Mohon tunggu...
Annisa Nurizky
Annisa Nurizky Mohon Tunggu... Freelancer - Sharing Content

✨ Mahasiswa ✨ ✨ Freelancer ✨ ✨ Illustrator ✨

Selanjutnya

Tutup

Analisis

PROSES PERUMUSAN RUU CIPTAKER DALAM PERSPEKTIF PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT BANGSA INDONESIA

26 November 2020   09:00 Diperbarui: 26 November 2020   14:16 754
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Tahun 2020 merupakan tahun yang penuh dengan kejutan bagi bangsa Indonesia karena banyak kejadian yang tidak disangka-sangka terjadi di tahun kembar ini. Mulai dari wabah corona, bencana alam, pembubaran KPK, konspirasi, hingga kehadiran omnibus law yang membuat masyarakat Indonesia menjadi terpuruk. Peristiwa yang masih hangat dibicarakan publik adalah tentang perancangannya yang dinilai tidak demokratis dan tidak transparan.


Omnibus Law merupakan Undang-Undang (UU) yang dibuat untuk mencabut, menambah, dan mengubah beberapa UU sekaligus menjadi lebih sederhana. Kata ‘omnibus’ berasal dari bahasa Latin, yang berarti ‘untuk semua’. Artinya, omnibus bersifat lintas sektor atau dapat disebut dengan UU sapu jagat.


UU Cipta Kerja merupakan upaya penciptaan kerja melalui usaha kemudahan, perlindungan, dan pemberdayaan usaha, peningkatan ekosistem investasi dan percepatan proyek strategis nasional. UU Cipta Kerja atau disingkat UU Ciptaker juga  merupakan bagian dari Omnibus Law.


Rancangan dari UU Ciptaker ternyata menimbulkan kontroversi sejak awal pembahasan lantaran dianggap merugikan para pekerja atau buruh dan hanya mementingkan pemberi kerja atau investor. Selain itu, RUU Ciptaker ini juga dikecam keras oleh para ahli politik karena dipandang tidak transparan dan tidak sesuai dengan asas-asas yang berlaku sehingga disebut sebagai “RUU Hantu”. Untuk memahami dan menilai fenomena ini, saya menuliskan tentang bagaimana proses perumusan RUU Ciptaker jika dipandang dari sudut pandang pancasila sebagai sistem filsafat bangsa Indonesia.


Pembentukan UU


Menurut pasal 20 ayat (1) Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, kekuasaan untuk membentuk Undang-Undang ada pada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Sedangkan proses pembentukan UU juga diatur dalam Undang-undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan perubahannya.
Berdasarkan pasal 1 ayat 2 dan ayat 3 UUD 1945 menetapkan asas-asas yang harus dilaksanakan, yaitu demokrasi dan negara hukum. Jika disimpulkan, maka penyelenggaraan negara Indonesia harus didasarkan pada hukum yang demokratis.


Prosedur perumusan undang-undang diatur dalam UU No. 12 Tahun 2011. Hal penting yang diatur dalam UU tersebut adalah “Keterbukaan” yang menjadi salah satu asas pembentukan sebagaimana diatur dalam Pasal 5. 

Dalam membentuk Peraturan Perundang-undangan harus dilakukan berdasarkan pada asas Pembentukan  Peraturan Perundang-undangan yang baik meliputi:  


a. kejelasan tujuan;  
b. kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat;
c. kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan;  
d. dapat dilaksanakan;  
e. kedayagunaan dan kehasilgunaan;  
f. kejelasan rumusan; dan  
g. keterbukaan.


Sedangkan dalam pasal 96 mengatur partisipasi masyarakat, yang artinya masyarakat memiliki hak untuk memberi masukan secara lisan atau tertulis dalam pembentukan peraturan perundang-undangan. 

Adapun isi dari pasal UU No.12 Tahun 2011 Pasal 96 adalah :


 (1) Masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan dan/atau tertulis dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.  
(2) Masukan secara lisan dan/atau tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan melalui:  
a. rapat dengar pendapat umum;  
b. kunjungan kerja;  
c. sosialisasi; dan/atau  
d. seminar, lokakarya, dan/atau diskusi.  
(3) Masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah orang perseorangan atau kelompok orang yang mempunyai kepentingan atas substansi Rancangan Peraturan Perundang-undangan.  
(4) Untuk memudahkan masyarakat dalam memberikan masukan secara lisan dan/atau tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1), setiap Rancangan Peraturan Perundang-undangan harus dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat.
Keterbukaan yang dimaksud adalah transparansi dalam pembentukan peraturan perundang-undangan mulai dari perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan bersifat transparan dan terbuka. Dengan demikian, seluruh lapisan masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk memberikan masukan dalam pembentukan peraturan perundang-undangan.
Sejatinya, keterbukaan, partisipasi dan penyebarluasan berkait langsung dengan asas demokrasi dalam pembentukan UU. Dengan kata lain, tanpa kehadiran salah satu dari ketiganya berarti menegasikan demokrasi.


Sistem Filsafat Pancasila


Filsafat pancasila adalah suatu filsafat praktis yang dijadikan sebagai pedoman hidup sehari-hari agar hidup bangsa Indonesia dapat mencapai kebahagiaan lahir dan batin. Sedangkan Pancasila sebagai sistem filsafat adalah kesatuan yang mengikat antara satu sila dengan sila yang lain yang tiap bagiannya menempati kedudukan serta fungsinya sendiri dan saling melengkapi. Konsekuensinya, apabila salah satu sila hilang maka akan membuat sistem tidak dapat berjalan dengan baik.


Filsafat berasal dari bahasa Yunani philos berarti ‘cinta’ dan sopho berarti ‘kebijaksanaan’.  Jika diartikan, filsafat adalah keinginan yang sungguh-sungguh akan kebenaran dan kebijaksanaan sejati. Perhatian utama filsafat adalah alam semesta, manusia, kehidupan, nilai, dan norma.
Menurut Prof. Notonagoro, sila-sila pancasila merupakan kesatuan yang bersifat organis, yaitu terdiri atas bagian-bagian yang tidak terpisahkan. Dalam kesatuan ini, tiap-tiap bagian menempati kedudukan sendiri dan berfungsi sendiri. Meskipun sila-sila itu berbeda-beda, namun tidak saling bertentangan.


Mengapa filsafat pancasila dapat disebut sebagai sebuah sistem? Hal ini dapat terjadi karena pancasila bersifat hierarki dan piramidal, yang artinya memiliki urutan dan tingkatan yang jelas dalam isinya. Sila-sila pancasila didalamnya saling mengisi dan melengkapi, sila satu melengkapi sila dua, sila dua melengkapi sila tiga, dan seterusnya. Sistem ini memiliki satu tujuan yang utama, yaitu pada sila kelima adalah mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia.


Pancasila sebagai filsafat harus menjadi pandangan hidup bagi bangsa Indonesia. Mengapa? Karena di dalam pancasila terdapat butir-butir yang merefleksikan tujuan dari bangsa Indonesia dan juga sebagai hasil dari kristalisasi dari nilai-nilai luhur yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. 

Pancasila dirumuskan atas dasar kehidupan bangsa Indonesia dan diperkaya dengan cita-cita dunia tentang negara modern demokratif sangat tepat sebagai ideologi negara Indonesia yang plural.
Maka dari itu, nilai-nilai yang ada di dalam pancasila harus diimplementasikan dalam setiap celah kehidupan bangsa, baik dalam hubungan sosial maupun dalam berpolitik. Nilai-nilai filosofis yang terkandung dalam sila-sila Pancasila mendasari seluruh peraturan hukum yang berlaku di Indonesia.


Dalam pelaksanaannya, implementasi dari nilai-nilai pancasila tetap harus memperhatikan sistem yang ada. Artinya, dalam lima sila pancasila harus dihayati secara keseluruhan. Tidak boleh ada nilai sila pancasila yang tidak diimplementasikan, karena pancasila merupakan suatu sistem yang utuh dan tidak boleh dipisahkan ataupun dihilangkan.


Mengapa harus diimplementasikan secara utuh? Karena antara sila satu dengan sila yang lainnya saling berkaitan dan melengkapi, ibarat suatu mobil apabila tidak mempunyai ban maka mobil tersebut tidak akan bisa berfungsi sebagaimana mestinya. Namun, tiap-tiap sila memiliki fungsinya sendiri dan tidak mengganggu fungsi sila-sila yang lain. Filsafat pancasila memiliki beberapa sudut pandang, diantaranya adalah monodualistik, monopluralistik, dan integralistik.


Monodualistik adalah suatu pandangan tentang anggapan bahwa hakikat suatu hal adalah dua unsur yang terikat dan menjadi satu kebulatan. Monopluralistik adalah pandangan yang mengakui keberagaman, maka dalam filsafat pancasila dapat diartikan sebagai pandangan tentang bangsa Indonesia terdiri yang beragam, namun tetap terikat dalam satu kesatuan.


Paham Integralistik yang dianut bangsa Indonesia bersumber dari pemikiran Prof. Mr. Soepomo. Pemikiran beliau berisi tentang negara tidak menjamin kepentingan seseorang atau golongan akan tetapi menjamin masyarakat seluruhnya, negara adalah masyarakat yang integral, dan negara tidak memihak golongan yang dominan tetapi negara menjamin keselamatan hidup bangsa seluruhnya.


Maka dari pandangan-pandangan tersebut, sistem filsafat pancasila dapat dijadikan sebagai suatu perspektif untuk menganalisa tentang proses perancangan UU Ciptaker yang keluar dari sistematika dan asas-asasnya.


Proses perumusan RUU Ciptaker dalam perspektif sistem filsafat Pancasila


Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, proses perumusan RUU Ciptaker terbukti telah melanggar aturan pembentukan pada UU No. 12 Tahun 2011 pasal 5 yang mengatur tentang asas pembentukan peraturan perundang-undangan. Dalam pasal tersebut disebutkan bahwa unsur keterbukaan adalah salah satu asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik.


Namun, pada kenyataannya proses perumusan tersebut tidak menerapkan keterbukaan dan melanggar etika moral konstitusi. Kejelasan rumusan dan keterbukaan seharusnya tetap dilaksanakan sebagai satu kesatuan dari asas perumusan perundang-undangan yang tidak boleh dipisahkan. Apabila dipisahkan atau tidak terpenuhi salahsatunya maka akan menyebabkan suatu kecacatan dalam undang-undang yang dibuat.


Perspektif pancasila sebagai sistem filsafat memiliki prinsip kesatuan dalam sila-silanya. Masing-masing sila memiliki fungsi tertentu dan saling melengkapi. Sila-sila dalam pancasila tersusun secara sistematis dan tidak dapat dihilangkan salah satunya, begitupun dalam implementasinya. Pancasila sebagai falsafah hidup bangsa harus diimplementasikan secara utuh dan tidak boleh dilewatkan salah satu silanya.


Sebagaimana dalam sistem filsafat pancasila, perumusan undang-undang seharusnya dilaksanakan secara keseluruhan sesuai dengan isi atau ketentuan yang tercantum dalam pedomannya, yaitu UU No. 12 Tahun 2011. Selain sebagai aturan, undang-undang juga merupakan suatu sistem yang utuh dan satu. Suatu sistem tidak dapat dipisahkan, karena apabila dipisahkan maka butir-butir yang lain tidak dapat dijalankan dengan baik.


RUU Cipta Kerja diyakini melanggar bukan hanya norma-norma pembentukan sebagaimana diatur dalam UU No. 12 Tahun 2011, namun juga melanggar asas-asas utama penyelenggaraan negara yang ada dalam UUD 1945 serta etika atau moral konstitusi.
Selama proses perancangan, pihak DPR tidak pernah terbuka dalam menyampaikan masyarakat dan terkesan sembunyi-sembunyi. Masyarakat dapat mengakses ketika RUU itu selesai dirancang. Padahal, dalam UU No.12 Tahun 2011 menunjukkan bahwa dalam perancangan UU terdapat asas keterbukaan, penyebarluasan serta partisipasi dilakukan sejak tahap perancangan.


Kejanggalan dalam proses perumusan undang-undang tersebut memunculkan suatu julukan baru, yaitu “RUU Hantu”. Mengapa disebut RUU Hantu? Jawabannya sangat jelas, proses yang tidak kasat mata, tidak transparan, serbacepat, dan tertutup. Masyarakat yang tidak tahu menahu tiba-tiba dikejutkan dengan UU ini tanpa adanya keterlibatan apapun dalam perumusannya.


Bila pembentukan UU dipandang sebagai suatu proses politik, maka partisipasi rakyat adalah partisipasi politik. Jika, UU adalah suatu kebijakan yang dibuat oleh negara, maka seharusnya pemerintah melibatkan pihak yang terdampak dalam pengesahan UU, yaitu masyarakat. Rakyat mempunyai hak untuk didengar.


Pembentukan UU dan penyelenggaraan pemerintahan tidak hanya didasarkan pada norma-norma konstitusi tetapi juga tunduk pada nilai-nilai atau moral. Hal tersebut akan menjadi sesuatu yang tidak etis apabila pihak legislatif tetap melanjutkan pembahasan RUU yang diwarnai dengan keberatan masyarakat ditengah-tengah situasi pandemi.
Tujuan utama pemerintahan adalah menghasilkan hukum dan kebijakan yang baik yang merefleksikan kepentingan umum. Hukum dan kebijakan yang baik artinya hasil yang paling tidak mempertimbangkan kepentingan-kepentingan dan dibuat berdasarkan prinsip-prinsip yang sesuai dengan norma, nilai, serta kode etik yang berlaku.
Proses politik yang demokratis harus melibatkan partisipasi dalam melakukan suatu tindakan atau mengambil keputusan. Maka, pihak-pihak yang terkait dengan perumusan UU harus memahami dengan jelas tentang pentingnya sebuah sistem dan prosedur. Apabila sistem dan prosedur dilaksanakan dengan baik, pihak-pihak tersebut dapat mencegah terjadinya “dari perantara ke jual beli”. Jika praktik tersebut dibiarkan, akibatnya akan menjadi sangat destruktif: “matinya demokrasi di tangan pembentuk UU”.


Pembentukan UU oleh DPR dan Pemerintah sejatinya bertujuan mendapatkan legalitas dan legitimasi atas suatu tindakan negara. Namun seharusnya proses untuk mendapatkan legalitas dan legitmasi tersebut diselenggarakan sesuai dengan norma-norma yang berlaku, serta harus dilandasi dengan Pancasila supaya tidak keluar dari cita-cita bangsa.


Sebagai generasi muda, kita harus memahami tentang “Sistem Filsafat Pancasila”. Apabila kita tidak memahami dengan benar, maka akan menyebabkan diri kita menjadi lupa bahkan tidak tahu menahu akan nilai-nilai filosofis pancasila. Ketidaktahuan tersebut akan membuat kita menjadi berperilaku liar dan tidak mengedepankan moral.

DAFTAR REFERENSI

Pradana, Arasy. 2020. Proses Pembentukan Undang-Undang. m.hukumonline.com.

diakses pada 8 November 2020 pukul 19.04.

Mudhofir A. 1996. Pancasila Sebagai Sistem Kefilsafatan. jurnal.ugm.ac.id . diakses

pada 9 November 2020 pukul 16.03.

www.bphn.go.id . 2011. Undang Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011

Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. diakses pada 10

November 2020 pukul 11.01

Ditulis oleh :

ANNISAFITRI SEPTIANA NURIZKY

Mahasiswi UPN Veteran Yogyakarta

S1 Hubungan Masyarakat

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun