Mohon tunggu...
Annisa Maimunah
Annisa Maimunah Mohon Tunggu... Psikolog - Psikolog Klinis

Psikolog Klinis RS Nasional Diponegoro Undip Semarang; Psikolog Klinis Mitra Halodoc

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Menjadi Teman yang Baik untuk Orang dengan HIV/AIDS

2 Desember 2020   05:08 Diperbarui: 2 Desember 2020   08:33 611
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tanggal 1 Desember diperingati sebagai hari AIDS sedunia. Tema yang diangkat oleh WHO tahun 2020 ini adalah "Global Solidarity, Resilient Services". Bagaimana kita bisa ikut memperingati hari tersebut? Bagaimana kita bisa bantu menyukseskan "global solidarity, resilient services"?

Salah satu cara yang dapat kita lakukan untuk membantu menangani AIDS adalah dengan mengurangi stigma negatif yang berkembang di masyarakat mengenai Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA). Cara sederhana yang dapat kita lakukan adalah berusaha untuk dapat menjadi teman yang baik untuk mereka.

ODHA juga punya hak untuk mempunyai teman yang mendukung kesembuhan mereka, mereka juga punya hak untuk hidup normal layaknya kita semua. Dukungan yang baik dapat membantu meringankan beban psikologis mereka, yang selanjutnya juga akan mempengaruhi kesembuhan fisik mereka.

Lantas, bagaimana caranya agar dapat menjadi teman yang baik untuk ODHA? Teman yang dapat mendukung mereka tanpa menghakimi atau malah menyakiti. Yuk kenali kondisi psikologis mereka agar dapat mendampingi mereka dengan cara yang tepat.

Seseorang dengan HIV/ AIDS secara psikologis akan melalui tahapan-tahapan dalam merespon situasi menekan yang dihadapinya. Apabila kita mengetahui tahapan-tahapan tersebut dengan baik, maka kita akan dapat merespon dengan sesuai kepada mereka.

Berikut ini adalah tahapan-tahapan yang dilalui oleh seseorang ketika menghadapi situasi menekan menurut Elizabeth Kubler Ross (1974).

1. Kekagetan dan Pengingkaran (shock and denial)

"Tidak mungkin..ini tidak mungkin terjadi padaku"

Awalnya, seseorang yang baru saja menghadapi situasi menekan, misalnya pada hal ini terdiagnosis HIV/AIDS, akan cenderung menolak kenyataan yang telah terjadi.

Hal ini secara psikologis sebenarnya merupakan bentuk pertahanan diri yang semu (hanya sementara). Perasaan ini pada umumnya akan segera diganti dengan kesadaran yang meningkat dari situasi yang tengah dihadapi.

2. Kemarahan (anger)

"Kenapa harus saya?"

"Ini tidak adil"

"Siapa yang salah sampai saya jadi begini?"

Pada tahap kedua, seseorang yang terinfeksi HIV mulai mengakui bahwa pengingkaran tidak dapat dilanjutkan. Orang tersebut akan mulai marah dengan kondisi dirinya. 

Karena sedang dalam kondisi marah, maka ia akan sulit untuk didekati dan diberi masukan. Orang tersebut akan sulit untuk perduli, cenderung marah, tidak puas, serta menyerang diri dan lingkungannya.

3. Tawar menawar (bargaining)

"Saya akan lakukan apapun agar bisa hidup lebih lama lagi"

"Apa yang kira-kira bisa saya lakukan agar sembuh dari penyakit ini?"

Pada tahap ini, seseorang akan melibatkan harapan bahwa Ia akan dapat hidup lebih lama lagi, dapat sembuh secara ajaib, jika melakukan sesuatu. 

Seseorang pada tahap ini akan melakukan negosiasi dengan Tuhan agar waktu hidupnya diperpanjang. Ia akan berusaha melakukan apapun, berjanji pada Tuhan untuk hidup dengan lebih baik, demi mendapatkan kehidupannya kembali, demi sembuh dari penyakitnya.

4. Depresi (depression)

"Apa gunanya lagi saya berusaha, toh saya tetap akan meninggal"

"Apa gunanya lagi saya melakukan hal baik, Tuhan tidak akan membeirkan kesembuhan"

"Untuk apa lagi saya hidup, jika terus dicemooh dengan kondisi saya yang seperti ini"

Pada fase ini, seseroang mulai memahami kepastian apa yang akan terjadi padanya di kemudian hari. Seseorang denganHIV/AIDS pada fase ini dapat menjadi sangat pendiam, menolak orang lain mendekat, serta menghabiskan banyak waktu untuk menangis dan berduka.

5. Penerimaan (acceptance)

"Semua akan baik-baik saja. Tidak ada lagi yang dapat saya lakukan untuk melawan kondisi ini, lebih baik saya bersiap diri untuk menghadapinya"

Saat seseorang telah mencapai tahap ini, Ia mulai dapat berdamai dengan keadaan mereka. Mereka sudah mulai dapat menerima dirinya sendiri seutuhnya dengan penyakitnya.

Hal ini selanjutnya juga membawa mereka menerima lingkungan. Mereka mulai kembali terbuka untuk berinteraksi dengan orang lain di sekitar. 

Waktu yang dibutuhkan masing-masing orang berbeda-beda dalam melalui tahapan-tahapan tersebut. Jika seseorang dengan ODHA berada di lingkungan yang mendukung, maka tahap penerimaan juga akan semakin cepat datangnya. 

Sebaliknya jika yang Ia hadapi adalah stigma negatif dari lingkungan, tak menutup kemungkinan ODHA tersebut tidak mencapai fase terakhir penerimaan, tetapi bertahan pada fase-fase sebelumnya yang sangat menekan. 

Dengan memahami tahapan-tahapan tersebut, kita sebagai teman ODHA diharapkan dapat memposisikan diri dengan lebih baik. Hal ini dapat membantu mereka untuk juga dapat menerima kita dengan baik. 

Misalnya ketika ODHA sedang dalam tahap marah (anger), kita tidak berusaha memberi mereka masukan dan tidak merasa sakit hati ketika mereka menolak kita.

Namun pada fase depresi, kita berusaha untuk selalu ada di dekatnya, menguatkannya dan meyakinkannya bahwa paling tidak mereka memiliki kita untuk menemaninya menghadapi masa-masa sulit. 

Referensi

mindsforchange.com, diakses pada 1 Desember 2020.

tirto.id, diakses pada 1 Desember 2020.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun