Idealnya, pertumbuhan penduduk tidak boleh lebih besar daripada pertumbuhan ekonomi, sehingga ada jeda. Jadi jika digambarkan dengan grafik, seperti inilah gambarannya.
Kita bisa belajar dari negara-negara maju yang rakyatnya makmur dan sejahtera, seperti China, Singapura, Jepang, Korea, Amerika Serikat, dan Australia, dimana semuanya bisa dijawab dengan pengendalian penduduk. Bahkan di China sempat diberlakukan oleh pemerintahnya setiap keluarga hanya boleh mempunyai anak satu dan kini aturannya sudah diperlonggar, sehingga boleh memiliki anak dua. “Di China ini bisa diterapkan dan diberlakukan serentak karena mereka komunis, lain halnya dengan Indonesia yang menganut asas demokrasi dan Pancasila. Indonesia bisa maju dengan pengendalian penduduk dan dengan menjaga laju pertumbuhan ekonomi tetap di atas laju pertumbuhan penduduk”, ujar Pak Abidin mengakhiri presentasi materinya.
Materi berikutnya yang dipaparkan oleh Bapak Suyono Hadinoto adalah mengenai sharing pengalamannya sebagai peneliti di BKKBN. Pak Suyono dihadirkan sebagai narasumber menggantikan Deputi KPSK BKKBN Dr. Sudibyo Alimoeso, MA yang berhalangan hadir. Ada satu quote bagus yang disampaikan Pak Suyono saat itu, ia mengutip dari kata-kata Albert Einstein, “Janganlah kamu memandang hal yang besar terlampau besar dan janganlah kamu memandang hal-hal kecil terlampau kecil”. Menurut hemat saya, ini ia ungkapkan agar audiens bisa melihat lebih dalam dari hal-hal kecil yang sering kita jumpai selama ini. Fenomena seperti penyebaran penyakit akibat water pollution, seperti halnya yang terjadi di Bandung, water pollution telah mencapai level 4 atau bahaya. Kemudian banyaknya anak-anak jalanan dan menurunnya home security (yang merupakan produk dari perceraian/broken home). Lalu adanya fenomena pelacur yang rela dibayar Rp.5.000-Rp.10.000 untuk melayani pria hidung belang akibat tidak adanya kesempatan bekerja di daerah Sikka NTT.
Hal ini menjelaskan kepada kita bahwa permasalahan kependudukan bukanlah urusan jumlah semata, melainkan juga permasalahan mengenai karakter dan kualitasnya. Oleh karena itu, dengan memanfaatkan momentum Harganas (Hari Keluarga Nasional) yang ke-22 ini,mari kita bersama-sama tingkatkan kembali makna, peran dan fungsi keluarga (sebagai unit terkecil dari masyarakat) agar lebih berketahanan, berkualitas, berkarakter, dan harmonis.
Artikel Lain Yang terkait:
Bonus Demografi Itu Ibarat Pedang Bermata Dua, Bisa Menjadi Berkah Ataupun Musibah