Mohon tunggu...
Mohammad Imam Farisi
Mohammad Imam Farisi Mohon Tunggu... Dosen - Pendidikan IPS

FKIP Universitas Terbuka

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Medsos sebagai Kekuatan Penekan Era Keterbukaan Informasi Digital

24 Februari 2022   08:17 Diperbarui: 24 Februari 2022   08:19 180
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Pada tahun 2014, medsos diviralkan dan trending topik oleh gerakan kritik dan protes WargaNet terhadap UU No. 22/2014 yang memutuskan pemilihan kepala daerah melalui Lembaga perwakilan rakyat/DPRD (psl.1:5), bukan oleh rakyat melalui Pilkada. Gerakan protes WargaNet yang disimbolisasi melalui tagar #ShameOnYouSBY, #ShamedByYou; #ShamedByYouAgainSBY. Gerakan protes ini sukses "menekan" Presiden SBY, Partai Demokrat, dan Koalisi Merah Putih (KMP) untuk membuat Perpu Nomor 1/2014 yang kemudian disetujui oleh DPR menjadi UU No.1/2015. Yang menarik adalah, dalam salah satu konsiderannya menyatakan bahwa UU No.22/2014 "telah mendapatkan penolakan yang luas oleh rakyat dan proses pengambilan keputusannya telah menimbulkan persoalan serta kegentingan yang memaksa sesuai Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 138/PUU-VII/2009".

Pada tahun 2015, ada fenomena kasus korupsi dan pelanggaran etika yang melibatkan Ketua DPR. Fenomena ini merupakan isu terpanas, viral dan menjadi trending topik dalam berbagai kanal medsos dengan label "Papa Minta Saham". Bahkan, kasus ini karena memiliki implikasi politik praktis yang tak tertandingi oleh isu lainnya, mengalahkan empat kasus panas lainnya, yaitu pencalonan Budi Gunawan sebagai kapolri, gejolak rupiah, bencana asap, dan hukum mati terpidana narkoba. Akhirnya, Sang Ketua DPR secara resmi mengundurkan diri dari jabatannya (16/12/2015). Pengunduran diri Sang Ketua DPR disampaikan melalui surat resmi dan dibacakan secara terbuka di sidang Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI. Sekitar sebulan lebih lamanya kasus ini menjadi puncak perhatian tak tergantikan, dan menjadi headline berkali-kali, serta mengundang perdebatan sarat emosional diantara WargaNet. Pengunduran diri seorang Ketua DPR ini baru pertama kali terjadi di Indonesia akibat "tekanan" WargaNet.

Selain empat kasus di atas, ada beberapa kasus lain yang viral dan menjadi trending topic di kanal medsos, yang mengindikasikan betapa dahsyat kekuatan Warganet (netizen), dan tidak bisa diabaikan sebagai kekuatan kelompok penekan baru di era digital. 

 

Kemunculan Kelompok Penekan

Secara teoretik, kelompok penekan (ada juga yang menyebut dan menyamakan dengan "kelompok kepentingan" atau interest groups) pertama kali dikemukakan oleh Maurice Duverger dalam karyanya "Les Partis Politiques" (1951). Duverger mendefinisikan kelompok penekan sebagai individu-individu (individuals), aktor-aktor non-pemerintahan (non-state actors) yang mengelompok atau mengorganisasi diri dalam suatu perkumpulan, organisasi atau sejenisnya. 

Tujuan utama kelompok ini adalah mempengaruhi pemerintah, pengambil keputusan, legislator, bahkan institusi meliter agar melakukan perubahan kebijakan publik (politik, ekonomi, hukum, dll.) sesuai dengan tuntutannya. Kelompok penekan bisa bersifat "partisan" atau "non-partisan", dan/atau kedua-duanya. Tergantung bagaimana relasi dan kesamaan pandangan/pemikiran antara mereka dengan kelompok-kelompok politik tertentu terkait dengan isu dan kebijakan publik (Khanna, 2018; Bone, 1958; Givarian & Jahromi, 2016).

Kelompok penekan merupakan kekuatan masyarakat sipil (civil society) yang memiliki karakteristik:1) memiliki organisasi yang baik (well-organized) dengan struktur yang ketat (strictly structured), 2) fokus pada upaya memberikan tekanan (pressure) kepada isu kebijakan publik, 3) beranggotakan individu/pelaku yang memiliki minat dan perhatian khusus pada bidang tertentu, 4) sangat protektif dan promotif dalam mewujudkan tujuan kelompok yang menjadi pengikat keutuhan kelompok (Social Science:141).

Dalam negara dan masyarakat demokrasi, keberadaan dan peran kekuatan penekan atau disebut juga "kelompok kepentingan" (interest groups) sangat vital. Mereka dapat mempromosikan, mendiskusikan, memperdebatkan, dan memobilisasi opini publik terkait dengan isu-isu yang menjadi perhatian publik. Mereka juga dapat mengedukasi publik, memperluas wawasan publik, meningkatkan partisipasi demokratik, serta mengangkat dan mengartikulasikan berbagai isu yang berkembang di publik terkait dengan kebijakan pemerintah dan/atau pengembil kebijakan. 

Untuk mencapai tujuan kelompok, mereka melakukannya dengan berbagai cara, seperti banding, petisi, demonstrasi, picketing, lobbi, atau prosesi. Selain itu, mereka juga menyuarakan pendapatnya melalui berbagai media, panflet, jumpa pers (press release), kampanye, debat dan diskusi yang teorganisasi, poster, dan slogan.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun