Mohon tunggu...
Mohammad Imam Farisi
Mohammad Imam Farisi Mohon Tunggu... Dosen - Pendidikan IPS

FKIP Universitas Terbuka

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Merdeka Belajar: Merdeka dalam Jurnal Ilmiah

16 Desember 2021   13:59 Diperbarui: 16 Februari 2022   16:17 1420
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi dosen memerhatikan memo. (sumber: SHUTTERSTOCK via kompas.com)

Bila dirunut dari waktunya, gagasan MJI ini sudah hampir dua tahun. Tetapi, gaungnya tidak senyaring Merdeka Belajar: Kampus Merdeka. Mungkin, karena Nadiem sendiri tidak menjanjikan policy apapun untuk mendukung gagasan tersebut. Alih-alih, Nadiem menyerahkan sepenuhnya hal itu kepada otonomi masing-masing perguruan tinggi. Tampaknya, perguruan tinggi bergeming. Sehingga, gagasan MJI tidak memiliki dampak sistemik ke seluruh struktur jaringan institusi pendidikan tinggi. Sivitas akademika yang sejatinya “diuntungkan” oleh gagasan ini pun tak bereaksi.

Ini berbeda dengan "Merdeka Belajar: Guru Penggerak" yang ditindaklanjuti dengan kebijakan nyata dalam lima kebijakan terkait Ujian Nasional (UN), Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN), Penyederhanaan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) sistem zonasi, dan fleksibilitas pengelolaan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) (Kemendikbud, 2020a); atau gagasan Merdeka Belajar: Kampus Merdeka yang ditindaklanjuti dengan kebijakan nyata dalam beragam bentuk inovasi kegiatan pembelajaran (Kemendikbud, 2020b).

Walaupun tak senyaring dua gagasan sebelumnya, MJI bisa dikatakan sebagai antitesis dari gagasan dan kebijakan sebelumnya. Kebijakan yang mewajibkan dosen untuk mempublikasikan hasil pemikiran atau penelitiannya di dalam jurnal ilmiah bereputasi

Di dalam sejumlah peraturan perundang-undangan (UU, PP, dan Permen) terkait hal ini, tidak satupun ada penjelasan atas kata “bereputasi.” Penjelasan ditemukan di dalam Pedoman Operasional Penilaian Angka Kredit Kenaikan Jabatan Akademik/Pangkat Dosen (PO), yaitu PO-2014 dan PO-2019. 

Dinyatakan bahwa jurnal ilmiah bereputasi adalah jurnal ilmiah internasional yang terindeks pada database internasional bereputasi yang diakui oleh Kemristekdikti (sekarang Kemdikbudristek), serta mempunyai faktor dampak (impact factor) minimal 0,05 WoS (ISI Web of Science -Clarivate Analytics) atau di atas 0,10 SJR (Scimago Journal Rank – Scopus).

Pemaknaan “bereputasi” di dalam PO tersebut menimbulkan debat hukum, karena dianggap melangkahi sistem norma hukum hierarkis yang dianut di Indonesia. 

PO dianggap “telah memperluas atau menambah norma (norma baru)” yang tidak terdapat dalam norma hukum yang lebih tinggi dan menjadi dasar hukum pembentukannya (UU, PP, dan/atau Permen). 

Terlepas dari kontroversi yang ada, bagaimanapun norma baru tersebut tetap berlaku dan menjadi syarat penting di dalam praktik pengajuan kenaikan jabatan akademik/pangkat dosen ke Lektor Kepala atau Guru Besar/Profesor hingga saat ini.

Akhir Rezim SCOPUS?

Pertanyaannya, jika gagasan MJI didukung oleh kebijakan lanjutan seperti dua gagasan lainnya “apakah akan mengakhiri eksistensi dan kekuasaan rezim Scopus yang telah menjadi acuan selama kurun waktu tujuh tahun.” Jawabannya, bisa “ya”, bisa “tidak”. Dalam kaitan ini, kita bisa menggunakan dalil Kuhn terkait dengan paradigma.

Perspektif sosiologi revolusi keilmuan Kuhn mendalilkan, sejauh "paradigma pengganti/tandingan" belum ada, dan belum disepakati bersama, maka itu bukanlah paradigma. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun