Selama belum ada paradigma pengganti/tandingan yang menjadi komitmen bersama, maka selama itu pula tak ada yang namanya ikhtiar dan fakta keilmuan yang sah, diakui dan diyakini kebenarannya (Kuhn, 1970).
Dari perspektif Kuhnian, tafsir PO-2014 dan PO-2019 bahwa jurnal ilmiah bereputasi adalah jurnal terindeks Scopus sebagai “the existing paradigm”, dan MJI sebagai “a new candidate for paradigm.” Untuk menjadi “successor paradigm,” MJI terlebih dahulu harus bertempur dan memenangkannya.
Dalam pertempuran tersebut, MJI harus mampu meyakinkan para pendukung PO-2014 dan PO-2019 bahwa gagasan tersebut lebih unggul daripada “the existing paradigm”.
Unggul dalam hal penyediaan eksemplar dan model konseptual dan aktual untuk memecahkan teka-teki atau masalah terkait dengan pelik-pelik, anomali, bahkan krisis dalam publikasi jurnal ilmiah bereputasi.
Pada titik ini, gagasan MJI masih sangat prematur untuk menjadi “a new candidate for paradigm,” apalagi untuk menjadi “successor paradigm.” Selain belum ada rumusan kebijakan yang substantif terkait MJI, kendala dan masalah publikasi jurnal ilmiah bereputasi belum sampai tahapan anomali, apalagi krisis.
Publikasi jurnal ilmiah bereputasi memang ada kendala dan memberikan tantangan tersendiri bagi dosen/peneliti. Namun, tidak ada akumulasi masalah yang mengindikasikan ke arah terjadinya anomali, apalagi krisis publikasi.
Bahkan, semenjak diberlakukan berbagai regulasi publikasi ke jurnal ilmiah bereputasi, telah terjadi banyak perubahan peningkatan kinerja dan produktivitas publikasi dosen maupun peneliti Indonesia.
Data dari https://www.scimagojr.com/ menunjukkan adanya peningkatan eksponensial jumlah publikasi jurnal internasional bereputasi yang terindeks di Scopus dalam rentang waktu tahun 2014—2020.
Peningkatan signifikan terjadi sejak tahun 2016 atau dua tahun setelah pemberlakuan PO-2014, yang mencapai 83.8%. Data SJR juga menunjukkan pada tahun 2020 Indonesia berada pada ranking ke-5 di Kawasan Asia, di bawah China, India, Jepang, dan Korea Utara, dengan 50.145 publikasi.
Ranking ini naik dibandingkan pada tahun 2014 yang berada pada ranking ke-11, di bawah Malaysia (R-6), Singapura (R-7), dan Thailand (R-9) dengan hanya 6.910 publikasi.