* Prasasti Kedukan Bukit merupakan salah satu bukti penting untuk memahami identitas dan kesinambungan budaya di wilayah Nusantara.
* Keberadaan prasasti ini menunjukkan adanya tradisi penulisan dan dokumentasi sejarah yang berkembang di kawasan ini pada masa lalu.
Metode Penelitian:
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah historis dimana melalui telaah pustaka dalam bentuk buku dan jurnal, dalam penulisan sebuah penelitian dibutuhkan adanya metode sebagai proses dan prosedur yang ditempuh untuk memperoleh sesuatu keabsahan dalam penelitian. Metode penelitian bertujuan untuk menjawab masalah-masalah yang dihadapi dalam penelitian. Metode penelitian yang digunakan penulis adalah metode penelitian sejarah dengan empat tahapan proses penelitiannya.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian sejarah yakni Heuristik yang merupakan tahap pengumpulan sumber. Metode yang kedua adalah Kritik dilakukan terhadap bahan materi (eksternal) sumber maupun terhadap substansi (isi) sumber. Metode selanjutnya adalah Interpretasi yang digunakan untuk menganalisis keterkaitan antar fakta- fakta sejarah tersebut untuk dapat diceritakan secara sistematis sesuai dengan tema dan sistematika penulisan. Metode yang terakhir digunakan adalah Historiografi yaitu tahap penulisan sejarah.
Hasil dan Pembahasan:
Berdasarkan sebaran tinggal arkeologi yang semasa dengan priode kerajaan sriwijaya yaitu abad ke-17 s.d abad ke-13 M, luas kerajaan ini menyebar ke seluruh bagian pulau sumatra terutama di bagian wilayah pantai timur Sumatra hingga Barus dibagian barat laut. Di wilayah Sumatra bagian selatan lokasi sebaran tinggalan arkeologis tidak saja terdapat di sekitar kota Palembang tetapi juga hampir di sepanjang aliran Sungai Musi dan Ogan Ulu hingga di wilayah pantai timur dan Pulau Bangka.
Dapunta Hyang sebagai sang penguasa dan pemimpin wilayah sriwijaya akan membuat pemerintahannya jaya dengan membangun berbagai sarana dan prasarana yang menunjang kehidupan masyarakat dalam bidang sosial, agama, dan ekonomi, walaupun wujud pembangunan yang pernah ada ini beberapa tidak diketahui rupanya namun diyakini sebagai sebuah kebenaran dengan adanya bukti yang terpahat dialam prasasti-prasasti Sriwijaya.
Prasasti menandakan berakhirnya masa pra sejarah dan bermunculanya masa sejarah. Masa dimana sebagian masyarakat saat itu mulai dapat menulis dan membaca, dengan adanya prasasti-prasasti ini dapat kita ketahui kondisi dan corak kehidupan pada masa itu. Kedatukan Sriwijaya dipercaya berdiri tahun 682 M di daerah Palembang (Bukit Siguntang) dengan rajanya yang bernama Dapunta Hiyang Siddharyatra, hal ini dijelaskan dalam prasasti Kedukan Bukit yang bertanggal 11 bulan wisak tahun 604 (682 M).
Berikut ini adalah bunyi dari prasasti Kedukan Bukit:
(1). Svati, Shri. Shaka Varsatita 604 ekadashi shu-;
(2) Klapaksa vulan vaisakha dapunta hyang nayik di;
(3) samvan mangalap siddhayatra di saptami shuklapaksa; (4) vulan iyestha dapunta hyang marlapas dari minanga;
(4) tamvan mamava yang vala dua laksa danan kosha;
(5) dua ratus shara di samvan, danan jalan sarivu;
(6) tlu ratus sapulu dua vanyaknya, datam di Mukha Upang; (9) sukhcitta. Di panshami suklapaksa vulan........
(10) Asadalghu mudita datang marvuat wanua .....
(11) Sriwijaya jayasiddhayatra subhiksa.......
Apabila diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia memiliki arti kurang lebih sebagai berikut:
(1) Bahagia, sukses. Tahun Saka berlalu 604 hari kesebelas;
(2) paroterang bulan Waisak, Dapunta Hyang naik di;
(3) perahu melakukan perjalanan suci. Di hari ketujuh paroterang;
(4) bulan Iyestha, Dapunta Hyang berlepas dari Minanga;
(5) tambahan membawa bala (tentara) dua laksa dengan perbekalan dua ratus peti; (6) di perahu, dengan berjalan seribu;
(7) tiga ratus dua belas banyaknya, datang di Muka Upang;
(8) bersukacita. Di hari kelima paroterang bulan ....
(9) Dengan lega gembira datang membuat kota / kerajaan .......
(10) Sriwijaya jaya, perjalanan suci berlangsung sempurna.
Sriwijaya bukan hanya terkenal sebagai kerajaan maritim tapi juga sebagai pusat pendidikan dan kegiatan agama buddha, keberadaan prasasti serta arca membuktikan hal ini. Selain itu, didukung oleh kisah perjalanan I-Tsing pada abad 8 M yang singgah di Sriwijaya dan dalam bukunya ia menyarankan sebelum bertolak ke India untuk belajar Buddha akan lebih baik untuk mempelajarinya terlebih dahulu di Sriwijaya. Hal ini terlihat dari kedatangan pendeta dari Tibet bernama Atisa di Sriwijaya pada abad XI Masehi yang bertujuan untuk belajar agama buddha. Dengan menjadi pusat kegiatan agama buddha tentu dibangun arca- arca dan candi-candi seperti yang terdapat di situs Bumiayu di Sumatra Selatan dan Candi Muaro Jambi di Jambi yang berasal dari sekitar abad ke 9-12 M tersebut Menggunakan batubata sebagai bahan bangunan utama.
Pada zaman Sriwijaya menjadi sasaran bangsa-bangsa lain untuk menguasai kedudukannya yang strategis dalam perniagaan di daerah penghubung Negeri Barat dengan Timur dekat (Cina) itu. Selain letaknya yang strategis , daerah ini menghasilkan komoditas penting, seperti lada dan hasil hutan misalnya rotan, kayu, gading gajah dan cula badak. Banyaknya ekspedisi (serangan melalui laut) kerajaan lain di Asia Selatan yang menyerang Sriwijaya, membawa pengaruh buruk bagi kekuasaan Sriwijaya. Operasi para bajak laut yang pada waktu itu terbatas karena dijaga kapal-kapal perang kedatukan juga berupaya keras untuk melawannya.
Pada 1023, Raja Cola, India Muka, bernama Rajendra Coladewa (keponakan Datuk Sriwijaya sendiri) dalam ekspedisi pertamanya menyerang Sriwijaya, menceritakan bahwa kota Palembang mempunyai tiga lapis gapura (pintu masuk), indah (permata keindahan), permai (harta keemasan), dan kuat (pertahanan). Pintu terakhir ini dijuluki Widhya Dharma Terama. Dalam prasasti Tanjore (1030 M) menulis bahwa ibukota berpagar (walled capital city) Palembang terbuat dari batubata dan panjang pagar puluhan li. (10 li = 3 mil = 51/2 Kilometer). "Kedatukan membuat tembok tinggi yang kekar dengan garis lingkaran puluhan li mengelilingi ibukotanya.
Dari sinilah dapat dilihat bahwa pertahanan wilayah sangat penting untuk keamanan suatu negara, Sriwijaya sebagai kerajaan yang besar membangun pertahanan wilayahnya dengan membentuk armada laut yang besar untuk melindungi dan menjaga kekuasaan di wilayahnya, selain itu dibuat juga tembok dan benteng di pusat kerajaan untuk menghalang serangan musuh dan mengawasi daerah sekitarnya.
Kesimpulan:
Dapat disimpulkan bahwa Prasasti Kedukan Bukit merupakan salah satu peninggalan sejarah yang penting dari Kerajaan Sriwijaya, kerajaan maritim besar di Asia Tenggara pada abad ke-7 Masehi. Prasasti ini memberikan informasi berharga tentang awal perkembangan Kerajaan Sriwijaya, terutama terkait dengan ekspedisi militer yang dipimpin oleh Dapunta Hyang Sri Jayanasa pada tahun 682 Masehi. Hal ini menunjukkan Sriwijaya sebagai kekuatan politik dan militer yang diperhitungkan di kawasan pada masa itu. Analisis teks dan konteks historis prasasti Kedukan Bukit mengungkapkan peran penting Kerajaan Sriwijaya dalam perdagangan maritim dan hubungan politik di Asia Tenggara abad ke-7 Masehi. Prasasti ini juga memiliki implikasi budaya yang penting, seperti perkembangan tradisi literasi dalam bahasa dan aksara Melayu Kuno, serta sistem kepercayaan dan konsep kekuasaan "dewa- raja" pada masa Kerajaan Sriwijaya. Secara keseluruhan, prasasti Kedukan Bukit merupakan sumber sejarah yang penting untuk memahami peran dan pengaruh Kerajaan Sriwijaya dalam konteks sejarah dan kebudayaan Nusantara pada abad ke-7 Masehi.
Daftar Pustaka:
Coedes, George. (1968). Negara-negara Indian di Asia Tenggara. Pers Universitas Hawaii.
Miksic, John N. (2007). Kebudayaan Mesolitik dan Neolitik Indonesia dan Malaysia. Pers Universitas Cambridge.
Munoz, Paul Michel. (2006). Kerajaan Awal Kepulauan Indonesia dan Semenanjung Malaya. Edisi Didier Millet
Soekmono, R. (1988). Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 1. Kanisius.
Wolters, OW (1999). Sejarah, Budaya, dan Wilayah dalam Perspektif Asia Tenggara. Institut Studi Asia Tenggara.
Rezeki, W. (2020). Pembangunan Pada Masa Kedatukan Sriwijaya. Khazanah Jurnal Sejarah Dan Kebudayaan Islam, 10(1), 61-68.
Satria, M. H. Y., Saputra, A. K., & Aziz, H. A. (2022). Corak Kehidupan Pada Masa Kerajaan Sriwijaya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H