Mohon tunggu...
Annisa Nurhayati
Annisa Nurhayati Mohon Tunggu... Mahasiswa - Psychology Student

Universitas Pendidikan Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Trauma Healing untuk Mengatasi Korban Bencana Banjir Bandang, Masyarakat Daerah Rawan Perlu Tau!

19 Juni 2022   19:38 Diperbarui: 19 Juni 2022   19:56 517
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Indonesia telah mengalami bencana alam sebanyak 12.366 kejadian, terdiri dari 26,7% bencana geologi dan 73,3% bencana hidrometeorologi yang terjadi selama periode tahun 2015 sampai dengan September 2019. 

Salah satu bencana hidrometeorologi yang sering terjadi adalah banjir (2.823 kejadian) berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (2019). Angka terjadinya bencana banjir sendiri merupakan angka yang cukup tinggi bagi Indonesia. 

Banjir sendiri memiliki beberapa macam yaitu banjir hujan ekstrim, banjir kiriman, banjir hulu, banjir rob, dan banjir bandang. 

Banjir bandang sendiri memiliki sifat yang sangat merusak dan menimbulkan korban jiwa karena kejadian yang singkat serta membawa material pada daerah yang dilaluinya dalam waktu sekitar 6 jam dan yang biasanya dipicu oleh hujan lebat, bendungan jebol, tanggul jebol.

 Banjir bandang ini dikarakterisasikan dengan cepatnya kenaikan muka air sungai/saluran serta membawa material yang dibawanya.

Salah satu penyebab banjir yaitu penyempitan tampang sungai, hal ini diakibatkan oleh sedimentasi (pengendapan) yang berasal dari erosi lahan akibat material tanah tidak mampu menahan air hujan dan sampah. Material ini mengendap di badan sungai berlangsung secara terus menerus dan bertahun-tahun. 

Berbeda dengan sampah yang langsung dibuang ke sungai oleh masyarakat memberikan pengendapan jauh lebih cepat. Pada musim hujan debit sungai akan meningkat, daya tampung sungai yang kecil akibat pengendapan akan mempercepat debit puncak. Selanjutnya air akan meluap keluar badan sungai.  

Penyebab banjir juga dapat disebabkan oleh faktor lain misalnya curah hujan yang sangat tinggi dan terus menerus, bentuk fisiografi di daerah tersebut, kawasan kumuh di daerah sungai, drainase lahan atau penggundulan hutan dan kerusakan bangunan pengendali air.

Upaya mengatasi banjir sampai saat ini masih mengandalkan upaya konvensional yang berupa rekayasa struktur di sungai (in stream) yang mempunyai keterbatasan, bersifat represif dan kurang menyentuh akar permasalahan. Dalam menanggulangi banjir peran serta masyarakat diperlukan dalam minimasi bencana banjir. 

Oleh karena itu diperlukan beberapa pendekatan, antara lain: peringatan bahaya banjir disebarkan di tingkat desa/kelurahan, kerja bakti untuk memperbaiki dasar dan tebing sungai, membersihkan kotoran yang menyumbat saluran air, membangun tanggul dengan karung-karung pasir atau bebatuan, menanami bantaran sungai (penghijauan), 

rencana pemulihan pertanian pasca-banjir serta melakukan program-program untuk menggugah kesadaran masyarakat tentang bahaya banjir.

Dilain sisi akibat adanya kejadian banjir, terutama banjir bandang yang memiliki dampak lebih secara material, fisik maupun mental pada penduduk disekitarnya, karena itu diperlukan adanya penyembuhan secara psikologis yang berkelanjutan atau bisa disebut trauma healing bagi korban, yakni proses pemulihan emosi korban terhadap ketakutan masa lalu. 

Berdasarkan penjelasan American Psychological Association, istilah trauma menandakan respons emosional korban terhadap peristiwa mengerikan. 

Penting diadakannya trauma healing bagi korban banjir akibat dari pengalaman mengerikan tersebut dapat berupa ketakutan yang berlebihan dan kecemasan akibat kehilangan orang yang dicintai (teman, keluarga, tetangga) serta rusaknya tempat tinggal dan stress akibat  ketidakpastian hidup pasca banjir. 

Adapun kemungkinan hal yang dirasakan korban akan cenderung bersikap terkejut dan penuh penolakan di awal, di sisi lain korban juga mengalami dampak jangka panjang, seperti emosi tak terduga, perasaan tegang, atau gejala fisik lainnya dan tentunya mengganggu keseharian korban.

Ada banyak cara yang dapat dilakukan dengan trauma healing, diantaranya yaitu play therapy pada anak  adalah cara mengatasi trauma pada anak dengan melalui media bermain misalnya seperti terapi bermain mewarnai yang merupakan salah satu permainan berbasis relaksasi sedangkan permainan bernyanyi, balon, 

kelereng dan ular tangga merupakan diantara permainan yang berbasis pada metode kebahagiaan, adapun metode lain yaitu menari, anak dapat mengekspresikan emosi yang ada didalam dirinya karena tari bersifat rekreatif. Metode-metode tersebut dapat dilakukan pada usia anak-anak sampai remaja. 

Lalu terapi yang bisa dilakukan pada orang dewasa yaitu bibliotherapy adalah pemberian bahan bacaan tentang orang-orang yang mengalami masalah sama atau mirip yang akhirnya dapat mengatasi masalahnya, metode ini dilakukan agar korban dapat meniru teknik terapi pada bacaan tersebut. 

Selain itu ada teknik terapi rekreasional bisa dilakukan dengan cara  dilibatkannya korban dengan pertunjukan drama, olahraga dan melakukan hobi atau kesenangan korban. Layanan lain yang dapat dilakukan yaitu dukungan psikososial yang dilakukan beberapa tahap, seperti :

  1. Rapid Assessment, yaitu kaji cepat dapat dilakukan kepada penyintas mulai dari kelompok rentan, penyintas yang kehilangan anggota keluarga saat terjadi bencana, penyintas yang mengalami luka berat, penyintas yang rumahnya hancur atau rusak berat, orang dewasa, ibu hamil, penyandang disabilitas. Asesmen dilakukan dengan teknik :
  1. Wawancara terbuka dan wawancara tertutup
  2. Activity Daily Living Mapping, yaitu asesmen pada kelompok wanita dan pria dewasa dengan menuliskan aktivitas penyintas sehari-hari sebelum bencana, aktivitas saat ini setelah pengungsian, masalah dan harapan penyintas.
  3. Tools berupa body mapping, asesmen pada kelompok anak dan remaja, dengan menggambar secara utuh bentuk manusia secara abstrak, kemudian menuliskan apa yang mereka pikirkan, mereka lihat, mereka dengar, mereka cium, mereka rasakan pada saat bencana, dan menuliskan harapan mereka.
  1. Intervensi, dapat berupa individu dan kelompok  berupa : 
  1. Teknik katarsis dan ventilation, memfasilitasi penyintas untuk mengungkapkan perasaan yang dialaminya   sehubungan dengan bencana yang terjadi
  2. Teknik support, memberikan semangat bahwa apa yang sedang dihadapinya sekarang bukanlah   akhir dari kehidupannya
  3. Teknik debriefing, memfasilitasi penyintas untuk mengungkapkan perasaan/ kesedihan yang dialaminya sehubungan dengan bencana yang terjadi, kalau bisa kesedihan tersebut dialami secara penuh dan utuh, tidak tertunda
  4. Teknik motivasi dan support, mengajak penyintas untuk untuk meningkatkan kembali motivasi hidupnya ke arah ke depan bersama keluarganya

Penulis : Ayu Lestari, Annisa Nurhayati, Diyana Maliha F, Mita Tri WS, Nova Mukhlina, Rahmi Fauziah, Salsabila Thohiroh 

Sumber referensi :

Badan Nasional Penanggulangan Bencana. (2019). Jumlah kejadian bencana Indonesia periode 2016-2019. Diperoleh dari http://bnpb.cloud/dibi/grafik1a

Larsen, M.C., Conde, M.T.V., Clark, R.A., 2001, Landslide Hazards Associated with FlashFloods, with Examples from the December, 1999 Disaster in Venezuela, Coping with Flash floods, Kluwer Academic Publisher, p. 259 -- 275.

Seno Adi. (2013). Karakterisasi Bencana Banjir Bandang Di Indonesia. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi. Jakarta

Apriyanto Nanang, Dody Setyawan. (2020). Gambaran Tingkat Resiliensi Masyarakat Desa Sriharjo, Imogiri Pasca Banjir. Rumah Sakit Nasional Diponegoro. Semarang

(Jannah, W., & ITRATIP, I. (2017). Analisa Penyebab Banjir dan Normalisasi Sungai Unus Kota Mataram. Jurnal Ilmiah Mandala Education, 3(1), 242-249.)

Kodoatie, Robert J. dan Sugiyanto, 2002. Banjir, Beberapa penyebab dan metode pengendaliannya dalam perspektif Lingkungan, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

Indradewa Meilani Safira,2008. Potensi dan upaya penanggulangan bencana banjir sungai wolowona, nangaba dan kaliputih di Kabupaten Ende Program Studi Ilmu Lingkungan Program Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Pramardika, D. D., Hinonaung, J. S. H., Mahihody, A. J., & Wuaten, G. A. (2020). Pengaruh Terapi Bermain Terhadap Trauma Healing Pada Anak Korban Bencana Alam. Faletehan Health Journal, 7(02), 85--91. https://doi.org/10.33746/fhj.v7i02.131

Khairul Rahmat, H., & Budiarto, A. (2021). Mereduksi Dampak Psikologis Korban Bencana Alam Menggunakan Metode Biblioterapi Sebagai Sebuah Penanganan Trauma Healing. Journal of Contemporary Islamic Counselling, 1(1), 25--38.

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI. (2019). Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia. Kemenpppa.Go.Id, 1--178. https://kekerasan.kemenpppa.go.id/ringkasan

Sukhriya Tun, S., Rahmawati, A., & ... (2021). Trauma Healing Pasca Banjir Di Desa Cemara Kulon Kecamatan Losarang Indramayu. Abdi Wiralodra: Jurnal ..., 3(September), 160--172. https://abdiwiralodra.unwir.ac.id/index.php/abdi/article/view/42

Shalahuddin, I., Maulana, I., & Eriyani, T. (2019). Trauma Healing in Children of Flash Flood Victims in Cimanuk River Garut Regency in September 2016 [Trauma Healing pada Anak Korban Banjir Bandang Sungai Cimanuk Kabupaten Garut Pada September 2016]. Proceeding of Community Development, 2, 634. https://doi.org/10.30874/comdev.2018.320

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun