Program studi Ilmu Komunikasi di Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta menyelenggarakan upacara pembukaan konferensi internasional yang bernama Youth Communication Day 2021 pada 13 Desember 2021.Â
Acara ini diselenggarakan dengan online dengan mendatangkan beberapa pembicara dari berbagai negara di Asia. Konferensi Youth Communication Day 2021 diikuti oleh sekitar 330 partisipan dari berbagai universitas di Indonesia bahkan berbagai negara.
Pada sambutan pembuka, kepala program studi Ilmu Komunikasi Universitas Ahmad Dahlan, M. Najih Farihanto, mengatakan bahwa setelah dilakukannya vaksin Covid-19, masyarakat saat ini berhadapan pada hybrid era yang mana merupakan kombinasi dari non-technical serta technical skill dalam era digital, konsep hybrid ini di masa mendatang perlahan akan populer. Sehingga, pada konferensi Youth Communication Day 2021 kali ini bertema "Tantangan Komunikasi di Era Hybrid".
Pembicara-pembicara yang mengisi pada pembukaan Youth Communication Day 2021 yaitu sebagai berikut:
- Anton Yudhana, Ph.D. (Universitas Ahmad Dahlan, Indonesia)
- Prof. Estrella Arroyo, Ed.D. (University of Saint Anthony, Philippines)
- Dr. Kirti Dang-Longani (Ajjenkya DY Patil University, Pune, India)
- Jessada Salathong, Ph.D. (Chulalongkorn University, Thailand)
- Dr. Chen Chujie (Nanjing Normal University, China) -- Closing Ceremonies
Acara ini diselenggarakan selama 6 hari berturut-turut yaitu, Pienary and Parallel Session (13 Desember 2021), International Workshop for Students dengan tema Digital Marketing dan Content Creator (14-18 Desember 2021), dan acara Closing Ceremony (18 Desember 2021).
Moderator konferensi Opening Ceremony Youth Communication Day 2021, Mufid Salim, mengatur jalannya acara dengan lancar. Para pemateri juga menyampaikan isi materi dengan sangat jelas dan menarik sehingga para partisipan terlihat tidak merasa bosan. Salah satu pematerinya yaitu dari Chulalongkorn University, Jessada Salathong, Ph.D.Â
Beliau merupakan seorang dosen di Faculty of Communication Arts. Selain sebagai tokoh media yang professional, beliau aktif di industri media sejak tahun 1998 dengan beragam pengalaman di berbagai posisi termasuk sebagai reporter di Nation's Multimedia Group, penyiar dan penerjemah di NHK World, Radio Japan, dan Thai Section, juga sebagai pemengang penghargaan pembawa acara program Good Morning Asian, dan pembawa berita televisi untuk beberapa stasiun televisi ternama di Thailand serta sebagai MC bilingual.
Dalam materinya yang berjudul "Thailand's Media Landscape in Disruptive Era", Jessada menjelaskan bahwa dahulu terdapat proses yang terjadi dalam komunikasi yaitu S-M-C-R. "S" untuk Sender atau pengirim, "M" untuk Message atau pesan, "C" untuk Channel atau menyampaikan/menghubungkan, dan "R" untuk Receiver atau penerima.Â
Tetapi, seiring berjalannya waktu, saat ini terdapat beberapa proses yang terjadi dalam komunikasi, yang mana seorang penerima bukan hanya menjadi penerima pasif saja, tetapi menjadi pusat komunikasi juga.Â
Terdapat dua jalan dalam komunikasi, penerima bisa menjadi pengirim pesannya melalui saluran kepada pengirim yang saat ini menjadi penerima. Jadi, lanskap dan ekosistem komunikasi telah banyak berubah dan bergeser selama dekade terakhir. Hal-hal inilah yang membuat terjadinya disrupsi.Â
Misalnya, ketika seseorang memiliki telepon genggam, maka seseorang itu dapat melakukan semuanya dalam satu benda itu, seperti melakukan transaksi, berbelanja, hingga menonton televisi. Contoh lain dari disrupsi media seperti pada salah satu studio di Thailand, di sana tidak ada kamera kru lagi, karena mereka telah menggunakan robot sebagai penggantinya. Maka dari itu, dapat dilihat banyaknya orang yang kehilangan pekerjaan. Hal ini juga terjadi di salah satu daerah di China, di mana seorang pembawa berita bukanlah manusia lagi.
Fenomena lainnya yang juga terjadi adalah konvergensi media. Ketika semua hal seperti media cetak, surat kabar, radio, televisi, dan lain-lain dijadikan satu ke dalam bentuk media tunggal. Disrupsi media dan konvergensi media mengakibatkan timbulnya banyak pertanyaan. Cara di mana teknologi yang memungkinkan pengguna atau penerima dapat membuat konten sendiri yaitu disebut juga dengan UGC (User-Generated Content). Sebagai contoh, Tik Tok, sebuah aplikasi yang sangat terkenal di Indonesia dapat memberikan pengaruh bagi masyarakat khususnya anak muda. Oleh karenanya, orang-orang yang berpengaruh dan juga media bisa memberi pengaruh kepada pendengar.
Seperti yang sebelumnya, kita dapat berpikir bahwa media massa seperti televisi dan radio sangatlah berpengaruh. Namun, saat ini jangkauan media massa sudah sangat besar tetapi dalam hal yang berbeda. Social connector seperti artis, aktor, musisi, mereka memiliki pengikut yang lebih sedikit atau jangkauan yang lebih sedikit. Namun, dalam hal pengaruh kekuasaan, mereka merupakan orang-orang yang memiliki dampak yang lebih besar.Â
Pembuat konten seperti blogger, youtuber, tiktoker, mereka juga lebih berdampak pada orang-orang. Opinion leader atau key opinion leader seperti seorang pakar terutama pada masa Covid-19 ini, seorang ilmuan, dokter, semua orang inilah yang lebih banyak mempengaruhi orang lain. Meskipun mereka tidak memiliki jutaan pengikut, tetapi, orang-orang banyak yang mendengarkan mereka ketika kereka membutuhkan informasi tertentu.
Hal lainnya, Jessada juga menjelaskan bahwa, bahkan sebelum disrupsi, terdapat sebuah teknik yang bernama teknik mendongeng. Bukan hanya musik, serial, atau pun sesuatu yang harus berhubungan dengan audiovisual. Contohnya, di Jepang, jika terdapat lobak yang memiliki tampilan yang buruk, maka lobak itu tidak bisa dijual. Namun, jika seseorang memberikan sebuah cerita pada lobak itu, lobak itu akan menambah nilai dan lebih berharga.Â
Para petani di Jepang, membungkus lobak yang rusak itu dan memberikan gambar tersenyum juga menangis pada masing-masing lobak. Tambahan ini membuat tingkat penjualan lobak yang rusak menjadi meningkat pesat. Saat ini, jika kita ingin bercerita, kita harus memiliki teknik mendongeng yang baik. Namun, kita harus tetap melihat tren di seluruh dunia, memikirkan konteks, bukan hanya konten. Dalam mencari konten, kita harus melihat dari 3 cara, Global Citizen, Wokeism, dan Inclusiveness.
Literasi media merupakan kemampuan untuk mengakses, menganalisis, mengevaluasi, dan menciptakan media. Adanya literasi media, orang dapat memahami dan menafsirkan pesan kompleks yang kita terima dari berbagai jenis media. Begitu orang lain menjadi melek media, maka mereka bisa mengelola media. Clickbait, merupakan sesuatu yang membuat pembaca untuk menekan tautan yang ada. Tetapi, hal itu digunakan secara pantas untuk menggambarkan berita utamanya yang sensasional. Terdapat lima pertanyaan literasi media yang harus dipahami:
- Siapa yang membuat atau menulis pesan?
- Bagaimana pesan itu disajikan?
- Bagaimana pembaca menerima pesan? Dan mengapa?
- Siapa yang mewakili pesan dan siapa yang hilang?
- Apa motivasi dari pesan tersebut?
Lima pertanyaan tersebut dapat mencegah kita dari berita bohong yang sedang marak terjadi.
Materi-materi yang disampaikan oleh pembicara dari berbagai negara di Asia sangatlah informatif. Acara ini berlangsung dengan sangat menarik dan tidak membosankan, pada sesi tanya-jawab pun para partisipan juga antusias mengajukan berbagai macam pertanyaan kepada para pemateri. Penutupan acara Youth Communication Day 2021 ini diselenggarakan pada 18 Desember 2021 diisi dengan berbagai kompetisi dari para partisipan konferensi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H