bencana pada hutan kita”. Jawab ayah Momo.

Benarkah itu ayah?”. Kata Momo tak percaya.

Malam ini juga seluruh warga hutan akan pergi dari sini.”. Jelas ayah Momo.

Aku tak percaya ayah, Aku Momo, Raja Hutan tak takut pada apapun”. Kata Momo dengan sombongnya.

Seluruh warga hutan berbondong-bondong meninggalkan hutan malam itu juga. Tapi tidak dengan Momo dan keluarganya.

Wush…Wush... Angin berteriak sangat kencang. Pohon-pohon tampak menari-nari mengikuti nyanyian angin. Hampir saja angin merobohkan pohon disamping rumah Momo yang begitu mungil.

“Dasar angin tak tau diri, pergi kau dari sini”. Teriak Momo.

Angin pun tak menuruti perintah Momo, dan semakin kencanglah angin menabrak tubuh momo yang kekar, hampirlah momo jatuh. Momo tampak ketakutan melihat angin yang begitu kencang dan berlarilah dia memasuki rumah.

“Anakku, ayo cepat kita pergi. Hutan ini sudah tak aman lagi”. Perintah Ayah Momo.

Ayah dan anak itu pun bergegas meninggalkan rumah. Atap rumah berjatuhan dan Ayah Momo mengaung kesakitan.

Ayah… “. Teriak momo.

“Cepatlah pergi anakku”. Kata ayah Momo kesakitan

Tapi ayah?”. Kata momo bingung.

“Sudahlah, ayo cepat lari. Nasib hutan ini ada ditanganmu”. Pinta Ayah Momo.

Momo pun berlari sekencang-kencangnya bersama penghuni hutan yang lain. Dia pun terjatuh pada sebuah lubang. Berkali-kali dia mencoba berdiri tapi usahanya selalu sia-sia.

Tolong… Tolong aku..”. teriak Momo

Datanglah seekor anak gajah. Anak gajah itu menjulurkan belalainya untuk membantu Momo.

“Hei, kenapa kau membantuku?”. Tanya Momo heran.

“Sudah, jangan banyak tanya, cepat kita harus pergi dari sini, hutan ini sudah tak aman lagi”. Kata gajah kecil itu.

Akhirnya Momo dan Gajah Kecil itu bersama-sama meninggalkan hutan sampai bencana itu mereda.

Meneteslah air mata Momo, kepedihan begitu sangat dirasakannya. Ayahnya mati tertimpa pohon. Dan dia tak mampu menyelamatkan nyawa ayahnya.

Janganlah kau bersedih, ini sudah menjadi kehendak sang penguasa alam”. Kata Gajah Kecil itu.

“Kau baik sekali, meskipun aku pernah menggigitmu. Tapi kau tetap menolongku. Maafkan aku?”. Kata Momo dengan menguasap air matanya.

“Itu bukan salahmu”. Kata gajah kecil dengan tenang.

“Kalau bukan karena kau, mungkin aku sudah mati”. Kata Momo.

“Aku hanyalah ciptaan Sang Kuasa yang tak bisa apa-apa, bersyukurlah pada sang pencipta”. Kata Gajah kecil itu dengan senyum.

“Terima kasih, kau teman terbaikku”. Kata Momo membalas dengan senyum.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun