Khalifah pertama yang dipilih secara musyawarah dalam Islam saat pidato politiknya di depan publik, telah menyatakan dengan tegas prinsip-prinsip umum tentang kekhilafahannya.Â
Dia adalah khalifah atau wakil Rasulullah dan bukan Khalifah Allah, sebagaimana banyak disangka oleh orang-orang yang tidak mengerti. Ia pun tidak mendapat kekuasaan ini melalui warisan dari Tuhan, sebagaimana yang biasa berlaku pada raja-raja untuk mengatur rakyat kecil.Â
Dia adalah rakyat biasa yang kemudian terpilih sebagai Khalifah melalului proses pemilihan untuk melaksanakan semua hukum yang ada dalam Al-Quran dan Sunnah Rasulullah. Fungsi khalifah bukanlah untuk membuat hukum, ia hanya bertugas untuk mengimplementasikan hukum yang telah ada. Tapi dia juga memiliki kemerdekaan untuk menafsirkan hukum-hukum itu jika Al-Quran dan hadits itu membuka ruang untuk sebuah penafsiran.
Dengan menyatakan kesetiaan kepadanya, seluruh rakyat telah terikat kontrak dengannya. Mereka wajib mengikutinya selama dia berjalan sesuai dengan poin-poin yang ada dalam kesepakatan. Dan jika dia menyimpang dari kesepakatan, mereka memiliki hak untuk menegur kesalahan-kesalahan yang dilakukan, dan mereka tidak wajib mengikutinya saat sang khalifah tetap melakukan kesalahan tersebut.Â
Jalan yang benar adalah jalan yang ditunjukkan Al-Quran dan Sunnah. Jalan lurus itu harus dijalani oleh khalifah dengan setia dalam kondisi bagaimanapun. Dengan demikian seorang khalifah bertugas untuk melaksanakan kewajibannya kepada Allah dan kepada manusia.Â
Dia bertanggung jawab kepada Allah dan rakyat. Tak ada kontradiksi antara keduanya. Rakyat, di samping memiliki hak, mereka juga memiliki kewajiban. Mereka memiliki hak untuk memantau tindakan khalifah dan mengkritik orang yang mereka pilih dengan cara yang bebas untuk mengatur urusan mereka.Â
Sedangkan khalifah harus memberikan pelindungan kepada orang-orang yang lemah dan mengontrol yang kuat serta menciptakan suasana damai agar seluruh rakyat hidup tanpa dihinggapi rasa takut berdasarkan asas persaudaraan dan persamaan.Â
Kewajiban berjihad mendapat perhatian pada saat pidato politik pertama Khalifah Abu Bakar di depan publik. Yaitu ketika dia mengingatkan hajat manusia untuk mempertahankan kemerdekaan dan kehidupan mereka.Â
Kemerdekaan bisa dipertahankan dengan cara melakukan kewaspadaan secara terus menerus. Orang yang tidak memiliki rasa waspada yang demikian akan membayar dengan harga yang sangat mahal. Demikian juga kemerdekaan tidak mungkin terlindungi kecuali jika ada partisipasi masyarakat secara aktif.