Pendahuluan
Pajak dan Perawatan Akal Budi
Pajak dalam Kerangka Kebersamaan:
Negara mengumpulkan pajak dari objek ekonomi apa pun yang menambah nilai. Distribusi pajak harus:
Dilakukan secara adil.
Mendukung ruang publik dan solidaritas sosial.
Circular Flow of Payment:
Empat Sektor Ekonomi:
- Rumah Tangga : Sumber tenaga kerja dan konsumen barang/jasa.
- Perusahaan: Penghasil barang/jasa dan pembayar pajak.
- Pemerintah: Pengelola penerimaan pajak dan penyedia subsidi.
- Internasional: Berhubungan dengan ekspor dan impor yang memengaruhi arus devisa.
Alur Pajak dalam Ekonomi:
- Rumah tangga dan perusahaan membayar pajak ke pemerintah.
- Pemerintah menggunakan pajak untuk membayar subsidi, gaji, dan pelayanan publik.
- Internasional memengaruhi pajak melalui perdagangan luar negeri.
Dialektika Pajak :
Menjelaskan pajak sebagai dialektika antara moral dan kepentingan publik dalam sistem ekonomi yang kompleks.
Moral Pajak : Kantian vs Utilitarian :
- Kantian: Pajak adalah kewajiban moral yang melampaui kepentingan individual.Â
- Utilitarian: Pajak harus memaksimalkan kesejahteraan bagi sebanyak mungkin orang.
Konflik antara Res Privata dan Res Publica: Pajak menjadi medan konflik antara kepentingan individu (privat) dan kolektif (publik).
Globalisasi dan Ideologi :Â
- Daniel Bell: Era akhir ideologi memperlihatkan bahwa pajak menjadi alat regulasi di tengah globalisasi
- Fukuyama: Pajak juga mencerminkan perkembangan sejarah ekonomi dan politik global.
Sistem Ekonomi dan Pajak:
Formula Pengeluaran Agregat (AE):
- Â AE = C (konsumsi) + I (investasi) + G (pengeluaran pemerintah) + NX (ekspor neto).Â
- Sistem ini menunjukkan bagaimana sektor rumah tangga, bisnis, pemerintah, dan perdagangan internasional saling terkait melalui pajak.
Lingkaran Ekonomi Empat Sektor:
- Diagram menunjukkan aliran uang antara rumah tangga, pasar keuangan, perusahaan, dan pemerintah.Â
- Pajak merupakan komponen utama dalam siklus ini.
Ontologi Pajak Nasional dan Internasional:
Pajak muncul sebagai bagian dari logika "command good" di tingkat nasional dan internasional untuk menciptakan keseimbangan ekonomi.
Tatanan Pajak dan Ideologi Negara:
Hubungan antara wilayah privat (Res Privata) dan wilayah publik (Res Publica) dalam konteks pajak sebagai instrumen logis negara.
- Perbedaan Ekonomi Mikro dan Makro
Wilayah privat dan publik memisahkan fokus antara ekonomi mikro (kegiatan individual seperti rumah tangga dan bisnis) dan ekonomi makro (tujuan kolektif negara). Wilayah Publik (Res Publica)
Command Good :
- Prinsip utama adalah menghasilkan kebaikan umum tanpa kecuali.
- Berakar pada "kehendak baik umum" atau volonte generale sebagaimana dipaparkan oleh Rousseau.Wilayah Privat (Res Privata)
Oikos dan Nomos:
- Wilayah privat berorientasi pada kelangsungan hidup individu atau keluarga.
- Melibatkan etika dan hukum privat.Hubungan Pajak dengan Logika dan Etika Publik:
- Pajak dipandang sebagai sarana negara untuk memfasilitasi kebaikan umum.
- Etika publik mengharuskan individu memahami cara melaksanakan kewajiban pajak. Namun, terdapat "gap pajak" yaitu perbedaan antara mengetahui kewajiban pajak dan melaksanakannya.Solusi terhadap Gap Pajak
Negara perlu menyediakan sistem, modalitas, dan instrumen agar masyarakat mematuhi kewajiban pajak secara efektif.
Perbandingan Etika Individu dan Etika PublikÂ
Kategori dan Obyek:
- Etika Individu (Res Privata Ethics):
- Fokus pada nilai baik dan buruk sebagai warga negara.
- Etika Publik (Res Publika Ethics):
- Melibatkan hukum, politik, strategi, dan komunitas sosial.
Validitas:
- Etika Individu:
- Bertumpu pada logika praktis (phronesis) untuk pengambilan keputusan pribadi.
- Etika Publik:
- Mengedepankan struktur sosial dan kesepakatan publik untuk menciptakan tindakan kolektif.
Mediatisasi:
- Etika Individu: Tidak membutuhkan mediator karena keputusan bersifat langsung dan personal.
- Etika Publik: Membutuhkan mediasi melalui lembaga profesional atau simbol-simbol publik.
Jaminan:
- Etika Individu: Berdasarkan keyakinan personal tanpa perlu persuasi dari luar.
- Etika Publik: Persuasi diperlukan untuk memastikan kesepakatan kolektif.
Tax Return, Capital Gains Tax, dan Ketimpangan Ekonomi
Tax Return dan Capital Gains Tax
- Capital Gains Tax adalah pajak yang dikenakan atas keuntungan dari investasi modal seperti saham dan properti.
- Thomas Piketty menunjukkan bahwa return atas modal (r) sering kali lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan ekonomi global (g).
Grafik menunjukkan bagaimana tingkat return atas modal terus meningkat sejak abad ke-18, sedangkan pertumbuhan ekonomi cenderung menurun sejak pertengahan abad ke-20. - Implikasi: Ketimpangan ekonomi semakin melebar karena keuntungan dari modal lebih besar dibandingkan pertumbuhan yang dirasakan oleh mayoritas masyarakat.
Ketimpangan Ekonomi di Negara Anglo-Saxon (1910–2010)
- Grafik ketimpangan pendapatan di negara-negara Anglo-Saxon (AS, Inggris, Kanada, dan Australia) menunjukkan bahwa:
- Ketimpangan meningkat tajam sejak tahun 1970-an, terutama di AS dan Inggris.
- Bagian pendapatan yang diterima oleh 10% populasi terkaya terus naik.
Data Sosial dan Ekonomi di Indonesia
- Konsentrasi ekonomi di Indonesia:
- Jawa memegang 58% PDB nasional dan jika digabung dengan Bali, mencapai 87%.
- Sumatra menyumbang 23,9% PDB nasional. - Belanja Sosial:
- Indonesia hanya mengalokasikan 0,0044% dari PDB untuk perlindungan sosial (urutan ke-27 dari 35 negara).
- Bandingkan dengan subsidi BBM (34%) dan sektor pertanian (3% PDB). - Struktur tenaga kerja:
- 2/3 tenaga kerja berada di sektor informal, dengan tingkat upah rendah.
Kesimpulan Thomas Piketty
- Ketimpangan ekonomi terjadi karena return atas modal lebih besar dari pertumbuhan ekonomi, menciptakan kesenjangan yang sulit diatasi tanpa intervensi kebijakan, seperti perpajakan yang lebih progresif
Analisis Rasio Pajak terhadap PDB dan Kebijakan PajakÂ
Rasio Pajak terhadap PDB di Uni Eropa dan Kawasan Euro (1995–2019):
- Rasio pajak di Uni Eropa (EU) tahun 2019 mencapai 41,1% dari Produk Domestik Bruto (PDB), sedikit menurun dibandingkan tahun 2018 (41,2%).
- Rasio pajak di Kawasan Euro pada tahun yang sama sebesar 41,5% dari PDB, tetap sama dengan tahun 2018.
- Negara-negara dengan rasio pajak tertinggi: Prancis (47,4%), Denmark (46,9%), dan Belgia (45,9%).
- Negara-negara dengan rasio pajak terendah: Irlandia (22,7%), Rumania (26,8%), dan negara-negara Baltik seperti Lithuania (31,3%).
Tujuan Pajak dan Alokasi:
- Pajak bertujuan untuk kesejahteraan masyarakat tanpa membebani warga.
- Penting untuk memastikan alokasi pajak tepat sasaran, seperti investasi dalam infrastruktur dan perlindungan sosial.
Analisis Tax Amnesty Indonesia:
Rasio pajak di Indonesia menunjukkan tren menurun antara tahun 2010–2017 (dengan beberapa fluktuasi kecil).
Tahun 2017, terjadi Tax Amnesty dengan rasio pajak mencapai 10,7%. Setelah itu, rasio pajak kembali menurun hingga 7,9% pada 2020.
Pertanyaan kritis: Apakah alokasi hasil tax amnesty dan sumber pendapatan lainnya sudah digunakan secara efisien?
Perspektif Global:
- OECD mencatat rata-rata rasio pajak di kawasan Asia Pasifik pada 2020 sebesar 21%.
- Beban pajak seperti Capital Gains Tax menjadi isu kritis, terutama terkait alokasi pendapatan pajak.
Tax-to-GDP Ratio dan Sistem Pajak di Negara OECD
Tax-to-GDP Ratio
- Tax-to-GDP ratio adalah rasio yang mengukur pendapatan pajak suatu negara dibandingkan dengan Produk Domestik Bruto (PDB)-nya. Formula:
Tax-to-GDP Ratio = (Total Pendapatan Pajak / PDB) x 100% - Rasio ini digunakan untuk membandingkan sistem perpajakan antar negara.
Perbandingan Rasio Pajak Negara OECD
1. Negara-negara dengan rasio pajak tertinggi :
- Denmark: 46,3%
Keuntungan dari sistem pajak tinggi di Denmark mencakup pendidikan gratis untuk semua warga negara. - Prancis: 45,4%
- Swedia: 44,0%
2. Negara dengan rasio pajak menengah :
- Jerman: 38,8%
- Kanada: 33,5%
- Inggris: 33,0%
- Korea Selatan: 27,4%
3. Negara dengan rasio pajak terendah di OECD :
- Kolombia: 19,7%
- Meksiko: 16,5%
- Rasio pajak rendah ini menunjukkan kontribusi pajak yang kecil terhadap PDB negara tersebut.
4. Manfaat Pajak Tinggi vs. Rendah
- Pajak tinggi sering mendukung layanan publik seperti pendidikan, kesehatan, dan perlindungan sosial.
- Pajak rendah dapat memberikan ruang lebih untuk investasi sektor swasta tetapi mungkin melemahkan layanan publik.
5. Indonesia dalam Perbandingan Global
- Dari tabel di bagian bawah, Indonesia memiliki rasio pajak sebesar 12,0%, jauh di bawah rata-rata OECD dan berada di urutan rendah secara global.
WHAT
Korupsi pajak adalah tindakan penyalahgunaan wewenang oleh individu atau kelompok untuk keuntungan pribadi (res privata), yang mengorbankan kepentingan publik (res publica). Dalam konteks pajak, korupsi mencakup penggelapan pajak, manipulasi laporan keuangan, hingga suap untuk mengurangi kewajiban pajak.
Korupsi pajak merugikan negara karena pajak adalah sumber utama penerimaan negara yang digunakan untuk membiayai pembangunan, pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur. Ketika terjadi korupsi pajak, dana publik yang seharusnya dialokasikan untuk kepentingan bersama menjadi hilang atau berkurang.
Res Privata dan Motivasi Korupsi Pajak
Res privata merujuk pada kepentingan pribadi yang sering kali mendominasi dalam perilaku korupsi pajak. Individu atau kelompok tertentu, baik dari sektor publik maupun swasta, memanfaatkan celah hukum dan lemahnya pengawasan untuk kepentingan pribadi mereka. Beberapa motivasi utama korupsi pajak adalah:
Keuntungan Finansial: Pejabat atau wajib pajak sering tergoda untuk menyalahgunakan sistem demi keuntungan finansial jangka pendek. Misalnya, melalui manipulasi laporan pajak, suap kepada aparat pajak, atau penghindaran pajak.
Ketiadaan Akuntabilitas: Lemahnya sistem transparansi dan akuntabilitas membuka peluang bagi individu untuk memprioritaskan kepentingan pribadinya dibandingkan dengan kepentingan publik.
Kultur KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme): Dalam beberapa kasus, korupsi pajak bersifat sistemik, di mana jaringan pejabat dan pelaku usaha saling mendukung untuk menghindari kewajiban perpajakan.
Res Publica dan Kehancuran Kepercayaan Publik
Sebaliknya, res publica adalah konsep kepentingan umum yang seharusnya menjadi dasar pengelolaan pajak. Korupsi pajak menghancurkan kepercayaan masyarakat terhadap negara, terutama dalam hal:
Erosi Kepercayaan: Ketika masyarakat mengetahui bahwa pajak yang mereka bayarkan digunakan untuk memperkaya individu tertentu, rasa percaya terhadap institusi negara menurun drastis.
Kegagalan Layanan Publik: Korupsi pajak mengurangi anggaran untuk sektor penting seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur. Akibatnya, rakyat yang paling membutuhkan justru menjadi korban utama.
Meningkatnya Ketimpangan Sosial: Ketika elit mampu menghindari pajak atau bersekongkol dengan aparat, beban pajak yang tidak adil jatuh pada masyarakat kecil.
Konsekuensi Korupsi Pajak: Krisis Res Publica
Korupsi pajak bukan hanya tentang kehilangan uang negara, tetapi juga tentang kegagalan sistemik dalam membangun masyarakat yang adil. Beberapa konsekuensinya adalah:
Defisit Anggaran: Kehilangan pendapatan pajak akibat korupsi memaksa negara untuk mencari pendanaan alternatif, seperti utang luar negeri, yang akhirnya membebani generasi mendatang.
Ketidakstabilan Ekonomi: Korupsi pajak menciptakan ketidakpastian di dunia usaha, menghambat investasi, dan mengurangi daya saing ekonomi.
Polarisasi Sosial: Ketimpangan yang dihasilkan oleh korupsi memperbesar kesenjangan antara kelas sosial, memicu ketidakpuasan dan potensi konflik.
Jalan Menuju Reformasi: Rekonsiliasi Res Privata dan Res Publica
Untuk mengatasi korupsi pajak, diperlukan reformasi sistemik yang mengintegrasikan kepentingan pribadi dengan kepentingan publik. Beberapa langkah yang dapat diambil meliputi:
Digitalisasi dan Transparansi: Sistem perpajakan digital yang transparan dapat meminimalkan peluang korupsi dengan mengurangi interaksi langsung antara wajib pajak dan aparat.
Penegakan Hukum yang Tegas: Hukuman berat bagi pelaku korupsi pajak, baik dari kalangan pejabat maupun swasta, harus diterapkan tanpa pandang bulu.
Edukasi dan Kesadaran Publik: Masyarakat harus diberdayakan untuk memahami pentingnya pajak bagi pembangunan dan dilibatkan dalam pengawasan pengelolaan pajak.
Reformasi Institusi Pajak: Perlu ada perombakan struktural pada institusi perpajakan untuk memastikan integritas aparat dan efektivitas pengelolaan pajak.
WHY
Korupsi pajak terjadi karena berbagai faktor, baik dari sisi individu maupun sistem. Beberapa penyebab utama meliputi:
Motivasi Pribadi:
Keserakahan: Dorongan untuk memperkaya diri sendiri tanpa memperhatikan dampaknya terhadap masyarakat.
Ketakutan: Pengusaha atau wajib pajak takut kehilangan keuntungan sehingga tergoda melakukan kecurangan.
Kelemahan Sistem:
Kurangnya transparansi: Proses pengelolaan pajak yang tidak transparan membuka celah untuk manipulasi.
Lemahnya pengawasan: Minimnya kontrol atas pejabat pajak atau sistem perpajakan membuat korupsi lebih mudah terjadi.
Sistem digital yang belum optimal: Kurangnya integrasi teknologi memungkinkan penyalahgunaan data atau pelaporan palsu.
Budaya dan Nilai Sosial:
Normalisasi praktik suap dan nepotisme.
Rendahnya kesadaran masyarakat tentang pentingnya pajak untuk pembangunan.
Mengapa Korupsi Pajak Menjadi Isu Sentral dalam Kehidupan Bernegara?
Pajak adalah jantung dari aktivitas ekonomi negara. Dalam konteks modern, pajak tidak sekadar alat pendanaan, tetapi juga instrumen utama pemerataan ekonomi, pembangunan infrastruktur, dan penyediaan layanan publik. Namun, korupsi dalam pengelolaan pajak telah merusak fungsi ideal ini, menciptakan jurang antara kepentingan pribadi (res privata) dan kepentingan publik (res publica). Diskursus ini menjadi semakin relevan karena dampak langsung dan tidak langsung korupsi pajak terhadap kepercayaan masyarakat, pembangunan ekonomi, dan ketimpangan sosial.
HOW
Bagaimana Dampak Korupsi Pajak Terhadap Res Publica?
Korupsi pajak memiliki dampak yang luas terhadap masyarakat dan negara, yaitu:
Kerugian Ekonomi:
Berkurangnya pendapatan negara menghambat pembangunan nasional.
Ketergantungan pada utang luar negeri meningkat karena defisit anggaran.
Ketimpangan Sosial:
Dana publik yang bocor menyebabkan layanan kesehatan, pendidikan, dan infrastruktur tidak optimal.
Meningkatkan ketimpangan karena hanya pihak tertentu yang menikmati hasil korupsi.
Erosi Kepercayaan Publik:
Kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dan institusi perpajakan menurun.
Mendorong ketidakpatuhan pajak karena masyarakat merasa sistem tidak adil.
Dampak Global:
Indonesia dapat kehilangan reputasi internasional, terutama di bidang investasi dan tata kelola ekonomi.
Bagaimana Mengatasi Korupsi Pajak?
Pencegahan dan pemberantasan korupsi pajak memerlukan pendekatan holistik yang melibatkan pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta. Berikut langkah-langkah strategis:
Reformasi Sistem Pajak:
Meningkatkan digitalisasi dan transparansi dalam pengelolaan pajak melalui sistem elektronik (e-filing dan e-payment).
Menerapkan analitik data untuk mendeteksi kecurangan pajak secara dini.
Penguatan Institusi dan Regulasi:
Memperketat pengawasan internal di lembaga pajak.
Memberikan sanksi tegas bagi pelaku korupsi, baik di sektor publik maupun swasta.
Peningkatan Kesadaran Masyarakat:
Kampanye edukasi tentang pentingnya pajak untuk pembangunan nasional.
Melibatkan masyarakat dalam pengawasan melalui whistleblowing system.
Kolaborasi Internasional:
Bekerja sama dengan negara lain untuk melacak aliran dana hasil korupsi.
Memanfaatkan kerangka kerja global seperti Automatic Exchange of Information (AEOI) untuk mendeteksi aset tersembunyi.
Kesimpulan
Korupsi pajak adalah persoalan yang melibatkan konflik antara res privata (kepentingan individu) dan res publica (kepentingan umum). Untuk mengatasinya, diperlukan reformasi sistem, penguatan regulasi, dan peran aktif masyarakat. Dengan komitmen bersama, korupsi pajak dapat diminimalkan sehingga penerimaan pajak benar-benar digunakan untuk kepentingan publik, menciptakan kesejahteraan yang merata.
Daftar Pustaka
- PPT PRO. APOLLO TM 14
- Arifki, N. A., & Azmi, I. F. (2020). Penghindaran Pajak Dalam Diskursus Tindak Pidana Pencucian Uang. Pandecta Research Law Journal, 15(2), 167-177.Â
- Â Seputro, H. Y., Aneswari, Y. R., & Darmayasa, I. N. (2016). Diskursus Tax Amnesty Melalui Ruu Pengampunan Nasional (Potencial Fraud And Money Laundering Perspective). Journal of Auditing, Finance, and Forensic Accounting, 4(2), 111-120.Â
- Romli, R. C. (2017). Menguatkan Pancasila, Menata Kemajemukan Bangsa. Harmoni, 16(1), 184-194.Â
- Â Sadiyah, K., Nisah, N., & Zainuddin, M. (2021). Kajian Teoritis tentang Hubbul Wathan Minal Iman dalam Upaya Menjaga Eksistensi Pancasila. De Cive: Jurnal Penelitian Pendidikan Pancasila Dan Kewarganegaraan, 1(2), 40-46 .
- Duli, L. O., & Yustinus, Y. (2023). MENGHIDUPI SPIRITUALITAS PELAYANAN SEBAGAI PUBLIC SERVANT: UPAYA MEMPERSEMPIT RUANG GERAK PERILAKU KORUPTIF DI RUANG PUBLIK. Jurnal Res Justitia: Jurnal Ilmu Hukum, 3(2), 305-315.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H