disabilitas yang mempunyai keterbatasan untuk mendengar  ataupun berbicara. Namun, kedudukan bahasa isyarat tergolong rendah karena kemampuan masyarakat kita di Indonesia mayoritas tidak menguasai bahasa isyarat. Hal  tersebut menjadi isu yang menyebabkan ketimpangan dalam kluster sosial dalam cara  penyampaian komunikasi yang adil dan setara kepada kaum disabilitas.  Â
Bahasa isyarat pada umumnya mempunyai kedudukan sebagai cara berkomunikasi yang  dikhususkan untuk kaumMengutip dari pernyataan Anies Baswedan pada debat capres (Calon Presiden) terakhir pada 4/2/2024 yang menyatakan "Membantu disabilitas itu bukan charity, tapi  pemenuhan hak asasinya", cara komunikasi yang mereka gunakan tentunya adalah cara  mereka untuk mengakses informasi dengan satu sama lain. Penggunaan bahasa isyarat ini  pun berkorelasi dengan pemenuhan hak asasi yang sepantasnya mereka dapatkan bisa kita  mulai dari memahami cara berkomunikasi yang mereka gunakan.Â
Urgensi Bahasa Isyarat Di Indonesia
Sesuai dengan pernyataan Konvensi Hak Penyandang Disabilitas, No.19 Tahun 2011 Pasal 24 ayat 3, Perserikatan Bangsa Bangsa, menyatakan bahwa negara-negara wajib mengambil langkah-langkah yang tepat dan layak, termasuk menyediakan pembelajaran bahasa isyarat dan kemajuan identitas linguistik masyarakat disabilitas (Zulpicha, 2017).  Indonesia sepantasnya merealisasikan hal tersebut untuk kemajuan sumber daya manusia  bangsa, terutama dalam pemenuhan haknya.  Â
Kenyataan yang ada di lapangan justru berbeda dengan apa yang seharusnya dipenuhi  oleh kita semua sebagai masyarakat yang hidup berdampingan dengan teman-teman  disabilitas. Walaupun sekolah inklusif tetap diadakan, namun secara umum untuk  berkomunikasi pada kegiatan sehari-hari, bahasa isyarat yang tergolong sangat penting  untuk kaum disabilitas sangatlah dibutuhkan tetapi masyarakat yang sebagai mayoritas  masih belum mampu menggunakannya.  Â
Masyarakat memiliki stigma yang masih asing terhadap bahasa isyarat sehingga bahasa isyarat seringkali dianggap  sebagai penghambat ataupun hal yang terlalu sulit untuk dipelajari. Tetapi, solusi yang  bisa diambil adalah edukasi yang diberikan kepada masyarakat tentang bahasa isyarat  sejak dini dapat meningkatkan elektabilitas penggunaannya karena masyarakat dapat  tumbuh dan terbiasa dengan adanya pembelajaran tentang bahasa isyarat. Â
Edukasi sejak dini yang interaktif tentang bahasa isyarat dapat diimplementasikan dengan melibatkan sahabat disabilitas ke dalam pembelajarannya agar masyarakat bisa mendapatkan perspektif dalam cara berinteraksi dan menumbuhkan rasa menghargai yang tinggi.Â
Menjunjung Hak Asasi Dan Komunikasi Yang Adil Dan Setara
Pembelajaran atau edukasi tentang penggunaan bahasa isyarat sejak dini kepada  masyarakat akan menjadi sebuah langkah besar untuk menghilangkan rasa ketimpangan  terhadap kaum disabilitas dalam berkomunikasi. Tak hanya itu, masyarakat dapat lebih  memahami bahwa kaum disabilitas pun berhak untuk diberikan sebuah wadah pengertian agar mereka tak merasa seolah-olah dibedakan dengan adanya kekurangan yang mereka miliki.Â
Dorongan masyarakat pun dapat membantu menaikkan penggunaan bahasa isyarat  sebagai salah satu cara pertukaran informasi yang dapat dipakai di kehidupan sehari-hari,  terutama untuk berkomunikasi kepada kaum disabilitas. Tentunya, kaum disabilitas  mempunyai hak yang sama dan setara seperti masyarakat yang lainnya.
Hubungan antara hak asasi dan keadilan dalam berkomunikasi harus ditekankan kembali, terutama di dalam keseharian masyarakat. Terkadang contoh yang ada di dala  masyarakat ada di kalangan anak-anak, sahabat disabilitas yang ditandai sebagai orang yang 'dibedakan' dikarenakan kekurangannya, dicap minoritas karena perbedaan yang signifikan dari yang lainnya. Contoh tersebut memberikan perspektif tentang diskriminasi yang seringkali dialami oleh sahabat disabilitas, bahkan jika kita melihat dari sudut pandang lain pun banyak sekali hal tentang diskriminasi yang sering mereka alami di kehidupan sehari-hari mereka. Bahkan, masyarakat yang sekiranya hanya mengetahui bahsa seseorang itu adalah kaum disabilitas, perpektif masyarakat langsung menekankan bahwa seseorang itu adalah manusia yang 'berbeda'.Â
Stigma atau standar yang ada tentang sahabat disabilitas adalah kekurangan yang mereka miliki, bahkan untuk dipandang sebagai manusia yang normal pun perjuangannya akan tetap sulit untuk mereka para kaum disabilitas. Sehingga, hak yang seharusnya mereka dapatkan sedari mereka lahir yaitu diperlakukan secara setara hampir tidak terlihat.Â
Tak banyak masyarakat yang sadar bahwa kepentingan dalam mengerti tentang bahasa isyarat saja dapat menjadi langkah besar untuk mensejahterakan sahabat disabilitas yang membutuhkan kesetaraan dalam kehidupan mereka. Mempelajari bahasa isyarat yang sekedar kata sapaan, kata kerja, atau hanya mencoba mempelajarinya saja sudah merupakan cara dari kita untuk memenuhi hak asasi mereka yang seharusnya didapatkan sejak dahulu.Â
Kesadaran dan tindakan tersebut dapat kita lakukan untuk menjalankan dan menumbuhkan sikap toleran, menghargai, dan menjunjung tinggi hak asasi berkomunikasi yang setara dan adil untuk semua.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H