Acara Kompasiana Nangkring Bersama BKKBN (Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional) kali ini diadakan di Hotel Santika BSD City Serpong Tangerang Selatan (8/7/2015), dibuka oleh MC cantik dan bersuara empuk yang sudah cukup familiar di kalangan Kompasianer, Mbak Citra. Kemudian dilanjutkan sesi pemaparan materi yang dipandu oleh Moderator, Mbak Wardah Fajri. Sebelum ke inti acara, ia sempat memberikan sedikit intermezzo bahwa semua yang baik berawal dari keluarga. Ia juga menceritakan sekilas tentang kegundahan Kak Seto akan pendidikan di Indonesia dan akhirnya mendorong Kak Seto untuk membuat Home Schooling. Tanpa berpanjang-panjang lagi, akhirnya Mbak Wardah kemudian membacakan profil singkat dari pembicara-pembicara yang berkompeten di bidang keluarga ini.
Pada Nangkring kali ini saya banyak belajar dari ketiga narasumber yang hadir. Pembicara pertama yaitu Ibu Airin Rachmi Diany selaku Walikota Tangerang Selatan sekaligus tuan rumah penyelenggara Harganas (Hari Keluarga Nasional) ke-22. Beliau lahir pada 28 Agustus 1976. Menamatkan masa kuliahnya di Bandung, yaitu S1 Unpar dan S2 Unpad, kemudian memulai karirnya sebagai notaris. Serta aktif membuat kegiatan “Gerakan Ibu Membaca Buat Anak”. Lalu ada pembicara kedua yang tak kalah semangat, sangat gamblang serta lugas dalam menyampaikan materinya, sehingga membuat saya paham apa korelasi dari pengendalian pertumbuhan penduduk dengan kesejahteraan suatu negara. Beliau adalah Deputi Adpin (Advokasi, Penggerakan, dan Informasi) BKKBN Pusat, Bapak Dr. Abidinsyah Siregar yang lahir di Aceh, 25 Mei 1957. Beliau ternyata juga pernah bekerja di Kementerian Kesehatan. Pantas saja ketika sekilas menjelaskan tentang materi yang ada sangkut pautnya dengan kesehatan, terlihat sangat meyakinkan di mata saya (pengalaman itu memang nggak bisa bohong ya..). And last but not least, saya juga banyak belajar tentang dampak masalah kependudukan, langsung dari masternya yang memiliki latar belakang sebagai peneliti. Pria kelahiran Kebumen ini adalah Direktur Analisis Dampak Kependudukan BKKBN Pusat, Bapak Suyono Hadinoto, MSc. yang ternyata baru berulang tahun 1 Juli yang lalu yang ke-60.
Ibu Airin menjelaskan bahwa dengan momentum Harganas yang ke-22 ini bisa dijadikan moment penting dimana kita bisa mengingat dan meninjau ulang kembali makna, peran dan fungsi keluarga (yang kelihatannya agak kabur dewasa ini). Sebagai bagian dari rangkaian Harganas juga akan datang seluruh Bupati dan Gubernur dari kabupaten kota seluruh Indonesia sehingga diharapkan multiplier effect bisa terjadi dalam upaya meningkatkan komitmen Pemerintah dan Pemda tentang pentingnya membangun keluarga Indonesia yang berkualitas, berkarakter, dan sejahtera.
Dari pemaparan Ibu Airin, ternyata rangkaian kegiatan Harganas keren keren banget loh. Acara puncak Harganas ini akan jatuh pada 1 Agustus nanti yang rencananya akan diadakan di Lapangan Sunburst (milik BSD City). Beberapa rangkaian acara Harganas yang sudah dipersiapkan TangSel diantaranya akan ada performance dari Dik Doank, pemberian Kartu Indonesia Pintar, Kartu Indonesia Sehat, Kartu Indonesia Sejahtera oleh Bapak Presiden Jokowi, pemecahan rekor MURI 22 ribu ikrar remaja untuk penundaan usia perkawinan.
Logo Harganas XXII Tahun 2015 [Foto: http://harganas22banten.com/wp-content/uploads/2015/02/Logo-Hari-Keluarga-XXII-Tahun-2015-gold.jpg]
Tak kalah serunya, pada 30 Juli 2015 akan diadakan Pameran dan Gelar Dagang Produk UPPKS, Pameran Pembangunan, Pameran Batu Mulia Nusantara, Pasar Rakyat, Festival Anggrek dan Pengukuhan Pengurus Anggrek Seluruh Indonesia (pantas saja saya temukan ada gambar bunga anggrek yang tersemat cantik mewarnai logo acara Harganas ke-22 ini, ternyata anggrek ini icon kota TangSel tho...), Hiburan Rakyat, Penyerahan Hadiah untuk Juara-Juara Lomba, Bakti Sosial Pelayanan KB (IUD, Implant, Vasektomi, Pap Smear, Khitanan Massal), Festival Palang Pintu, Festival Kuliner, Penampilan Jazz. Lalu pada 31 Juli ada acara Senam Keluarga Indonesia dan Gerak Jalan 5.000 peserta, Pawai Budaya Nusantara, dan Gala Dinner. Bu Airin juga mengharapkan agar Harganas yang diadakan di TangSel ini bisa sukses dalam penyelenggaraannya, sukses dalam prestasinya, sukses juga dalam pengelolaan keuangan, sukses ketika acara puncak, sukses dalam penyambutan tamu yang baik, dan sukses pula dalam pertanggungjawaban anggaran.
Materi kedua dilanjutkan oleh Bapak Dr. Abidinsyah Siregar yang memulai pemaparannya dari konsep keluarga sebagai suatu unit terkecil dari masyarakat, yang bisa saja terdiri dari suami-istri atau ayah-ibu-anak atau bisa juga ayah-anak saja ataupun ibu-anak saja. Namun, untuk menjadi keluarga berkualitas, haruslah diawali dan dibentuk berdasarkan ikatan yang sah. Sah secara hukum, sah secara adat, dan sah secara agama.
Peran keluarga juga sangat penting bagi anak karena merupakan lingkungan pertama dan utama dalam pembinaan tumbuh kembang anak, menanamkan nilai-nilai moral kepada anak, pembentukan kepribadian anak, juga sebagai tempat belajar bagi anak dalam mengenal dirinya sebagai makhluk sosial. Adapun fungsi keluarga mencakup fungsi agama, fungsi sosial budaya, fungsi cinta kasih, fungsi perlindungan, fungsi reproduksi, fungsi sosialisasi dan pendidikan, fungsi ekonomi dan fungsi pembinaan lingkungan.
Pak Abidin juga menjelaskan alasan mengapa orang tua zaman dahulu rata-rata memiliki 10, 9, 8, atau 7 anak dan kemudian hanya jeda 1 generasi hal ini berubah. Kini rata-rata orang tua memiliki 2 orang anak saja. Hal itu dikarenakan dulu di zaman era Presiden Soekarno berkuasa, beliau berkata “untuk menjadi Negara yang besar dan kuat, Indonesia butuh 250 juta penduduk” (padahal saat itu penduduk Indonesia baru sekitar 40 juta orang). Maka saat itu, diberlakukanlah kebijakan yang Pro-Natalis yang mendukung dan mendorong agar setiap keluarga memiliki banyak anak. Namun, jika kita lihat lebih dalam, diantara anak yang dilahirkan itu banyak juga yang meninggal/tidak sempat menginjak usia dewasa serta tidak mendapat akses pendidikan yang cukup.
Setelah era Soekarno berakhir, pemerintahan Indonesia kemudian dipimpin oleh Presiden ke-2 Soeharto. Ia berpikir bagaimana Indonesia bisa sejahtera. Apa yang harus dikerjakan? Karena saat itu urusan Ideologi sudah clear, urusan Republik dan sistem pemerintahan sudah clear di era Soekarno, maka yang dilakukan selanjutnya adalah membangun, agar semua rakyat Indonesia bisa sejahtera. Pak Harto kemudian berkonsultasi dengan Menteri Perencanaan Pembangunan pada saat itu, Bpk. Wijoyo Nitisastro. Pak Wijoyo kemudian memprediksikan bahwa pada tahun 1970, penduduk Indonesia akan mencapai 109 juta, lalu pada tahun 2000 mencapai 285 juta kemudian pada tahun 2010 mencapai 335 juta jiwa. Jelas, terjadi lonjakan pertumbuhan penduduk yang eksponensial.
Hal ini tentu akan berpengaruh kepada daya dukung lingkungan atau carrying capacity, yaitu kemampuan suatu tempat/lingkungan dalam menunjang kehidupan makhluk hidup secara optimum dalam periode waktu yang panjang. Disini ada 2 komponen penting, yaitu daya tampung, bagaimana suasana keleluasaan di suatu lingkungan/daerah dan daya dukung, apakah semua orang bisa mendapatkan akses air yang cukup, sehingga mereka bisa terhindar dari berbagai penyakit. Apakah semua orang bisa mendapatkan akses listrik cukup, sehingga anak-anak mereka bisa cukup penerangan ketika belajar di malam hari. Apakah akses pasar dekat, sehingga semua orang bisa mudah mendapatkan beras, sayur, dan makanan pokok lainnya dengan harga yang wajar. Jika makanan kebutuhan pokok di-supply dari luar daerah semua, maka yang terjadi adalah harga barang tersebut akan menjadi mahal dan akhirnya, pendapatan masyarakat tidak bisa mengejarnya.
Jadi, jika masyarakat belum bisa mendapatkan akses air yang cukup, listrik yang cukup, makanan yang cukup, maka otomatis masyarakat Indonesia yang sejahtera belum tercapai. Oleh karena itu, pada tahun 1970 dijadikanlah milestone berdirinya BKKBN oleh Pak Harto yang identik dengan pasukan baju biru yang naik sepeda biru dan motor biru (kini ada juga mobil biru) untuk blusukan ke pelosok-pelosok demi memberikan penyuluhan dan mensukseskan program-program yang dicanangkan oleh BKKBN (salah satunya adalah program Lingkaran Biru).
Pak Abidin juga menjelaskan secara gamblang gambaran tentang lonjakan pertumbuhan penduduk dunia. Ketika tahun 1000, jumlah penduduk dunia hanya 250 juta saja, dan hanya butuh 800 tahun untuk kemudian menjadi 1 Milyar (di tahun 1800). Selanjutnya, hanya butuh 130 tahun untuk kemudian menjadi 2 Milyar (di tahun 1930). Lalu, untuk bertambah 1 Milyar berikutnya hanya butuh waktu hampir 30 tahun, sehingga penduduk dunia menjadi 3 Milyar (di tahun 1959). Bahkan selanjutnya, hanya perlu 15 tahun untuk mencapai 4 Milyar di tahun 1974. Ini ibarat seperti teori pertumbuhan bakteri, pertumbuhannya eksponensial. Kini di tahun 2015 diperkirakan penduduk dunia sudah mencapai 7,5 Milyar. Jika pertumbuhan penduduk dunia tidak bisa dikendalikan, pasti Anda bisa membayangkan apa dampaknya terhadap carrying capacity atau daya dukung lingkungan.
Idealnya, pertumbuhan penduduk tidak boleh lebih besar daripada pertumbuhan ekonomi, sehingga ada jeda. Jadi jika digambarkan dengan grafik, seperti inilah gambarannya.
Kita bisa belajar dari negara-negara maju yang rakyatnya makmur dan sejahtera, seperti China, Singapura, Jepang, Korea, Amerika Serikat, dan Australia, dimana semuanya bisa dijawab dengan pengendalian penduduk. Bahkan di China sempat diberlakukan oleh pemerintahnya setiap keluarga hanya boleh mempunyai anak satu dan kini aturannya sudah diperlonggar, sehingga boleh memiliki anak dua. “Di China ini bisa diterapkan dan diberlakukan serentak karena mereka komunis, lain halnya dengan Indonesia yang menganut asas demokrasi dan Pancasila. Indonesia bisa maju dengan pengendalian penduduk dan dengan menjaga laju pertumbuhan ekonomi tetap di atas laju pertumbuhan penduduk”, ujar Pak Abidin mengakhiri presentasi materinya.
Materi berikutnya yang dipaparkan oleh Bapak Suyono Hadinoto adalah mengenai sharing pengalamannya sebagai peneliti di BKKBN. Pak Suyono dihadirkan sebagai narasumber menggantikan Deputi KPSK BKKBN Dr. Sudibyo Alimoeso, MA yang berhalangan hadir. Ada satu quote bagus yang disampaikan Pak Suyono saat itu, ia mengutip dari kata-kata Albert Einstein, “Janganlah kamu memandang hal yang besar terlampau besar dan janganlah kamu memandang hal-hal kecil terlampau kecil”. Menurut hemat saya, ini ia ungkapkan agar audiens bisa melihat lebih dalam dari hal-hal kecil yang sering kita jumpai selama ini. Fenomena seperti penyebaran penyakit akibat water pollution, seperti halnya yang terjadi di Bandung, water pollution telah mencapai level 4 atau bahaya. Kemudian banyaknya anak-anak jalanan dan menurunnya home security (yang merupakan produk dari perceraian/broken home). Lalu adanya fenomena pelacur yang rela dibayar Rp.5.000-Rp.10.000 untuk melayani pria hidung belang akibat tidak adanya kesempatan bekerja di daerah Sikka NTT.
Hal ini menjelaskan kepada kita bahwa permasalahan kependudukan bukanlah urusan jumlah semata, melainkan juga permasalahan mengenai karakter dan kualitasnya. Oleh karena itu, dengan memanfaatkan momentum Harganas (Hari Keluarga Nasional) yang ke-22 ini,mari kita bersama-sama tingkatkan kembali makna, peran dan fungsi keluarga (sebagai unit terkecil dari masyarakat) agar lebih berketahanan, berkualitas, berkarakter, dan harmonis.
Artikel Lain Yang terkait:
Bonus Demografi Itu Ibarat Pedang Bermata Dua, Bisa Menjadi Berkah Ataupun Musibah
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H