Mohon tunggu...
Annisa Qoulans
Annisa Qoulans Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Pendidikan Sosiologi-Antropologi

Mahasiswa Pendidikan Sosiologi Antropologi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Perempuan, Dapur, dan Hegemoni yang Tiada Henti

17 Oktober 2021   15:20 Diperbarui: 17 Oktober 2021   15:25 279
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hak seseorang dalam memperoleh pendidikan disebutkan dengan jelas di dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 31 Ayat 1 yang berbunyi "Setiap warga negara berhak untuk mendapatkan pendidikan." 

Namun, sampai saat ini perempuan masih mengalami ketimpangan dan ketidakadilan gender dalam bidang pendidikan. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan masih adanya pola pikir tradisional yang mengatakan bahwa perempuan tidak perlu memiliki pendidikan yang tinggi, karena kehidupan kaum perempuan hanya sebatas mengurus keperluan rumah saja. 

Ada juga yang berpikiran bahwa pendidikan tinggi akan membuat perempuan sulit untuk mendapatkan jodoh, karena akan membuat pihak laki-laki minder. 

Bahkan orangtua yang seharusnya menjadi faktor pendukung malah menjadi faktor penghambat bagi perempuan untuk mendapatkan pendidikan tinggi. 

Terdapat orangtua yang tidak memprioritaskan pendidikan bagi anak perempuannya, karena mereka lebih mendukung anak perempuannya untuk bekerja setelah lulus sekolah, bahkan menikah saja. 

Pemikiran orangtua tersebut juga didukung dengan realitas di lapangan mengenai banyaknya sarjana yang masih menganggur setelah menyelesaikan studinya.

Jika melihat ke dalam budaya Jawa, perempuan diharuskan memiliki kemampuan untuk Macak, Manak, dan Masak yang biasa dikenal dengan istilah 3M. 

Macak mengharuskan seorang perempuan untuk memiliki kemampuan dalam mempercantik dirinya sendiri, entah dalam hal berdandan maupun berpakaian. Hal tersebut merupakan sebagai bukti dalam melayani suami. 

Selanjutnya ada Manak yang dapat diartikan sebagai mengandung, menyusui hingga mendidik anak. Manak berkaitan dengan macak, karena macak itulah yang menjadi alat untuk menarik perhatian dari laki-laki atau suami. 

Lalu masak yang diartikan dengan segala kegiatan di dapur. Kegiatan di dapur yang dimaksud bukan hanya dalam menyajikan makanan dan minuman, namun juga mengatur anggaran belanja rumah tangga dengan baik dan bijak. Budaya Jawa beranggapan bahwa tiga hal ini merupakan perwujudan dari seorang perempuan yang berbakti kepada suami.

Selain itu, ada juga pola pikir tradisional yang beranggapan bahwa perempuan kodratnya di dapur saja. Jika dilihat dari pengertiannya, kodrat merupakan sesuatu yang berasal dari Tuhan dan hal tersebut tidak dapat diubah oleh siapapun. 

Sesuatu yang tidak dapat diubah atau bisa disebut kodrat itu contohnya seperti melahirkan, menyusui, menstruasi, dan lain sebagainya. 

Jadi, kodrat perempuan hanya di dapur merupakan pemikiran masyarakat yang salah kaprah, karena sebenarnya hal tersebut dapat diubah. Jadi seorang perempuan yang memilih untuk bekerja bukanlah perempuan yang menyalahi kodrat. 

Hal yang dapat membuktikan bahwa kodrat perempuan bukan hanya didapur saja adalah pendidikan setinggi-tingginya.

Orang yang beranggapan kodrat perempuan hanya di dapur saja, meyakini tiga hal. 

Yang pertama, si perempuan akan menikah dengan seseorang yang dapat memberikan sebuah 'dapur'. Apabila anggapan tersebut sudah terealisasikan, muncul anggapan yang kedua yaitu dapur tersebut akan selamanya dimiliki oleh si perempuan, dengan kata lain pernikahan tersebut abadi atau tidak akan bercerai. 

Lalu ada anggapan ketiga yaitu dapur tersebut akan selalu menyala, yang artinya suami dari si perempuan tersebut akan selalu mampu dalam memberi nafkah dan mencukupi kebutuhan rumah tangganya.

Pola pikir primitf seperti contoh tadi, tidak akan muncul apabila kita memiliki prinsip bahwasannya di dalam hidup tidak ada yang pasti. Pendidikan tinggi bagi kaum perempuan mempunyai banyak sekali manfaatnya. 

Bayangkan saja ketika setelah menikah nanti, suami berselingkuh dengan perempuan yang lebih cantik dan lebih muda. Lalu sang suami ingin menceraikannya. 

Pendidikan dapat menjadi bekal si perempuan untuk melanjutkan hidupnya. Si perempuan masih bisa melanjutkan hidupnya dengan mandiri, bukan mengemis dan meminta belas kasihan dari suami untuk tetap berada disampingnya. 

Perempuan yang membekali dirinya dengan pendidikan, mempunyai rasa kemandirian sebagai rencana cadangan. Ia tidak melihat sekolah atau pendidikan sebagai suatu periode yang harus ada di dalam hidup tetapi sebagai suatu bekal jika situasi menjadikan si perempuan untuk hidup mandiri.

Kemudian apabila kita beranggapan si perempuan diberkahi dengan suami yang setia. Namun suatu ketika, sang suami mengalami kecelakaan atau memiliki penyakit parah yang membuat ia tidak mampu untuk bekerja lagi. 

Perempuan yang dibekali dengan pendidikan dan sudah memiliki rencana cadangan tadi, dapat menyelamatkan ekonomi keluarga atau menggantikan sang suami untuk menjadi tulang punggung keluarga. 

Jadi, ketika suatu kondisi memaksa perempuan untuk menjadi tulang punggung, ia akan selangkah lebih siap daripada perempuan yang tidak dibekali dengan pendidikan yang cukup.

Tak hanya itu, bagaimana jika kita beranggapan bahwa si perempuan mendapatkan suami yang setia, sehat, pekerja keras, dan segalanya sempurna. Kelak perempuan akan menjadi seorang ibu. 

Sosialisasi dan pendidikan pertama seorang anak adalah keluarganya. Anak akan lebih sering berinteraksi dengan ibu. Jadi, ibu berperan penting dalam perkembangan anak. Ibu yang berkualitas akan menghasilkan anak yang cerdas.

Jadi kesimpulannya, pendidikan merupakan hal yang sangat penting untuk perempuan. Pemikiran yang menyatakan bahwa perempuan kodratnya hanya di dapur saja merupakan pemikiran yang sangat primitif. 

Bagaimana negeri ini bisa maju, jika pikiranmu terbelenggu. Ketahuilah bahwa pendidikan yang baik akan memberikan efek positif ke aspek yang lain. 

Perempuan juga memiliki hak dalam mendapatkan pendidikan yang layak. Untuk perempuan-perempuan hebat di luar sana, jangan menggantungkan hidup kalian pada laki-laki dan berdirilah dengan kaki kalian sendiri. Tunjukkan bahwa derajat kita sama dan kita menentang didiskriminasi.

PROFIL PENULIS

Annisa Qoulan Sadida merupakan seorang mahasiswa Universitas Sebelas Maret Jurusan Pendidikan Sosiologi Antropologi yang lahir di Surakarta, 06 Januari 2003. Annisa memiliki kegemaran membaca buku. Whatsapp: +6285601960701, Surel: annisaqoulans@student.uns.ac.id

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun