Mandiri Jogja Marathon baru saja selesai menghelat sebuah event besar. Ajang lari marathon ini terbagi ke dalam empat nomor yakni nomor 5K, 10K, half marathon 21 K, dan full marathon sejauh 42 K. Masing-masing kategori tersebut terbagi ke dalam kategori Male Open, Female Open, Male National, dan Female National.
Pertama kali dilaksanakan pada 2017, kegiatan ini sudah mendapat respon yang sangat baik dari masyarakat.
Beberapa tokoh nasional juga turut meramaikan ajang ini seperti Menteri Rini Soemarno dan Direktur Taman Wisata Borobudur yang menjadi peserta lari pada pelaksanaan Mandiri Jogmar di tahun 2018. Tercatat sebanyak 8000 peserta yang terdaftar pada tahun tersebut.
Untuk tahun 2019 sendiri, jumlah peserta dibatasi hanya sebanyak 7500 peserta saja untuk alasan kenyamanan bagi peserta lomba. Pelaksanaan lomba teratur terdapat station water yang cukup, tenda medis, dan tersedia pengamanan.
Dari 7500 peserta tersebut sebesar 85% diantaranya berasal dari luar Yogyakarta termasuk mancanegara. Ajang ini diikuti oleh siapaun yang menyukai  olahraga lari dan ingin menantang diri sendiri untuk menyelesaikan trek.
Yogyakarta sebagai lokasi pelaksanaan ajang Marathon ini dikenal sebagai tempat yang memiliki banyak keistimewaan. Keistimewaan tersebut dipadukan dengan ajang Mandiri Jogja Marathon sehingga menambah daya tarik perlombaan.
Rute lomba yang dirancang melewati kompleks candi prambanan, monumen taruna, dan pedesaan menjadikan ajang ini lebih dari sekedar lomba karena memberikan pengalaman untuk menikmati sejarah, budaya, sekaligus pemandangan alam dalam satu waktu.
Rute dan pemandangan yang ditawarkan menjadikannya berbeda dibandingkan dengan perlombaan Marathon lainnya yang dilaksanakan di pusat kota dan hanya menyajikan pemandangan khas perkotaan modern saja.
Nah, sambil mengikuti ajang tahunan Internasional Mandiri Jogja Marathon, ayo cari tahu apa saja keistimewaan Yogyakarta mulai dari segi historis, kesenian, budaya, dan keindahan alamnya.
Kaya Akan Peninggalan Sejarah dan Arkeologi
Terdapat banyak peninggalan kebudayaan dari zaman kerajaan Mataram Kuno yang ditemukan di kota Yogyakarta. Misalnya saja candi Prambanan, candi Sewu, candi Plaosan, dan lainnya.
Mengikuti ajang lari Mandiri JogMar kita akan mendapat kesempatan untuk melihat sendiri situs-situs bersejarah tersebut.
Titik mulai perlombaan berada di lapangan utama Roro jonggrang. Lapangan utama Roro Jonggrang ini terletak di dalam kawasan candi Prambanan.
Pada KM 37-39 peserta akan melintasi Candi Plaosan Lor dan Candi Plaosan Kidul atau biasa disebut Candi Kembar.
Candi ini merupakan candi peninggalan kerajaan Mataram. Dibangun pada awal abad ke 9 masehi di masa kekuasaan Rakai Pikatan sebagai perwujudan rasa cintanya pada istrinya.
Candi ini dipercaya sebagai simbol yang menggambarkan toleransi antar pemeluk agama Buddha dan pemeluk agama Hindu yang hidup berdampingan dengan harmonis pada masa kekuasaan Rakai Pikatan.
Selanjutnya pada KM 40, peserta akan melewati Candi Sewu dan Candi Bubrah.
Candi Sewu juga merupakan peninggalan kerajaan Mataram yang dibangun sekitar abad ke 8 di masa kekuasaan Rakai Panangkaran, dibangun lebih awal daripada candi Plaosan.
Salah satu kisah menarik yang diceritakan oleh gambar relief pada candi Sewu adalah mitos mengenai pohon ajaib bernama Kalpawrksa yang dapat memenuhi permintaan manusia .
Candi ini merupakan candi Buddha dan menjadi pusat kegiatan agama Buddha di zaman kerajaan Mataram.
Sama halnya dengan candi Sewu, Candi Bubrah juga dibangun pada abad ke 8 Masehi dan bercorak agama Buddha, terbukti dengan ditemukannya arca Buddha di candi ini.
Candi Bubrah ditemukan dalam keadaan yang sudah runtuh dan hanya menyisakan bagian kaki candi. Relief pada candi Bubrah merupakan relief sederhana menggambarkan Kalamakara, sosok pengusir roh-roh jahat.
Yang terakhir, candi Prambanan, yang  merupakan titik finish bagi para pelari. Candi yang megah dan indah. Candi ini telah ditetapkan oleh UNESCO sebagai situs warisan dunia.
Candi Prambanan dibangun pada abad ke 9 Masehi di masa kekuasaan Raja Balitung Maha Sambu. Candi ini merupakan candi Hindu yang dibangun sebagai bentuk penyembahan terhadap Dewa Siwa.
Relief Prambanan merupakan gambaran yang menceritakan epos Hindu Ramayana dan Shinta. Dimana Shinta, istri Ramayana diculik oleh Rahmana. Ramayana mendapat bantuan kera Hanuman untuk mencari Shinta.
Terdapat beberapa candi lain peninggalan Mataram Kuno yang terletak di Yogyakarta seperti Candi Kalasan, Candi Sambisari, Candi Sari, Candi Kedulan, Candi Morangan di dekat Merapi, Candi Ijo, dan Candi Barong,
Selain mengunjungi situs bersejarah peninggalan zaman kerajaan, di KM 26 peserta diajak untuk melihat monumen yang menjadi saksi perjuangan pasca kemerdekaan yakni Monumen Perjuangan Taruna atau sering disebut Monumen Plataran.
Monumen ini adalah monumen peringatan untuk mengenang tewasnya anggota Akademi Militer Yogyakarta sebanyak 8 orang pada serangan Agresi Militer Belanda II di tahun 1949.
Agresi tersebut merupakan bentuk penyerangan yang dilakukan tentara NICA terhadap ibukota yang dipindahkan sementara ke Yogyakarta.
Sebagaimana kita ketahui, pada 1947 ibukota pernah dipindahkan dari Jakarta ke Yogyakarta karena di Jakarta terjadi kekacauan di mana-mana akibat serangan tentara Belanda yang masih berhasrat menguasai Indonesia.
Melihat keadaan tersebut, Sultan HB IX dan Paku Alam VIII menawarkan agar ibukota dipindahkan sementara agar pemerintahan tetap dapat menjalankan fungsinya. Kasultanan Yogyakarta bahkan menggunakan dana dari kas Kraton untuk menanggung biaya operasional pemindahan ibukota.
Pemandangan Alam yang Mengesankan
Di KM 13 hingga KM 15 peserta akan melintasi jalur di dekat gunung Merapi. Gunung setinggi 2930 meter ini merupakan salah satu gunung berapi teraktif di Indonesia. Lereng sisi selatannya termasuk ke wilayah Sleman, Yogyakarta dan sisanya termasuk ke dalam wilayah Magelang, Jawa Tengah.
Rute jalur yang dilalui para peserta Marathon berupa areal persawahan juga menjadi pemandangan alam yang memanjakan mata untuk dinikmati.
Kota Seni dan Budaya
Keistimewaan Yogyakarta yang berikutnya terletak pada kesenian dan kebudayaan yang eksis di sini. Budaya masa lalu dan masa kini tumpang tindih dan masih dapat dinikmati hingga sekarang.
Terdapat budaya peninggalan masa lalu yang masih dijalankan oleh masyarakat dan pihak Kraton Yogyakarta hingga sekarang seperti upacara adat Kraton.
Beberapa upacara adat tersebut diantaranya adalah upacara sekaten dalam rangka memperingati Maulid Nabi. Upacara ini dilaksanakan di alun-alun utara Surakarta dan Yogyakarta setiap tanggal 5 Rabiul Awal. Upacara Sekaten dulunya digunakan oleh Sultan HB I untuk menyebarkan agama islam kepada rakyatnya.
Upacara berupa kirab (march) para abdi dalem (punggawa keraton) yang diiringi permainan dua set gamelan. Iring-iringan berjalan dari pendapa Ponconiti menuju masjid Agung di alun-alun utara dikawal prajurit keraton. Iring-iringan seperti ini bukan hanya menarik minat wisatawan domestik tapi juga mancanegara.
Acara puncak upacara sekaten adalah Grebeg Muludan yang dilaksanakan pada tanggal 12 Rabiul Awal pagi hari dengan kirab atau iring-iringan yang membawa gunungan yang dibagikan kepada rakyat.
Upacara adat lainnya yang sayang untuk dilewatkan adalah Upacara Siraman Pusaka. Upacara ini merupakan upacara adat Kraton Yogyakarta untuk membersihkan semua benda pusaka milik Kraton. Diadakan setiap bulan Suro pada hari Jum'at Kliwon atau Selasa Kliwon selama 2 hari dilaksanakan sejak pagi.
Dan masih banyak lagi upacara adat lainnya yang hingga kini dilaksanakan oleh pihak Kraton.
Berbicara mengenai kesenian Yogyakarta, corak kesenian Yogyakarta dapat dilihat dalam bentuk Seni Pertunjukan, Seni Rupa, Seni Musik
Seni Rupa yang khas dari Yogyakarta adalah batik. Batik yang paling terkenal adalah batik Geriloyo. Batik ini dihasilkan oleh pengrajin batik dari desa Geriloyo yang punya sejarah panjang sebagai pengrajin batik keluarga Keratonan Yogyakarta.
Seni pertunjukan diantaranya pertunjukan sendratari Ramayana, sebuah pertunjukan tari yang menceritakan kisah Ramayana dilaksanakan setiap hari selasa di kawasan Candi Prambanan. Kemudian ada seni Karawitan, sebuah pertunjukan musik pesinden instrumen gamelan.
Seni pertunjukan tersebut bernuansa masa lalu. Adapun pertunjukan yang terkesan lebih masa kini bisa dinikmati dan dijumpai pada pertunjukan seniman jalanan di sepanjang jalan Malioboro. Ini yang membuat Yogyakarta menonjol sebagai kota seni dan budaya.
Para seniman jalanan membentuk kelompok musik yang terdiri dari tujuh hingga sembilan orang untuk menampilkan pertunjukan musik. Seringkali alat musik yang digunakan merupakan alat musik tradisional seperti angklung dan gamelan.
Setelah mengenal nilai-nilai keistimewaan Yogyakarta di atas, sayang rasanya kalau melewatkan ajang Mandiri Jogja Marathon yang akan datang.
Selain menonjolkan keistimewaan Yogyakarta, pelaksanaan ajang Mandiri Jogja itu sendiri juga terbilang cukup baik. Prasarana berupa tenda medis, water station, marka jalan, dan pengamanan terbilang lengkap.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H