(Tulisan dimuat di Facebook oleh Annisa Mutia Muthmainnah pada 16 November 2011 jam 10:42)
Bulan jatuh di pelukan
dalam gelimang senja nan rapuh
tidakkah kau mendengar?
para pujangga menyulam prosa dari kata-kata berwarna cerah
mereka memujanya sekejap mata di langit-langit istana diraja
Bulan jatuh di pelukan
dalam hangatnya desah nafasmu
tidakkah kau melihat?
para petapa meramu doa dari jiwa-jiwa bernada lembut
mereka turun ke jalanan hingga ke altar raja diraja
Tidakkah kau merasakan?
ketika bulan jatuh di pelukan, berurai sejarah terus berulang
pada riaknya kita bersilang-silang,
kita dan apa yang sering kita namakan keturunan
saling mengenang atau tergenang
Setiap bulan jatuh di pelukan
pada kita disusupkan tanda keabadian
yang berganti wajah serupa musim
dalam kitab para nabi
ketika bulan jatuh
dan kita saling berpelukan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H