Mohon tunggu...
Siti Annisa Rizki
Siti Annisa Rizki Mohon Tunggu... Psikolog - Psikolog

Director of Arunika Psikologi Group. Top 15 Writer for the Call for Papers on Transition to Just Energy by The Habibie Center 2023. Favorite Blogger at BRI Write Fest 2023. Industrial and Organizational Psychologist since 2012 for State-Owned Enterprises (BUMN) and national Business Companies. • Your empathetic psychologist • Free spirit | open mind | happy to support.

Selanjutnya

Tutup

Hobby

Menulis untuk Memulihkan Diri

1 Juni 2024   20:13 Diperbarui: 1 Juni 2024   20:53 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hobi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Manfaat Menulis

Telah banyak penelitian tentang manfaat menulis bagi kesehatan mental. Sejumlah psikolog menyebutkan bahwa kekuatan menulis tidak terletak pada pena dan kertas, melainkan di pikiran penulisnya. Kini, menulis tidak terbatas dengan menggunakan pulpen/pensil dan kertas, namun juga dapat menggunakan blog dan media sosial. Tidak sedikit juga para penggiat kesehatan mental menggunakan tulisannya untuk mengedukasi publik atau bahkan untuk menceritakan pengalaman hidupnya.


Awalnya, saya juga bukan seseorang yang aktif menulis. Namun, pada tahun 2018, saya pernah mengalami kedukaan. Rekan seprofesi saya menguatkan saya untuk menulis tentang emosi dan pemikiran saya waktu itu. Jika mengingat masa itu, sekalipun saya memahami hal tersebut bermanfaat, namun saya juga sempat merasakan kesulitan untuk menulis di awal. Dengan energi terbatas, motivasi yang maju-mundur, saya berusaha untuk melakukan langkah-langkah kecil untuk menulis sedikit demi sedikit, serta menjadikannya sebagai kebiasaan baru. Hingga kini, kegiatan menulis tetap saya lakukan dalam keseharian saya.


Dalam menulis, saya mengolah pengalaman, mengenali hubungan sebab akibat yang terjadi dan menginterprestasi pengalaman. Dengan menulis, saya lebih clear dalam melihat proses berpikir yang saya miliki, membantu banyak di dalam mengenali pola-pola otomatis yang saya miliki. Saya juga menjadi mengerti kekuatan dan kelemahan, mengenali area pengembangan yang perlu ditingkatkan, serta membantu saya untuk fokus terhadap apa yang bisa saya kontrol dan apa yang perlu saya lakukan.


Telah banyak penelitian tentang manfaat menulis pikiran dan emosi yang muncul dari pengalaman traumatis dan stres. Pada tahun 1980-an, Profesor James Pennebaker, PhD dan rekannya dari University of Texas menemukan bahwa menulis tentang emosi dapat meningkatkan fungsi kekebalan tubuh, menurunkan tekanan darah, menurunkan detak jantung, mengurangi gejala asma dan radang sendi, serta mengurangi gangguan tidur pada pasien kanker metastatis. Penelitian lain juga telah menjabarkan manfaat psikologis dari menulis, seperti menurunnya kecemasan dan berkurangnya beberapa gejala depresi.


Seorang peneliti bernama Smyth, dalam journal of Consulting and Clinical Psychology (Vo.66, No.1) yang diterbitkan pada tahun 1998, mengemukakan bahwa menulis dapat membuat pengaruh, meskipun tingkat perbedaannya tergantung pada individu yang diteliti dan bentuk tulisannya. 

Kunci keefektifan dari menulis terletak pada bagaimana cara individu menginterpretasikan pengalaman mereka, hingga kata-kata yang mereka pilih. Smyth menekankan bahwa jika hanya mengeluarkan emosi (menulis atau berbicara), hal tersebut belum cukup untuk mengatasi stres. Untuk memanfaatkan kekuatan menulis, orang tersebut harus lebih memahami dan belajar dari emosi yang mereka miliki (Murray, 2002).


Namun, ada pula penelitian yang mengemukakan bahwa pada awal seseorang menulis tentang pengalaman traumatisnya, ia dapat mengalami stres dan merasakan ketegangan fisik dan emosional. Tidak semua orang berhasil mengatasi stres yang mereka rasakan di awal dan kemudian bisa saja orang tersebut tidak melanjutkan lagi kegiatan menulisnya. "Dalam menulis, seseorang perlu menemukan makna dari pengalaman traumatis serta merasakan emosi yang terkait dengan pengalamannya."


Dalam menjelaskan fenomena ini, Pennebaker mengemukakan "Orang yang membicarakan hal-hal berulang kali dengan cara yang sama, tidak akan menjadi lebih baik. Harus ada pertumbuhan atau perubahan dalam cara mereka melihat pengalaman mereka."
Pennebaker juga mengakui bahwa beberapa tipe kepribadian kemungkinan merespons lebih baik terhadap kegiatan menulis. Bukti awal menunjukkan bahwa orang yang lebih tertutup cenderung mendapatkan manfaat yang lebih besar dari menulis. Sejumlah faktor lainnya adalah terkait bagaimana kemampuan seseorang mengelola stres, kemampuan regulasi diri dan bagaimana hubungan interpersonal yang mereka miliki.


Blog dan Sosial Media.
Seorang psikoterapis bernama Deborah Serani yang berbasis di New York mengemukakan bahwa ada banyak ilmu yang mendasari penulisan bahasa ekspresif dan jurnal sebagai bagian yang sangat membantu dalam menjaga kesehatan mental. Hal tersebut menjadi salah satu alasan mengapa Serani mendorong kliennya untuk terlibat dalam seni ekspresif, baik itu melalui blogging, jurnalisme, atau mengikuti kelas seni, musik, atau tari. Ia mengemukakan bahwa ia tidak ingin pasien hanya menggunakan sesi konseling untuk memproses apa yang sedang terjadi dalam hidup mereka. Ia merasa perlu adanya suatu perangkat atau cara lain agar klien dapat mengekspresikan diri.


Blogging, salah satu media ekspresi menulis dapat membantu dan memperkuat efek positif di dalam menulis. Anonimitas dalam menulis blog juga bisa membantu beberapa orang. Hal tersebut memungkinkan mereka untuk mengekspresikan diri lebih bebas tanpa khawatir keluarga dan teman-teman mengetahui pikiran mereka.


Tentu saja, blogging bukanlah solusi dari segalanya. Banyak psikolog mengingatkan klien yang memiliki blog bahwa apa yang mereka tulis juga perlu dibahas di ruang terapi. "Media sosial bisa menjadi tambahan yang baik untuk treatment, tetapi tidak menjadi pengganti," kata Stephanie Smith, seorang psikolog klinis di Colorado.


Hal lain yang perlu dipertimbangkan oleh pengguna media sosial adalah bagian komentar, karena beberapa komentar bisa sangat negatif dan menyakitkan. "Komentar negatif tidak dapat dihindari ketika menulis blog, bahkan ada orang yang lalu lalang di blog hanya untuk mencari sesuatu untuk diperdebatkan atau dicemooh," kata Serani. "Hindari merespons, berdebat, atau mencoba membuktikan argumen Anda kepada komentator negatif."


Psikolog juga harus menyadari bahwa beberapa blog dan situs web ada yang mempromosikan perilaku berbahaya, seperti blog pro-anoreksia dan pro-bulimia, atau situs yang mendetailkan cara untuk melakukan upaya menyakiti diri. Smith menambahkan, jika seorang klien mengungkapkan bahwa dirinya memiliki interaksi dengan orang lain secara online dan melakukan pembahasan tentang masalah yang dimilikinya, psikolog dapat menggali lebih lanjut terkait jenis komunikasi yang sedang dijalani oleh klien untuk menentukan apakah interaksi tersebut bersifat mendukung atau malah berpengaruh negatif.


Daftar Referensi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun