Mohon tunggu...
Annisa Nur Hasanah
Annisa Nur Hasanah Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswi Perbankan Syariah

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pandangan Islam Mengenai Riba dan Bunga Bank

9 Juni 2021   14:58 Diperbarui: 9 Juni 2021   15:03 254
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Dahulu persoalan mengenai riba di masa pra-Islam dikaitkan dengan bentuk-bentuk jual beli.

Rasulullah SAW pernah bersabda bahwa semua bentuk kegiatan transaksi yang mengandung unsur riba sebelum datangnya Islam sudah dilarang dan tidak dipergunakan lagi. Sebelum turun ayat-ayat yang berkenaan dengan larangan riba bahwa transaksi riba telah terbiasa dilakukan oleh masyarakat arab, baik yang berada di kota Mekah maupun di Madinah. Dalam Islam ketika seseorang sedang kesusahan, maka seorang muslim yang lain sebaiknya membantu bukan malah sebaliknya memberatkan dan memberikan beban baru dengan meminta tambahan dari uang yang dipinjamkan.

Riba dalam bahasa artinya tambah, tumbuh dan membesar sedangkan menurut istilah riba diartikan sebagai tambahan dari harta pokok secara batil, baik dalam kegiatan transaksi jual-beli, pinjam meminjam maupun dalam bentuk lainnya.  Batil tersebut merupakan perbuatan ketidakadilan (zalim) atau diam menerima ketidakadilan. Sikap pengambilan tambahan secara batil akan menimbulkan kezaliman di antara para pelaku ekonomi.

Pelarangan riba (prohibition of riba) dalam Islam secara tegas dinyatakan baik dalam Alquran maupun Hadis yang diwahyukan secara berangsur-angsur seperti pengharaman khamar pada Q.S. Ali Imran ayat 130 merupakan ayat pertama yang menyatakan secara tegas terhadap pengharaman riba bagi orang Islam. Larangan ini merujuk kepada apa yang dipraktikkan oleh orang-orang Arab pada masa itu, dengan cara menambah bayaran jika hutang tidak bisa dibayar ketika jatuh tempo. Adapun perkataan berlipat ganda dalam ayat ini merupakan ciri hutang zaman jahiliah yang senantiasa bertambah sehingga menjadi berlipat ganda.

Dengan demikian pelarangan riba ini adalah penghapusan ketidakadilan dan penegakan keadilan dalam perekonomian.

Menurut pengertianya bunga adalah suatu tanggungan pada pinjaman uang yang biasanya dinyatakan dengan persentase dari uang yang dipinjamkan. Kemudian bunga termasuk riba atau tidak, ada dua pendapat yang mengatakan:

1. menurut pendapat ijma ulama di kalangan semua mazhab fiqh bahwa bunga dengan segala bentuknya termasuk kategori riba.

2. adapun pendapat yang menyatakan bahwa bunga tidak termasuk kategori riba.

Adapun hal yang menjadi masalah kontroversial seputar bunga yang terjadi di kalangan para tokoh Islam antara argumen dengan pembenaran konsep bunga yang bersifat ilmiah dan argument sebagai kritikan terhadap teori-teori yang dikemukan oleh kalangan yang membenarkan adanya bunga.

Pertama persoalan tingkat bunga,

Pada tingkat yang wajar maka bunga dibolehkan. Namun tingkat bunga wajar ini tergantung pada waktu, tempat, jangka waktu, jenis usaha dan skala usaha. Aspek ini juga terdapat pada ayat pelarangan riba tahap ketiga yaitu pada Q.S. Ali Imran ayat 130 merupakan ayat pertama yang menyatakan secara tegas terhadap pengharaman riba bagi orang Islam. Larangan ini menuju kepada apa yang di praktikkan oleh orang arab pada masa itu dengan cara menambah bayaran utang jika tidak bisa membayar utang yang sudah jatuh tempo.

Adapun pendapat lainnya yaitu Quraish Shihab juga menafsirkan bahwa pada ayat ini bukan merupakan syarat. Jadi, walaupun ada atau tidaknya berlipat ganda berarti bunga tetap tidak halal. Penafsiran ini, diperkuat dengan ayat-ayat tentang riba yang terdapat pada Q.S. al-Baqarah ayat 275-276 dan 278-279 (ayat terakhir turun tentang proses pengharaman riba),secara tegas menyatakan bahwa setiap tambahan melebihi pokok pinjaman termasuk riba. Hal ini berlaku bagi setiap bunga baik bersuku rendah, berlipat ganda, tetap, maupun berubah-ubah bahkan sisa riba sekalipun dilarang. Ayat tersebut secara keseluruhan menerangkan pengharaman riba dalam bentuk apapun.

Kedua konsep yang memandang bunga sebagai sewa15 dari uang. 

Pendapat ini ditentang kebanyakan pakar ekonom muslim. Sebab, menurut mereka istilah sewa untuk uang tidak relevan karena sewa digunakan hanya untuk benda yang diambil manfaatnya tanpa kehilangan hak kepemilikannya sedangkan pada kasus meminjamkan uang manfaatnya justru diperoleh tetapi kepemilikan terhadap uangnya hilang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun