Seluruh masa pemerintahan Abu Bakar telah diabdikan untuk melahirkan kedamaian. Dalam kondisi yang demikian sulit dan goncang dia tidak pernah berhenti bergerak untuk menawarkan kedamaian-kedamaian, tapi bukan kedamaian dengan mengorbankan prinsip. Prinsip-prinsip kebenaran dalam pandangan Abu Bakar terlalu sakral untuk dikompromikan.Â
Tak ada kata menyerah dalam memperjuangkan kebenaran dan iman yang fundamental. Memang ada ruang untuk kompromi, konsiliasi dan negosiasi, namun tentu saja dengan tidak boleh mengorbankan nilai-nilai yang menghargai kesamaan manusia dan harkat mereka. Abu Bakar, sebagai khalifah, tidak pernah berusaha untuk membalas dendam terhadap para pemberontak dari suku-suku yang mengancam kekuasaannya di awal-awal pemerintahannya.Â
Dia melakukan serangan yang gencar terhadap para pemberontak, dan menaklukkan orang-orang yang murtad dengan kekuatan. Dia tidak segan-segan menggunakan kekuatan militer manakala hal tersebut memang dibutuhkan. Namun demikian, dengan lapang hati dan dada terbuka, dia memberi maaf kepada mereka yang jelas-jelas ingin kembali ke dalam pangkuan Islam.Â
Seluruh pemerintahannya mendirikan nilai-nilai demokratis, dan sepenuh hidupnya diabdikan untuk kepentingan Islam. Dia tidak hidup di sebuah istana yang megah dan gemerlap. Dia tetap hidup di sebuah rumah yang terbuat dari tanah, yang atapnya gampang digapai dengan tangan. Loyalitas terbesarnya dia berikan kepada pemimpinnya, Muhammad Shallallahu `Alahi wa Sallam yang telah menetapkan hukum.Â
Aplikasi hukum Islam - Syariah - telah mewarnai semua jalan hidupnya. Dia dengan sungguh hati berusaha untuk mengikuti seluruh langkah-langkah Rasulullah. Namun dia juga tidak ragu untuk menyatakan pendapatnya, tatkala hal itu tidak didapatkan dalam kehidupan Rasulullah.Â
Abu Bakar mendapat tempat yang demikian tinggi di mata umat tatkala dengan segala kapasitas pribadinya, ia memecahkan konflik yang terjadi antara para sahabat di Tsaqifah Bani Saidah, saat mereka berusaha untuk menentukan pilihan pengganti Rasulullah. Abu Bakar berpendapat, bahwa orang yang paling berhak untuk menggantikan Rasulullah adalah para sahabat yang sejak awal telah masuk Islam.Â
Peristiwa yang mengandung bahaya besar yang akan mencerai-beraikan umat Islam itu telah mampu diantisipasi Abu Bakar, sehingga umat tidak menjadi hancur berantakan. Kemudian dia juga telah mampu menanamkan kedamaian ketika menolak untuk berkompromi dengan orang-orang yang tak mau membayar zakat dan sengaja memberontak yang akhirnya mampu dia taklukkan.
 Abu Bakar melihat dengan jelas prioritas apa yang harus dia lakukan dalam pemerintahannya. Dengan tangkas, dia mengirim pasukan Usamah yang pernah ditetapkan Rasulullah sebelum meninggal, walau banyak para koleganya menentang keputusan itu dengan alasan bahwa Madinah akan menjadi kosong dan tanpa pertahanan. Dia menolak untuk memberikan konsesi apa pun kepada mereka yang tidak mau membayar zakat. Dia nyatakan bahwa zakat harus dibayar dengan penuh sesuai aturan yang Allah tetapkan.Â
Dia memerangi orang-orang yang mengaku sebagai nabi, meskipun mereka memiliki pendukung yang banyak, dia tidak memberi kesempatan kepada mereka untuk menyebarkan ajaran-ajaran sesatnya tersebut. Dia berusaha sekuat tenaga untuk menghancurkan para pelaku subversi dan orang-orang yang ingin mengembalikan manusia kepada nilai-nilai jahiliyah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H