Salah satu karakteristik sistem common law merupakan hukum yang berorientasi terhadap sebuah kasus (case-law), berbeda dengan sistem civil law, yang berorientasi kepada undang-undang (codified-law). Namun dapat kita ketahui bahwa peraturan perundang-undangan tidak dapat mengatur secara detail dan lengkap dalam penemuan aturan-aturan hukum dalam berbagai peristiwa hukum, maka dari itu yurisprudensi yang akan melengkapi peraturan tersebut. Tidak hanya mengisi kekosongan hukum saja, yurisprudensi juga merupakan instrumen hukum dalam menjaga kepastian hukum.Â
Di dalam tradisi civil law yurisprudensi adalah salah satu sumber hukum yang terpenting, civil law mengakui hukum selain tertuang di dalam bentuk Undang-Undang, juga terdapat hukum yang bersumber dari hakim, yang disebut dengan yurisprudensi. Yurisprudensi merupakan putusan-putusan hakim ataupun pengadilan yang dibenarkan dan ditetapkan oleh Mahkamah Agung sebagai pengadilan kasasi ataupun putusan MA yang ditetapkan.Â
Terlihat bahwa pengertian yurisprudensi tersebut mempunyai ciri khas yaitu keterikatan hakim pada suatu putusan-putusan terdahulu. Maka mengingatkan keterkaitan pengertian yurisprudensi dengan doktrin stare decisis yang ada didalam tradisi common law.Â
Dan didalam sistem common law bisa dikatakan logika hukum hakim bersifat induksi, mengapa? dikarenakan, kaidah-kaidah hukum yang dikembangkan dengan kasus-kasus yang konkrit melalui case-law maka dari itu dikenal dengan istilah judge made law. Istilah case-law itu sendiri mengacu kepada penciptaan dan penyempurnaan hukum dalam perjalanan keputusan pengadilan. Pertanyaan mengenai kedudukan dan kekuatan mengikat pada yurisprudensi tidak tetap, artinya apabila yurisprudensi tetap bersifat mengikat lantas apakah yurisprudensi tidak tetap menjadi tidak mengikat atau dengan kata lain menjadi tidak wajib untuk diikuti?
Pada suatu putusan hakim yang baik maka akan dijadikan yurisprudensi, yang merupakan hukum positif yang berlaku secara umum dan lahir atau berasal dari putusan hakim, dimana pada asas atau kaidahnya tersebut menjadi bersifat umum dan dapat dipergunakan sebagai dasar pertimbangan hukum bagi siapa saja.Â
Hukum yurisprudensi ini mengacu kepada penciptaan dan penyempurnaan hukum didalam merumuskan sebuah putusan pengadilan, dengan demikian berorientasi kasus-kasus konkrit, dimana diantara serangkaian kasus-kasus tersebut setelah itu diberikan kaidah hukum yang selanjutnya menjadi norma yang telah ditetapkan serta diikuti dalam berbagai kasus-kasus yang sama, stare decisis atau yang disebut dengan doktrin preseden sudah menjadi jantung sistem common law (sistem hukum Inggris pada umumnya).Â
Didalam doktrin preseden yang mengikat (the doctraine of banding precedent) ini mengacu kepada sebuah fakta yang didalam struktur hierarkis peradilan di Negara Inggris, putusan-putusan pengadilan yang lebih tinggi mengikat pengadilan lebih rendah yang secara hierarkis. Serta secara umum, hal ini sebenarnya ketika hakim mengadili kasus-kasus, para hakim tersebut akan memeriksa apakah permasalahan ini sama, seperti yang diputuskan oleh pengadilan sebelumnya.
Di Indonesia sendiri yang dulu merupakan negara bekas jajahan Belanda, yang berdasarkan asas concordancy, Indonesia menganut sistem hukum civil law. Yurisprudensi dalam sistem civil law, berarti putusan-putusan hakim terdahulu yang telah berkekuatan tetap dan diikuti oleh para hakim atau badan peradilan lain dalam memutus perkara atau kasus yang sama. Maka dari itu, dapat dikatakan bahwa yurisprudensi merupakan putusan-putusan hakim atau pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap dan sudah dibenarkan oleh MA sebagai Pengadilan Kasasi, atau Putusan MA sendiri yang sudah memiliki berkekuatan hukum tetap. Jadi disini Hakim tidak hanya sekedar menerapkan undang-undang, melainkan hakim juga bisa serta mampu membentuk hukum (judge made law). Terlebih jika aturan yang terdapat di dalam undang-undang tidak jelas, atau undang-undang yang ada tidak sesuai dengan keadaan sekarang serta undang-undang tidak mengatur masalah yang sedang dihadapi.
Hakim disini diberikan otonomi kebebasan dalam jangkauan nya seperti menafsirkan peraturan perundang-undangan, mencari serta menemukan asas-asas dan dasar-dasar hukum, menciptakan hukum baru apabila menghadapi kekosongan perundang-undangan, serta dibenarkan melakukan contra legem apabila ketentuan suatu pasal perundang-undangan yang bertentangan dengan kepentingan umum, dan memiliki otonomi yang bebas mengikuti yurisprudensi.Â
Meskipun dengan demikian, hal tersebut tidak berarti bahwa hakim terikat yurisprudensi yang ada ketika menghadapi persoalan yang sama. Sebaliknya seorang hakim harus mempelajari bagaimana hakim lain mengkaji sebuah masalah-masalah yang dihadapi. Dalam hal ini, hakim tidak hanya mengikuti, melainkan agar hakim tersebut mampu menjadikannya sebagai pedoman.Â
Sehingga, dalam hal ini meskipun hakim yang ada di Indonesia tidak terikat dengan yurisprudensi, namun merupakan suatu kewajiban bagi hakim untuk tetap memperhatikan yurisprudensi yang ada, khususnya yurisprudensi Mahkamah Agung di samping undang-undang yang berlaku sebagai sumber hukum dalam menyelesaikan sebuah perkara Jadi bisa disimpulkan bahwa fungsi yurisprudensi sangat penting karena selain untuk mengisi kekosongan hukum, yurisprudensi juga penting untuk mewujudkan standar hukum yang sama atau kepastian hukum.Â