Apa itu bonus demografi?
Mungkin beberapa dari Anda ada yang bertanya-tanya, makhluk seperti apakah Bonus Demografi itu? Hehe...Hal ini juga sempat ditanyakan oleh kompasianer kepada BKKBN saat acara Kompasiana Nangkring Bersama BKKBN pada Rabu, 8 Juli 2015 lalu yang bertempat di Hotel Santika Serpong BSD City Tangerang Selatan.
Dijelaskan oleh Bapak Dr. Abidinsyah Siregar Deputi Adpin BKKBN Pusat, bonus demografi adalah suatu kondisi dimana jumlah penduduk usia produktif (15 tahun - 64 tahun) di suatu wilayah atau negara lebih besar dari jumlah penduduk usia tidak produktif (kurang dari 14 tahun dan diatas 65 tahun).
Artinya, proporsi penduduk yang produktif (yang bekerja/angkatan kerja) lebih besar dari yang tidak produktif (tidak bekerja), sehingga tingkat kebergantungan penduduk tidak produktif (anak-anak dan lansia) kepada penduduk yang produktif menjadi sangat rendah, karena minimal setiap keluarga bisa mengayomi/membantu keluarganya sendiri dan pada ujungnya negara bisa saving devisa banyak jika kondisi ini berlanjut.
Jadi bisa kita simpulkan bahwa bonus demografi adalah ledakan penduduk usia kerja dalam struktur umur masyarakat di suatu wilayah atau negara. Saat ini Indonesia mengalami bonus demografi, hal ini dikarenakan proses transisi demografi yang berkembang sejak beberapa tahun lalu yang dipercepat dengan keberhasilan program KB menurunkan tingkat fertilitas dan meningkatnya kualitas kesehatan serta suksesnya program-program pembangunan lainnya.
Nah, apa implikasinya jika terjadi ledakan penduduk usia kerja/usia produktif ini di masyarakat? Tentu saja ini merupakan suatu berkah sebab dengan melimpahnya jumlah penduduk usia kerja akan menguntungkan dari sisi pembangunan sehingga dapat memacu pertumbuhan ekonomi Indonesia dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.
Bonus demografi menjadi anugerah jika usia produktif ini berkualitas dan terserap lapangan kerja sehingga punya tabungan yang dapat digunakan untuk investasi pembangunan ekonomi jangka panjang. Namun, berkah ini bisa berbalik menjadi musibah, jika usia produktif ini tidak berkualitas dan tidak berproduktivitas.
Bonus demografi ini bisa menjadi bencana dan berakibat fatal jika tidak dipersiapkan dengan baik kedatangannya sehingga dapat menjadi beban negara. Ingat, if you fail to plan, that same with you plan to fail (jika kamu gagal dalam merencanakan sama saja berarti kamu merencanakan untuk gagal).
Salah satu masalah yang terpampang nyata adalah ketersediaan lapangan pekerjaan. Apakah negara kita mampu menyediakan lapangan pekerjaan untuk mencapai penduduk usia kerja yang diperkirakan jumlahnya mencapai 70 % dari total penduduk Indonesia di tahun 2020-2030.
Kalau pun lapangan kerjanya ada, pertanyaan berikutnya yang muncul mampukah penduduk usia produktif yang melimpah itu bersaing di dunia kerja dan pasar internasional? Jawaban pertanyaan ini tentunya sangat terkait dengan kualitas sumber daya manusia (SDM) di Indonesia saat ini. Kualitas SDM erat kaitannya dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development Index (HDI).
Jika kita melihat fakta yang ada, IPM Indonesia terbilang masih rendah. Dari 187 negara di dunia, Indonesia berada di urutan 108. Sedangkan di wilayah ASEAN, Indonesia berada di peringkat 5, di bawah Singapura, Brunei, Malaysia dan Thailand (data bisa dilihat disini). Hal ini menunjukkan masik banyak pekerjaan rumah yang harus kita bereskan demi meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia.
Apa itu Indeks Pembangunan Manusia (biasa disingkat IPM)?
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) mengukur capaian pembangunan manusia berbasis sejumlah komponen dasar kualitas hidup. IPM dibangun melalui pendekatan tiga dimensi dasar sebagai ukuran kualitas hidup. Ketiga dimensi tersebut diantaranya adalah 'umur panjang yang sehat', 'akses terhadap ilmu pengetahuan',dan'standar kehidupan yang layak'.
Ketiga dimensi tersebut memiliki pengertian sangat luas karena terkait banyak faktor. Untuk mengukur dimensi umur panjang dan sehat, digunakan angka harapan hidup saat lahir. Lalu untuk mengukur dimensi akses terhadap ilmu pengetahuan digunakan gabungan indikator angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah.
Adapun untuk mengukur dimensi standar kehidupan yang layak digunakan indikator kemampuan daya beli masyarakat terhadap sejumlah kebutuhan pokok yang dilihat dari rata-rata besarnya pengeluaran per kapita sebagai pendekatan pendapatan yang mewakili capaian pembangunan untuk hidup layak.
Untuk memanfaatkan bonus demografi dengan baik, saya kira dibutuhkan kepemimpinan yang mumpuni disertai terobosan visioner yang perlu dilakukan oleh pemerintah guna meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia. Dengan begitu, Indonesia akan bisa bersaing secara sehat dengan negara lain.
Salah satu yang mesti diperhatikan adalah menerapkan sistem pendidikan yang mampu menjawab tantangan zaman (knowledgedanskill) sekaligus memperkuat karakter bangsa (attitude), galakkan wajib belajar minimal 12 tahun yang disertai dengan pemberian keterampilan sehingga nantinya mereka tidak hanya bergantung kepada ketersediaan lapangan pekerjaan tapi mampu menciptakan lapangan pekerjaan itu sendiri, penuhi ketersediaan tenaga pendidik yang berkualitas dan fasilitas pendidikan yang merata diseluruh pelosok daerah. Sebab pendidikan, penguasaan IPTEK, dan pengembangan sumber daya manusia yang berkarakter merupakan investasi jangka panjang yang menjadi kunci utama kemajuan suatu bangsa.
Dalam hal ekonomi, pemerintah juga harus mampu menjaga aset-aset negara sehingga tidak banyak yang dikuasai asing sehingga pada ujungnya bisa memberikan lapangan kerja dan akses ekonomi yang luas kepada rakyat yang dipimpinnya.
Kemudian dari segi kesehatan, pemerintah harus berkomitmen untuk meningkatkan akses pelayanan kesehatan dan meningkatkan kualitas layanan kesehatan sehingga mampu mencapai goal MDGs (Milennium Development Goals) yang berakhir pada akhir 2015 ini (terutama yang berkaitan dengan kesehatan yaitu menurunkan angka kematian anak, meningkatkan kesehatan ibu, serta memerangi HIV/AIDS, malaria dan penyakit menular lainnya) kemudian selanjutnya disambung lagi dengan goal SDGs (Sustainable Development Goals).
Dengan masyarakat yang sehat, maka mereka bisa belajar dengan lebih baik dan bekerja dengan lebih baik, sehingga kesejahteraan masyarakat yang merupakan muara dari keseluruhan cita menjadi sebuah keniscayaan. Tentu kita sebagai masyarakat juga harus menjadi pendukung utama program-program pemerintah yang berfokus pada pembangunan kualitas manusia.
Kita sebagai bagian dari masyarakat Indonesia harus sadar benar pentingnya arti pendidikan, kesehatan dan aspek-aspek yang dapat mengembangkan kualitas manusia itu sendiri serta mempraktekkannya, minimal bagi diri sendiri dan dalam lingkup keluarga inti kita.
Untuk point kesehatan, yang paling mudah kita bisa melihatnya dari angka harapan hidup. “Di Indonesia rata-rata angka harapan hidupnya adalah di usia 72, bandingkan dengan negara lain seperti Malaysia yang rata-rata angka harapan hidupnya di usia 81, Singapura di usia 83, USA di usia 85, dan Jerman di usia 90.
Namun kini, biasanya di usia 55-65 tahun, banyak juga beberapa orang yang sudah wafat karena penyakit degeneratif. Padahal penelitian dari dunia kedokteran mengungkapkan bahwa usia manusia bisa sampai 100-120 tahun, jika dipersiapkan secara baik, salah satunya adalah dengan mengkonsumsi sayuran dan buah-buahan yang alami”, ujar Bapak Dr. Abidinsyah Siregar Deputi Adpin BKKBN Pusat di tengah acara Kompasiana Nangkring bersama BKKBN pada 8 Juli 2015 lalu.
Beliau menambahkan bahwa di Indonesia, mayoritas penduduknya (sekitar 95 %) jarang mengkonsumsi buah dan sayur, akibatnya meledaklah penyakit kanker dan penyakit degeneratif lainnya. Kemudian, yang melakukan aktivitas fisik (seperti olahraga, membersihkan rumah, menyikat kamar mandi, mencuci mobil/motor,dll) hanya sekitar 20% saja, sisanya 80% cenderung malas bergerak, hanya banyak duduk dan tidur saja.
WHO telah merilis nomor 4 pembunuh terbesar manusia abad ini adalah kebiasaan malas bergerak, tidak melakukan aktivitas fisik yang berarti dan waktu yang dihabiskan sehari-hari relatif hanya duduk saja (baik di kantor ataupun di rumah). Tak heran, ada ungkapan ‘sitting is killing’ (yang kalau diartikan adalah terlalu banyak duduk bisa membunuhmu).
Peran BKKBN Dalam Memberikan Solusi Menghadapi Bonus Demografi
Sebagaimana yang kita ketahui bahwa BKKBN memiliki visi yaitu menjadi lembaga yang handal dan dipercaya dalam mewujudkan penduduk tumbuh seimbang dan keluarga berkualitas. Untuk mencapai visinya tersebut, BKKBN memiliki tiga pilar utama yang menjadi ruh dari setiap program yang dilaksanakan, yaitu pertama kependudukan, kedua KB dan kesehatan reproduksi, serta ketiga pembangunan keluarga.
1] Kependudukan
Dalam Harian Republika Edisi 6 Juni 2015, Kepala BKKBN Bapak Surya Candra Surapaty, mengungkapkan bahwa kemerosotan kualitas generasi penerus bangsa berhubungan dengan krisis dalam institusi keluarga. Beliau menambahkan bahwa maraknya korupsi, narkoba, prostitusi, dan kasus-kasus lain di Indonesia ada hubungannya dengan krisis yang terjadi dalam keluarga. Oleh karena itu, beliau menyambut baik keberadaan Forum Antar Umat Beragama Peduli Keluarga Sejahtera dan Kependudukan (Fapsedu) di tengah-tengah masyarakat. Sehingga diharapkan forum lintas agama ini bisa memberi kontribusi yang positif terhadap perbaikan keluarga Indonesia, khususnya yang melalui jalur pemuka agama.
2] KB dan Kesehatan Reproduksi
KB merupakan bagian dari hak dasar individu dan keluarga. Melalui pelayanan KB maka keluarga memiliki kesempatan untuk merencanakan jumlah dan jarak kelahiran anak.
Perencanaan jumlah penduduk yang baik melalui KB juga memberikan peluang yang lebih besar pada negara untuk mencapai pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development). Dengan jumlah penduduk terencana maka negara lebih mudah melakukan investasi di bidang kualitas penduduk dan pembangunan ekonomi secara lebih berkelanjutan.
3] Pembangunan Keluarga
Konsep pembangunan keluarga yang digagas oleh BKKBN saya kira sudah cukup baik dan mencakup keseluruhan dari balita dan anak (ada program BKB/Bina Keluarga Balita), remaja (ada program BKR/Bina Keluarga Remaja dan GenRe/Generasi Berencana), lansia (ada program BKL/Bina Keluarga Lansia), hingga pemberdayaan ekonomi keluarga (ada program UPPKS/ Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga Sejahtera).
Untuk itu perlu sosialisasi yang baik agar masyarakat lebih paham dan mendukung lebih maksimal dengan menjadi mitra aktif dalam setiap program yang digulirkan oleh BKKBN sehingga diharapkan implementasi program yang sudah bagus ini bisa dilaksanakan secara terarah, simultan dan berkesinambungan.
Kesimpulan
Bangsa yang besar dan kuat tentu harus memiliki perencanaan yang matang, terutama dalam membangun sumber daya manusia berkualitas yang tentunya akan menjadi keuntungan daya saing sebuah bangsa. Bonus demografi yang kini tengah kita alami dan dapat terus kita nikmati hingga 2035 ini bisa diibaratkan pedang bermata dua, bisa menjadi berkah tak terkira (yang biasanya hanya mampir sekali kesempatannya) jika kita mempersiapkannya dengan sebaik mungkin sehingga SDM usia produktif ini berkualitas dan terserap lapangan kerja hingga akhirnya punya tabungan, investasi, dan menambah devisa negara, dan dapat pula menjadi bencana seandainya kualitas SDM tidak dipersiapkan dari sekarang.
Untuk memanfaatkan bonus demografi dengan baik, maka diperlukan kebijakan dan strategi visioner yang bisa diimplementasikan dengan baik. Jika momentum bonus demografi ini dapat kita raih dan manfaatkan dengan baik, bukan mustahil Indonesia bisa menjadi salah satu negara terkuat di dunia dengan masyarakat yang adil dan makmur. Semoga…
Referensi:
http://www.bps.go.id/Subjek/view/id/26
Materi Kompasiana 2015-Deputi Adpin
Materi Pembangunan Keluarga-Deputi KSPK
Artikel Lain Yang Terkait:
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H