Tidak hanya cuci piring, namun suami kerap membantu mencuci baju, menjemur, hingga menyetrika. Termasuk menyapu, mengepel lantai, menggoreng telur, masak mie instan, membuat air minum, bahkan memandikan anak saat masih balita.
Saya sebagai ibu pekerja tentu sangat terbantu dengan apa yang sudah dilakukannya. Saya melihatnya suami ikhlas dan tidak gengsi, seperti tidak ada beban. Ini yang membuat saya semakin sayang padanya.
Sedari awal pernikahan kami, kesetaraan dalam rumah tangga sudah diterapkan.
Tidak ada pengkotakan mengenai tugas masing-masing sebagai suami maupun istri.
Tidak ada kesaklekan tugas suami yang hanya mencari nafkah dan istri yang harus mengerjakan pekerjaan rumah tangga seperti memasak, mencuci, menyapu, dan mendidik anak. Kami saling bekerjasama dalam melakukannya.
Saya bekerja sebagai pengajar dengan seizin suami untuk membantu perekonomian rumah tangga, sedangkan suami membantu pekerjaan saya sebagai ibu rumah tangga.
Kesetaraan dalam Perkawinan
Menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, pengertian perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Sedangkan dasar hukum perkawinan menurut Kompilasi Hukum Islam tertuang dalam Pasal 2 dan 3 yang berbunyi “Perkawinan menurut Hukum Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau miitsaaqan ghaliizhan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah.
Perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah”.
Perkawinan harus dilandasi dengan kasih sayang yang merupakan pokok pondasi.