Azas tiada pidana tanpa kesalahannya‖pada umumnya diakui sebagai prinsip umum diberbagai negara. Namun tidak banyak undang-undang hukum materil di berbagai negara yang merumuskan secara tegas azas ini dalam undang-undangnya. Biasanya perumusan azas ini terlihat dalam perumusan mengenai pertanggungjawaban pidana, khususnya yang berhubungan dengan masalah kesengajaan dan kealpaan. Dalam peraturan perundang-undangan Indonesia, azas ini dapat ditemukan pada :
Pasal 44 ayat (1) KUHP:
Barang siapa melakukan perbuatan yang tidak dapat dipertanggungkan kepadanya karena jiwanya cacat dalam pertumbuhan atau terganggu karena penyakit, tidak dipidana.
Pasal 6 ayat (2) Undang-Undang No. 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman :
Tidak seorangpun dapat dijatuhi pidana, kecuali apabila pengadilan, karena alat pembuktian yang sah menurut undang-undang,
mendapat keyakinan bahwa seseorang yang dianggap dapat bertanggung jawab, telah bersalah atas perbuatan yang didakwakan atas dirinya. Rancangan KUHP (RKUHP) versi 2005 juga telah mencantumkan azas ini dalam Pasal 37 ayat (1), yaitu tiada seorangpun dapat dipidana tanpa kesalahannya.
Berkaitan dengan azas tersebut di atas, dalam hukum pidana dikenal istilah actus reus dan mens rea.Actus Reus atau disebut juga elemen luar (external elements) dari kejahatan adalah istilah latin untuk perbuatan lahiriah yang terlarang (guilty act). Untuk membuktikan bahwa seorang adalah benar bersalah dan memiliki tanggung jawab pidana atas perbuatannya maka harus terdapat perbuatan lahiriah yang terlarang (actus reus) dan terdapat sikap batin yang jahat/tercela (mens
rea). Actus reus tidak hanya memandang pada suatu perbuatan dalam arti biasa, tetapi juga mengandung arti yang lebih luas, yaitu meliputi :
1. Perbuatan dari si terdakwa (the conduct of the accused person).Perbuatan ini dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu; komisi (commisions) dan omisi (omissions).
2. Hasil atau akibat dari perbuatannya itu (its result/consequences)
3. Keadaan-keadaan yang tercantum dalam perumusan tindak pidana (surrounding circumstances which are inclided ini the definition of the offence).Â
Mens rea berasal dari bahasa latin yang artinya adalah sikap kalbu (guilty mind). Sikap kalbu seseorang yang termasuk mens rea dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:
1. Intention (kesengajaan)
2. Recklessness (kesembronoan), atau sering disebut juga dengan istilah willful blindness. Dikatakan terdapat recklessness jika
seseorang mengambil dengan sengaja suatu risiko yang tidak dibenarkan.
3. Criminal negligence (kealpaan/kekurang hati-hatian).Â
Dalam hukum pidana Indonesia mens rea hanya terbagi menjadi dua bagian, yaitu kesengajaan atau dolus dan kealpaan atau culpa. Jika seseorang hanya memiliki sikap batin yang jahat tetapi tidak pernah melaksanakan sikap batinnya itu dalam wujud suatu perilaku, baik yang terlihat sebagai melakukan perbuatan tertentu (commission) atau sebagai  tidak berbuat sesuatu (ommission), tidak dapat dikatakan orang tersebut telah melakukan suatu tindak pidana.
WHY
Kenapa Relevansi Actus Reus dan Mens Rea pada Korupsi di Indonesia
Korupsi di Indonesia sering melibatkan kolaborasi kompleks antara actus reus dan mens rea. Berikut beberapa alasan mengapa teori ini penting:
Menentukan Elemen Kejahatan:
Dengan mengidentifikasi actus reus (misalnya, penggelapan dana proyek Hambalang) dan mens rea (niat memperkaya diri), aparat penegak hukum dapat membangun kasus yang solid.Mengatasi Pembelaan Formalitas:
Beberapa pelaku sering kali berkilah bahwa mereka hanya "mengikuti prosedur." Analisis mens rea membantu membuktikan bahwa pelaku sebenarnya sadar akan ilegalitas tindakannya.Mengungkap Modus Operandi:
Dalam korupsi seperti BLBI, actus reus dapat berupa penyaluran dana yang tidak sah ke pihak tertentu, sedangkan mens rea menjelaskan niat pelaku untuk menguntungkan kroninya