Tentu saja, blogging bukanlah solusi dari segalanya. Banyak psikolog mengingatkan klien yang memiliki blog bahwa apa yang mereka tulis juga perlu dibahas di ruang terapi. "Media sosial bisa menjadi tambahan yang baik untuk treatment, tetapi tidak menjadi pengganti," kata Stephanie Smith, seorang psikolog klinis di Colorado.
Hal lain yang perlu dipertimbangkan oleh pengguna media sosial adalah bagian komentar, karena beberapa komentar bisa sangat negatif dan menyakitkan. "Komentar negatif tidak dapat dihindari ketika menulis blog, bahkan ada orang yang lalu lalang di blog hanya untuk mencari sesuatu untuk diperdebatkan atau dicemooh," kata Serani. "Hindari merespons, berdebat, atau mencoba membuktikan argumen Anda kepada komentator negatif."
Psikolog juga harus menyadari bahwa beberapa blog dan situs web ada yang mempromosikan perilaku berbahaya, seperti blog pro-anoreksia dan pro-bulimia, atau situs yang mendetailkan cara untuk melakukan upaya menyakiti diri. Smith menambahkan, jika seorang klien mengungkapkan bahwa dirinya memiliki interaksi dengan orang lain secara online dan melakukan pembahasan tentang masalah yang dimilikinya, psikolog dapat menggali lebih lanjut terkait jenis komunikasi yang sedang dijalani oleh klien untuk menentukan apakah interaksi tersebut bersifat mendukung atau malah berpengaruh negatif.
Daftar Referensi
- Novetney, A (2014). Blogging for Mental Health. American Psychological Association. https://www.apa.org/monitor/2014/06/blogging
- Murray, B (2002). Writing to Heal. American Psychological Association. https://www.apa.org/monitor/jun02/writing
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H