Mohon tunggu...
Annisa Nur Hayati
Annisa Nur Hayati Mohon Tunggu... pelajar -

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Di Balik Novel Petjah, "Satu dari Seribu Aku Mau Kamu"

27 Februari 2018   20:40 Diperbarui: 28 Februari 2018   09:07 6184
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Petjah adalah karya pertama Oda Sekar Ayu yang berhasil diterbitkan. Oda Sekar Ayu Issuningtyas lahir di Jakarta, 19 April 1995. Karena namanya terlalu panjang, dia lebih suka menyingkat namanya menjadi Oda Sekar Ayu. Oda berhasil lulus SMA hanya dalam 2 tahun, selain itu dia juga menyukai pelajaran kimia dan biologi. Hal ini berpengaruh pada novel yang ia tulis. Seperti pada kutipan di bawah ini.

"Belum, nih. Kayaknya sih volume rongga mulut gue nggak cukup juga, plus enzim ptyalin di mulut gue kayaknya nggak akan bisa memecah komponen karbonit dari kertas yang lo akan sumpelin itu. Kasihan kan kalau kebuang percuma....." (hlm. 212)

Dari kutipan tersebut, gaya Bahasa dan teknik penyampaian penulis bisa dibilang unik. Penulis menggunakan gaya Bahasa yang kekinian dan berhubungan dengan biologi dan kimia. Enzim ptyalin berhubungan dengan biologi, sedangkan karbonit berhubungan dengan kimia. Penggabungan kedua hal tersebut saya rasa cukup menarik dan tidak membuat bosan.  Selain itu, karena pernah menjadi murid akselerasi pada saat SMA, Oda mampu menggambarkan bagaimana kisah remaja di kelas akselerasi dengan baik.

"....Salah satu hal yang paling menyedihkan dari menjadi murid akselerasi adalah saat kamu selalu dihadapkan dengan ulangan harian setiap minggunya. Selain itu ujian akhir semester yang biasanya dilaksanakan enam bulan sekali, berubah menjadi empat bulan sekali di kelas akselerasi...." (hlm. 39)

Kutipan di atas merupakan contoh penggambaran masa SMA saat berada di kelas akselerasi. Latar belakang penulis yang notabennya lulusan kelas akselerasi membuat penulis menjadi lebih bisa menghidupkan cerita. Seperti tentang ujian yang sering dilakukan oleh kelas akselerasi. Lingkungan pengarang yang tinggal dan lahir di Jakarta juga mempengaruhi cara menulis novel ini. Lingkungan penulis yang metropolitan itu membuat lebih hidup keadaan lingkungan yang hampir sama dengan lingkungan yang ada di sekitar penulis.

Sebelum diterbitkan, novel ini juga sudah memikat antusiasme para pembaca aplikasi wattpad. Maka dari itu, sudah tidak perlu diragukan lagi jika novel ini cukup terkenal di kalangan remaja. Novel ini juga terkenal dengan kutipan yang berbunyi, "Satu dari seribu aku mau kamu." Seperti kebanyakan novel fiksi remaja yang lain, Novel Petjah mengusung tema kisah cinta remaja. Kisah cinta anatara tiga insan yang masih berstatus sebagai siswa SMA di Jakarta.

"Makanya kalo jatuh cinta itu sama orang yang bener. Ini kok jatuh cinta sama orang yang benci lo sih, Nadh?" (hlm. 8)

Dari kutipan diatas, kita bisa menyimpulkan bahwa tema yang diusung di dalam novel ini adalah tentang romansa cinta remaja. Dalam kutipan tersebut menceritakan bahwa seorang gadis remaja yang sedang jatuh cinta kepada seseorang yang membencinya. Tema yang diusung memang klise, namun Oda Sekar Ayu mampu mengolah tema tersebut menjadi cerita yang sangat menarik. Penulis juga menyisipkan beberapa bumbu bumbu untuk membuat ceritanya lebih menarik. Seperti menambahkan konflik masa lalu yang berakibat pada kisah cinta tersebut.

"Kata-kata itu terngiang di telinga Biru, menelusup ke dalam sanubarinya, menghadirkan kekuatan yang tadinya sempat hilang. Dia harus mengakui dosanya, memohon ampunan Nadhira, dan mempertanggungjawabkan masa lalunya."

Kutipan diatas juga menunjukan bahwa konflik masa lalu juga mengambil bagian dalam romansa cinta remaja yang menjadi tema utama novel Petjah. Dalam kutipan di atas menjelaskan bahwa Biru menyesal dan merasa sangat bersalah atas apa yang terjadi dengannya di masa lalu yang berakibat pada masa depan Nadhira.

Novel ini mengisahkan tentang seorang remaja bernama Nadhira Amira. Nadhira tingga di Indonesia bersama Pakde dan Budenya, sedangkan kedua orangtuanya tinggal di Moscow. Nadhira digambarkan sebagai gadis yang pintar dan masuk di kelas akselerasi.

"Kelas CIBI adalah singkatan dari 'cerdas-istimewa berbakat-istiewa'. Oke, ini makin aneh lagi. Yah, intinya ini kelas akselerasi yang memungkinkan penghuni kelas lulus SMS dalam waktu dua tahun. Cepat? Iyalah ,.." (hlm. 3)

Kutipan diatas menjelaskan bahwa Nadhira adalah murid SMA yang masuk ke dalam kelas yang dikategorikan sebagai kelas unggulan. Siswa yang ada di kelas tersebut tergolong sebagai siswa yang pintar karena bisa lulus SMA dalam jangka waktu dua tahun. Tidak hanya sebagai murid yang pintar, Namun Nadhira juga digambarkan sebagai seorang yang menyukai Bahasa dan sastra. Nadhira sering membuat puisi dan sajak. Nadhira bahkan sering mengikuti lomba lomba sastra dan berhasil membawa pulang trophy.

"Aku Seperti apa kata Bram memang jagonya Bahasa. Berbagai lomba membuat puisi, membaca puisi, membuat karangan, membuat cerpen, membuat makalah, esai, dan lain lain selalu kuikuti dan banyak menghasilkan prestasi. Jarang sekali aku merasa kecil ketika membaca karya ornag lain....." (hlm. 59)

Lewat percakapan yang dilakukan oleh Nadhira seperti pada kutipan diatas, Penulis menggambarkan bahwa Nadhira adalah seorang yang sangat pandai dalam Bahasa. Dalam kutipan diatas Nadhira mengakui bahwa ia adalah seorang yang pintar dalam bidang Bahasa.Selain ahli dalam bidang Bahasa, Nadhira juga digambarkan sebagai seorang yang egois. Hal itu dapat dibuktikan melalui kutipan di bawah ini.

"Lo merasa diri lo kayak gravitasi Nadh. Seakan semua orang ditarik oleh o dan berputar mengelilingi lo. Lo butuh teman bicara? Apa pernah lo berpikir gue menjauh mungkin karena gue juga butuh teman bicara tapi enggak ngedapetin itu dari lo? Gue diam karena gue udah capek Nadh." (hlm. 261)

Pada kutipan di atas, Dimas sedang menyadarkan Nadhira melalui kata katanya. Dimas berkata bahwa Nadhira seperti gravitasi, yang seolah olah dia menginginkan semua orang mengikuti semua keinginannya. Rumitnya kehidupan Nadhira tidak sampai disitu saja, namun masih banyak kisah menarik yang dikembangkan penulis dalam novel Petjah. Seperti kisah asmaranya saat Nadhira sangat menyukai teman sekelasnya yang sangat membencinya. Teman sekelasnya tersebut adalah Dimas Baron. Dimas digambarkan sebagai seorang yang sangat idealis dan pintar. Hal itu dapat dilihat dari kutipan di bawah ini.

"Untung lo bukan anak gue, Nadhi. Kalau lo anak gue, mau lo pukulin gue sampe gue seekarat juga, nggak bakal gue kasih lo SIM kalau belum waktunya."  "Dasar, Mr. Idealis." "Di tengah dunia yang sehancur ini, lo butuh idealisme." (hlm. 64)

Pada kutipan diatas, penulis menceritakan pribadi Dimas melalui percakapan Dimas dan Nadhira. Melalui percakapan tersebut, kita bisa menyimpukan bahwa Dimas adalah seorang yang idealis. Cara pikir Dimas sudah dewasa meskipun dia masih remaja. Dimas juga digambarkan sebagai anak yang penurut kepada kedua orang tuanya. Seperti pada kutipan di bawah ini.

Terlalu sering diperlakukan 'harus sama' membuat Dimas lupa caranya mengelak dari permintaan tersebut. Sebaliknya, segala kehidupannya seperti sudah terprogram untuk selalu mengikuti keinginan orangtuanya. Setidaknya begitu sampai Dimas sedikit lengah dan lupa sejenak akan tujuan utamanya sejauh ini. (hlm. 264)

Penulis secara langsung menjelaskan bahwa Dimas adalah anak yang penurut, seperti yang ada di kutipan diatas. Meskipun karena terpaksa, namun Dimas akhirnya mau tidak mau menjadi penurut. Dimas juga digambarkan sebagai murid yang sangat pintar, bahkan pintarnya mengalahkan Nadhira.

"Dimas adalah perwakilan rayon DKI Jakarta untuk olimpiade sains internasional tingkat SMP. Mengalahkan salah satu unguulan sekolahku dulu-Melisa Chandra. Aku sendiri bukan penggemar sains dan lebih banyak mengikuti perlombaan yang hubungannya dengan seni dan sastra...."(hlm. 9)

"Awas kalo sampai tempat bosku, lo alasan ngantuk dan malah tidur. Gue potong --potong lo macam senyawa karbon biar jadi lebih rumit." (hlm. 213)

Dari dua kutipan diatas, kita bisa menyimpulkan bahwa Dimas adalah seorang yang pintar. Pada kutipan pertama dijelaskan bahwa Dimas selalu mengikuti olimpide semenjak dia SMP dan selalu menjurainya. Pada kutipan yang kedua kita juga bisa melihatnya dari cara Dimas mengungkapkan maksudnya. Dimas menggunakan Bahasa yang ada dalam sains untuk menyampaikan maksudnya. Jarang sekali orang mengandaikan maksudnya menggunakan Bahasa yang berbau sains, mungkin hanya bagi orang orang yang mengerti dengan hal itu. Begitu juga Dimas, sering menggunakan Bahasa sains untuk menyampaikan maksudnya, bahkan Nadhira menjuluki Dimas dengan sebutan Einstein.

Walaupun awalnya Dimas membenci Nadhira, akhirnya mereka bisa berdamai dan mulai menjadi teman dekat. Nadhira sangat senang bisa dekat dengan Dimas, apalagi Dimas adalah orang yang setahun terakhir mengisi hati Nadhira. Meskipun masalahnya dengan Dimas sudah selesai, Nadhira beretemu dengan masalah yang lebih rumit daripada sebelumnya. Masalah tersebut adalah bertemu dengan Ambrosius Biru, kakak kelasnya. Biru digambarkan sebagai pentolan sekolah yang memiliki sifat badboy.Seperti pada kutipan di bawah ini, menunjukan bahwa Biru adalah sosok pentolan di SMA-nya. 

"Tahu Biru, kan?" Dimas bertanya.

Aku terkkeh sebentar, "Tahulah! Siapa yang nggak tahu King of the King-nya sekolahan, Dim. Semua anak kelas sepuluh takut kali sama dia. Anak kelas sebelas aja banyak yang segan sama Biru?" (hlm. 29)

Biru juga digambarkan sebagai lelaki yang menyukai Bahasa dan sastra. Biru sering menulis sajak sajak dan puisi. Seperti pada kutipan di bawah ini, menunjukan bahwa Biru sebenarnya menyukai sastra dan suka menulis.

"Lalu ... mulai SMP saya kenal dengan tulisan tulisan Ahmad Tohari, Pramoedya Ananta Toer, Y. B Mangunwijaya, Marah Rusli dan sejenisnya. Sejak itu saya tahu bahwa ada hal menarik dari setiap paragraf yang mereka buat. Saya mulai menulis banyak hal di buku buku sekolah saya. Buku matematika berubah dari anagka menjadi kata kata semua." (hlm. 119)

Dari kutipan diatas kita bisa tahu bahwa Biru adalah pecinta sastra semenjak dia kecil. Pada saat biru kecil mungkin jarang anak anak membaca buku buu seperti pada kutipan diatas, namun berbeda dengan Biru. Masalah Nadhira muncul saat Bru diam diam menyimpn hati untuknya. Lalu penulis menambahkan bumbu berupa menghadirkan tokoh yang berhubungan antara masa lalu Nadhira dan Biru. Kedua tokoh terebut adalah Erlangga dan Nila. Erlangga Abimanyu adalah kakak dari Nadhira yang sudah meninggal empat tahun lalu. Erlangga diceritakan sebagai sosok yang perhatian dan baik. Erlangga sangat mencintai Nila saat semua rang menjauhi Nila. Nila adalah kakak dari Biru yang juga meninggal empat tahun lalu sekitar satu bulan sebelum Erlang meninggal. Biru menganggap penyebab meninggalnya Erlang adalah permintaan Biru untuk balas dendam atas meninggalnya Nila, dan Biru merasa sangat bersalah akan hal itu.

Penulis juga berhasil menggambarkan alur maju yang agak susah ditebak. Pada awal saya membaca novel ini, saya kira akhir ceritanya Nadhira akan bersama dengan Dimas, namun ternyata tebakan saya salah. Pada awal novel ini dibuka dengan kisah antara Dimas dan Nadhira. Lalu dilanjutkan dengan munculnya tokoh Biru yang merupakan kakak kelas mereka. Dari situlah maslah mulai muncul, Biru mulai menyimpan hati untuk Nadhira. Sampai saat Biru mengetahui bahwa Nadhira adalah adik dari Erlang. Disaat itulah konflik batin mulai menjadi jadi. Konflik yang terjadi dalam batin Biru. Konflik yang membuat Biru begitu dilema.

"Seandainya Erlang masih ada, Jika saja Nila tidak memutuskan untuk tidur selamanya. Biru dan Nadhira tidak harus jadi seperti ini. Semesta sudah mempermainkannya terlampau jauh." (hlm. 125)

Kutipan tersebut menggambarkan perasaan yang berkecamuk dalam hati Biru. Biru sangat inin bersama dengan Nadhira, namun dia juga sangat merasa bersalah dengan Nadhira. Setelah konflik yang semakin memuncak lalu terjadilah penyelesaian masalah.

"Itu sebabnya kita disini sekarang. Saya... harus meluruskan banyak hal dengan kamu sebelum kamu memutuskan akan terus berada di samping saya atau tidak." (hlm. 238)

Bukti kutipan diatas bisa menceritakan saat terjaadi penyelesaian maslah yang terjadi antara Nadhira dan Biru. Biru memilih untuk menjelaskan dan menceritakan semua yang terjadi 4 tahun lalu kepada Nadhira. Meskipun setelah penjelasan dari Biru, Nadhira sempat menjauhi Biru. Akhirnya novel ini ditutup dengan akhir yang indah. Nadhira akhirnya kulih di Belanda begitu juga Dengan Biru. Mereka berdua pun memutuskan untuk hidup bahagia bersama.

".....Kebahagiannya menular padaku begitu cepatnya. Setidaknya mimpi kami kini berawal di titik yang sama. Terima kasih, Hujan, terima kasih Semesta." (hlm. 314)

Akhirnya Nadhira bersama dengan Biru melanjutkan hidup mereka. Meskipun cerita awalnya bersama Dimas, novel ini diakhiri dengan kisah bahagia Nadhira dnegan Biru. Tidak hanya dari segi alur yang menarik, tapi juga dari segi latar. Latar sosial yang terjadi dalam novel ini adalah kehidupan masa SMA. Hal itu dapat dibuktikan pada kutipan di bawah ini.

"Hm. Dulu aku seperti mereka. Rambut dikucir dua dengan karet gelang. Sepatu nggak boleh pakai yang lain selain sepatu putih bernama px-style. Apalagi, ya? Uhm.. jalan juga menunduk. Orang orang di luar gedung menyebutnya senioritas, tapi kami dalam gedung menyebutnya tradisi. Selama Cuma sebatas ini dan Cuma setahun saja tidka masalah." (hlm. 6)

Berdasarkan kutipan di atas, kita bisa menyimpulkan bahwa latar sosial yang terjadi pada novel Petjah adalah kehidupan SMA remaja. Seperti apa yang kita ketahui, di kebanyakan SMA masih sering terjadi senioritas. Para kakak kelas yang measa diri mereka paling tua kerap memberi perintah kepada adik kelasnya yang macam macam. Fenomena ini juga terjadi dalam novel Petjah. Setelah membahas tentang latar sosial, saya akan membahas mengenai latar tempat. Latar tempat yang terjadi di novel ini kebanyakan di Jakarta. Meskipun penulis tidak menjelaskannya secara spesifik. Seperti pada kuitpan di bawah ini.

"Selesai menonton aku dan Dimass memilih untuk makan malam dulu di salah satu restoran Korea favoritku di Gancit. Tadinya kami sempat berdebat kecil karena Dimas tidak pernah makan makanan Korea sebelumnya." (hlm. 65)

Kutipan di atas adalah contoh latar tempat yang ada di novel. Kutipan di atas menyatakan bahwa latar tempat terjadinya peristiwa tersebut adalah di Gancit, Gancit atau Gandaria city adalah sebuah mall yang ada di Jakarta. Tidak hanya di Jakarta, namun novel ini juga berlatarkan tempat di Singapura.

"Takashimaya di malam hari bisa dikatakan sangat lenggang. Aku berjalan sendirian menyusuri area pusat perbelanjaan itu menuju toko buku Kinokuniya. Mama sudah tiba di sana dan mengabariku bahwa dirinya sudah memesan kopi di Coffe Club-sebuah kedai kopi yang terletak di dalam toko buku Kinokuniya." (hlm. 176)

Kutipan di atas menceritakan saat Dimas dan Nadhira berlibur di Singapura. Takashimaya adalah sebuah pusat perbelanjan yang ada di Singapura.

Setelah latar tempat, dalam novel ini juga terdapat latar waktu. Latar waktu yang digunakan oleh penulis dalam novel ini adalah saat dua tahun setelah kepindahan Nadhira ke Indonesia. Seperti pada kutipan di bawah ini.

"Sudah dua tahun aku tinggal di rumah Pakde dan Bude. Papa dan Mama menitipkanku pada mereka karena aku menolak tetap tinggal bersama orangtuaku yang bekerja di Rusia......" (hlm. 32)

Pada kutipan di atas penulis secara langsung menjelaskan bahwa, latar waktu terjadinya kisah pada novel tersebut adalah dua tahun setelah Nadhira pindah dari Rusia.

Lalu mari kita bahas tentang sudut pandang yang digunakan dalam novel ini. Penulis menggunakan sudut pandang orang pertama serba tahu dalam menulis novel Petjah. Hal itu dapat kita lihat dari kutipan di bawah ini.

"Banyak orang pasti akan bingung kenapa aku bisa begitu suka dengan Dimas sementara laki-laki itu begitu benci padaku. Sebetulnya ini lucu, tadinya aku juga setidak suka itu pada Dimas. Kami kenal sejak SMP. Dulu kami bersekolah di SMP yang berada dan selalu menjadi saingan di perlombaan. Nama Dimas Baron sangat terkenal di sekolahku, terutama karena dia selalu berhasil mengalahkan tim-tim lomba sekolahku." (hlm. 9)

Pada kutipan di atas penulis menggunakan kata ganti aku. Hal tersebut membuktikan bahwa penulis menggunakan sudut pandang orang pertama. Si aku dalam novel terrsebut juga bisa menggambarka suasana dan menceritakan tokoh lain dengan jelas. Itulah unsur intristik dan ekstrinsik yang saya temukan setelah membaca novel Petjah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun