Seorang remaja mengeluhkan dirinya kini merasa sangat tidak berharga, bingung, sedih berkepanjangan, setelah ditinggalkan oleh pacarnya yang selama ini sangat dicintainya. Hubungannya dengan sang pacar sudah sangat dekat hingga Ia merasa bahwa pacarnya adalah segala-galanya. Seseorang yang menurutnya mampu memberikan perhatian padanya lebih dari perhatian yang diberikan oleh keluarganya yang berantakan.
Seorang Ibu mengeluh dirinya kesulitan untuk merasakan kebahagiaan. Padahal suaminya selalu mencukupinya dengan berbagai fasilitas yang dibutuhkan dalam kehidupannya. Sampai-sampai hobi aerobiknya difasilitasi suami dengan membuatkan studio senam lengkap dengan mini home theaternya. Tetapi menurutnya, suaminya terlalu sibuk bekerja, tidak pernah ada waktu untuk menemaninya dan mendengarkan keluhannya.
Seorang bapak mengeluh dirinya mulai menjadi tidak bahagia setelah terjebak pada perselingkuhan. Perselingkuhan tersebut menurutnya bermula dari ketidak bahagiaannya di rumah. Sejak kelahiran anaknya, perhatian istrinya lebih tercurah pada anaknya, bahkan tidur saja sering di kamar anaknya. Sehingga tidak ada waktu untuk dirinya.
Beberapa tema serupa datang ke ruang konsultasi penulis, membawa penulis berkesimpulan bahwa ketidakharmonisan dan ketidakbahagiaan keluarga ternyata seringkali melahirkan permasalahan-permasalahan pada diri masing-masing anggota keluarga.Â
Sebaliknya, kebahagiaan keluarga ternyata menjadi salah satu faktor penting yang mendukung kebahagiaan diri individu. Hal ini menjadi pola seperti telur dan ayam. Kebahagiaan diri mengawali kebahagiaan keluarga, kebahagiaan dalam keluarga menciptakan anggota keluarga yang bahagia. Demikian seterusnya.
Hal serupa ternyata juga terjadi di seluruh dunia. Beberapa penelitian menunjukkan eratnya kaitan antara kebahagiaan diri dan kebahagiaan keluarga. Banyak penelitian di dunia menunjukkan bahwa sumber kebahagiaan atau ketidak bahagiaan diri yang paling utama adalah keluarga. Terutama di negara-negara Asia seperti Indonesia dan malaysia (Jafar, dkk dalam Afiatin, 2019).
Diri yang keluar dari lingkungan keluarga yang bahagia selanjutnya akan menjadi seorang bahagia pula di lingkungan lain di luar keluarga. Seseorang yang merasa bahagia di dalam keluarganya, secara fisik cenderung lebih sehat dan memiliki usia hidup yang lebih lama. Seseorang yang keluar dari lingkungan keluarga yang baik dan bahagia, akan keluar sebagai individu yang produktif di lingkungan profesional atau pekerjaannya. Selain itu, orang yang bahagia di lingkungan keluarganya, selanjutnya akan ebih percaya diri untuk berpartisipasi dalam masyarakat, lebih disukai, dan lebih sedikit bercerai (Diener & Chan, serta Staw dalam Afiatin, 2019).
Bagaimana Ciri Keluarga yang Bahagia?
Keluarga bahagia menurut definisi pemerintah Indonesia yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1992 dan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1994 tentang kelurga, keluarga bahagia adalah keluarga yang dapat menjalankan kedelapan fungsi keluarga yaitu fungsi keagamaan, sosial budaya, cinta kasih, perlindungan, reproduksi, sosialisasi dan pendidikan, ekonomi, pembinaan lingkungan. Â
Seorang peneliti, ahli keluarga melakukan penelitian terhadap sekitar 30.000 keluarga dari sekitar 40 negara di seluruh penjuru dunia sejak tahun 1974 hingga sekarang. Partisipan penelitiannya terdiri dari keluarga dengan struktur keluarga yang berbeda-beda, mulai dari keluarga inti (nuclear family), keluarga besar (extended family), dan yang lainnya. Juga dari lingkungan keluarga berbeda yaitu keluarga yang tinggal di kota, desa, perbatasan, lepas pantai, negara dengan iklim dingin, panas, dan menengah. Dari hasil penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa terdapat 6 ciri keluarga yang kuat dan bahagia.
1. Menunjukkan apresiasi dan afeksi satu sama lain
Keluarga yang bahagia adalah keluarga yang masing-masing anggotanya saling peduli, saling mengapresiasi kebaikan masing-masing, dan saling menunjukkan perasaan masing-masing. Terlihat dari kebiasaan memberikan pujian, ucapan terimakasih atas hal-hal kecil, tidak segan mengekspresikan kasih sayang dengan ciuman, pelukan, atau bahkan senyuman.
2. Komunikasi yang positif
Keluarga yang bahagia memiliki pola komunikasi yang baik. Anggotanya tidak segan untuk menyatakan kepuasan dengan berterimakasih misalnya. Mereka juga saling terbuka untuk mengkomunikasikan apa yang difikirkan dan dirasakan, saling terbuka terhadap kompromi, tanpa saling menyalahkan. Bahkan, ketika ada pendapat yang memang tidak bisa disepakati bersama, mereka punya pola untuk dapat menyetujui apa yang tidak disepakati.
3. Berkomitmen pada keluarga
Keluarga yang bahagia memiliki ciri masing-masing anggotanya selalu berkomitmen pada keutuhan dan kesatuan keluarga. Dengan hal ini, masing-masing mereka menjadi saling jujur, saling percaya, saling membutuhkan, saling berbagi, dan berjuang bersama demi keluarga.
4. Menikmati waktu luang bersama
Keluarga yang bahagia punya banyak waktu beraktivitas bersama yang bisa dinikmati oleh masing-masing anggota keluarga. Misalnya melakukan hobi bersama atau sekadar duduk bersantai sambil mengobrol bersama. Tak jarang, keluarga yang bahagia biasanya juga menikmati memiliki teman yang sama.
5. Memenuhi kesejahteraan spiritual
Keluarga yang bahagia memiliki ciri mengamalkan ajaran agama dengan baik bersama. Mereka bahagia karena dapat saling berbagi nilai-nilai yang diyakini bersama. Hal ini misalnya ditunjukkan dengan seringnya melakukan aktivitas ibadah bersama.
6. Kemampuan mengelola stres dan krisis secara efektif
Keluarga yang bahagia punya kemampuan untuk menghadapi permasalasalahan secara efektif bersama-sama. Mereka dapat bertengkar, tetapi tetap berusaha selalu bersama dan saling membantu menghadapi permasalahan yang dihadapi bersama atau masing-masing anggota keluarga.
Bagaimana Caranya Mewujudkan Keluarga Bahagia?
1. Mengurangi potensi terjadinya permasalahan dengan mempersiapkan diri dan keluarga sedini mungkin
Cara yang pertama harus dilakukan adalah dengan mempersiapkan diri sejak awal atau bahkan sebelum perkawinan. Pengetahuan mengenai bagaimana hubungan keluarga yang baik, tanda2 hubungan yang sehat atau tidak sehat harus dimiliki oleh masing-masing anggota keluarga bahkan sebelum memulai berkeluarga.Â
Tujuan pernikahan harus didiskusikan dan disepakati di awal pernikahan sehingga dapat menjadi landasan mengarahkan langkah di saat menjalani kehidupan keluarga. Saling mengenal dekat dan berusaha memahami satu sama lain sejak awal pembentukkan keluarga akan membantu untuk saling menghargai satu sama lain dan mengurangi kemungkinan agresi dalam keluarga.
2. Berusaha menyadari jika terjadi kesalahan dalam hubungan keluarga
Hal berikutnya yang perlu dimiliki oleh keluarga agar dapat mewujudkan keluarga yang bahagia adalah kemampuan untuk menyadari dengan cepat ketika terdapat kekeliruan di dalam hubungan keluarga. Dengan segera menyadari, maka kesalahan akan lebih cepat juga diperbaiki. Jika kesulitan untuk memperbaiki, maka jangan segan untuk mencari bantuan profesional seperti psikolog. Psikolog akan berusaha menjembatani, melihat dari sudut pandang masing-masing anggota keluarga agar permasalahan dapat diselesaikan dengan baik.
3. Penguatan Keluarga
Berusaha selalu menguatkan keenam aspek ciri keluarga bahagia yang sudah disebutkan sebelumnya.
Pada akhirnya, ketika bicara konsep bahagia, maka kita bicara konsep yang subjektif.
Masing-masing keluarga punya kebahagiaannya sendiri, masing-masing orang punya kebahagiaannya sendiri. Menciptakan kebahagiaan sebenarnya bukan konsep yang sulit, karena bahagia itu letaknya di pikiran. Sedangkan kontrol terhadap pikiran ada di tangan kita sendiri. Jadi, sudahkah Anda menciptakan kebahagiaan diri dan keluarga Anda sendiri?
REFERENSI
Afiatin, Tina. (2018). Psikologi Perkawinan dan Keluarga. Yogyakarta: Penerbit PT Kanisius.
Afiatin, Tina. (2019). Ketahanan Keluarga dan Usaha-usaha untuk Mencapai Ketahanan Keluarga (Materi Program Massive Open Online Course Psikologi Perkawinan). Yogyakarta: Center for Public Mental Health Fakultas Psikologi UGM.
DeFrain, John. (2020). Family Strengthening in Crisis Situations (Materi Webinar). Center for Public Mental Health Fakultas Psikologi UGM, 24 April 2020.
Peraturan Pemerintah nomor 21 Tahun 1994 tentang Penyelenggaraan Pembangunan Keluarga Sejahtera.
Undang-undang nomor 10 Tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H