Mohon tunggu...
Annisa Mayza Jasmine
Annisa Mayza Jasmine Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa S1 Manajemen Universitas Gadjah Mada

Individu yang menyukai tantangn dan melakukan hal baru

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Menyelami Falsafah dan Budaya Jawa: Kunci Harmoni dalam Organisasi

16 Desember 2024   10:03 Diperbarui: 16 Desember 2024   10:44 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Budaya Jawa, yang sarat dengan nilai-nilai luhur dan falsafah, memberikan panduan praktis yang dapat diterapkan dalam pengelolaan organisasi. Salah satu contoh implementasi yang paling nyata adalah penerapan nilai rukun dalam membangun hubungan internal organisasi. 

Rukun mencerminkan semangat harmoni dan kebersamaan, yang dapat diwujudkan dalam budaya kerja tim. Organisasi yang menerapkan prinsip ini akan mendorong kolaborasi antardivisi, mengurangi konflik, dan menciptakan lingkungan kerja yang saling mendukung.

Falsafah Memayu Hayuning Bawono, Ambrasto Dur Hangkoro juga relevan dalam kebijakan perusahaan, terutama dalam aspek keberlanjutan dan tanggung jawab sosial. Perusahaan yang berlandaskan nilai ini akan lebih cenderung mengembangkan kebijakan yang memperhatikan keseimbangan antara keuntungan, kesejahteraan karyawan, dan dampak terhadap masyarakat luas.

Misalnya, organisasi dapat mengadopsi program CSR (Corporate Social Responsibility) yang tidak hanya bersifat simbolis tetapi benar-benar memberikan dampak positif bagi komunitas lokal. 

Nilai sungkan dalam budaya Jawa juga memainkan peran penting dalam membangun hierarki organisasi yang sehat. Dalam implementasinya, budaya sungkan dapat diwujudkan melalui tata krama komunikasi antara atasan dan bawahan.

Misalnya, meskipun seorang bawahan memberikan masukan kepada atasan, komunikasi tersebut disampaikan dengan cara yang tetap menghormati posisi otoritas atasan. Ini membantu menjaga suasana kerja yang profesional tanpa kehilangan esensi saling menghormati.

Selain itu, falsafah kolektivitas budaya Jawa seperti gotong royong dapat menjadi basis untuk membangun budaya organisasi yang berbasis partisipasi. Dalam proses pengambilan keputusan, misalnya, nilai ini dapat diterapkan dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan dalam diskusi, sehingga keputusan yang diambil mencerminkan konsensus bersama. Prinsip ini juga relevan dalam pelaksanaan program kerja, di mana seluruh anggota organisasi turut berperan aktif untuk mencapai tujuan bersama.

Organisasi juga dapat mengintegrasikan penggunaan Bahasa Jawa Krama sebagai simbol penghormatan dalam acara formal atau komunikasi internal tertentu. Hal ini tidak hanya menjaga warisan budaya tetapi juga membangun identitas unik organisasi di tengah persaingan global.

Penyelarasan Budaya

Penerapan budaya Jawa tidak terlepas dari tantangan, terutama ketika harus menyeimbangkan nilai tradisional dengan kebutuhan efisiensi dan inovasi di era modern.

Oleh karena itu, implementasi budaya Jawa memerlukan adaptasi strategis agar relevan dengan dinamika lingkungan kerja masa kini tanpa mengurangi esensi nilai-nilainya. Pertama, prinsip-prinsip seperti rukun (harmoni), guyub (kebersamaan), dan gotong royong (kerja sama) dapat diterapkan untuk membangun kerja tim yang solid dan kolaboratif, namun perlu diselaraskan dengan penggunaan teknologi modern untuk meningkatkan produktivitas. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun