Kompasian.com -- Gulir waktu berjalan begitu cepat ketika pada akhirnya orang orang itu mengambil keputusan untuk memulai perjalanannya di kota baru selama beberapa bulan. Mereka, para mahasiswa dari beberapa Universitas pilihan yang bergelar Kampus Merdeka dan memutuskan untuk mengikuti salah satu programnya, Pertukaran Mahasiswa. Program yang terdengar menarik ketika pertama kali mendengar, program yang mungkin sudah cukup sering didengar oleh kalangan mahasiswa sendiri. Siapa sangka program yang katanya "menarik" tersebut ada banyak cerita dibaliknya yang mungkin sebenarnya tidak sebahagia yang dibayangkan, tapi juga tidak seburuk yang terlintas dipikiran.
Mencoba untuk beradaptasi yang kedua kali adalah fakta yang mungkin hanya dipandang oleh beberapa orag saja dari program kampus merdeka yang satu ini. Ketika sudah beradaptasi pada awal masuk kuliah yang merupakan transisi dari masa SMA ke bangku universitas, mahasiswa yang mengikuti program ini harus beradaptasi lagi ketika harus bertukar ke kampus baru yang jauh dari Universitas asal mereka.
Bukan hal yang mudah, menyesuaikan semuanya yang masih begitu asing dalam benak pikiran, suasana, masyarakat, budaya, tradisi bahkan hingga makanan yang mungkin berbeda rasa di lidah mereka.
"Sumpah ya, pas awal kesini tuh kek kaget gitu, makanan di sini tuh pedesnya kaya yang pedes keterlaluan gituloh, walaupun di Bandung juga banyak makanan pedes, tapi di sini tuh pedesnya yang tahap keterlaluan pokonya yang sampe rasanya yg dirasa cuman cabe aja" ucap Indri salah satu Mahasiswa PMM Universitas Katolik Della Sale Manado yang berasal dari Universitas Wanita Internasional, Bandung.
Menginjakan kaki dikota yang udaranya cukup panas ibarat matahari tepat berada di kepala, jelas jauh berbeda dengan Bandung yang walau
siang tapi udara sejuk masih bisa dirasakan. "Panas banget" adalah hal yang terlintas dibenak wanita 20 tahun tersebut. Keringat bercucuran di sekujur tubuh sudah seperti mandi adalah hal yang menjadi lumrah pada saat tengah hari di Medan sana.Banyak culture shock lain yang wanita asli Bandung itu rasakan, dua hal tadi mungkin adalah hal umum yang mungkin pada biasanya dirasakan oleh orang yang menginjakan kakinya di tempat baru. Kerikil kecil dilempar air danau bergerak, batu besar dilempar air danau juga bergerak adalah hal kiasan yang mungkin cocok untum ibarat beradaptasi. Ketika seseorang tidak bisa mengabaikan hal kecil sedikitpun dalam kajian culture shock.
Penyesuaian diri bukanlah hal yang mudah bagi sebagian orang tapi juga bukan hal yang sulit bagi sebagian orang yg lain, tergantung dari masing masing orang tersebut menyesuaikan dirinya seperti yang dipaparkan oleh Indri.
Bagi Indri sendiri, penyesuaian diri ditempat baru bukanlah hal yang cukup sulit asalkan dia memiliki teman dengan latar belakang yang sama seperti dirinya, untuk dapat berbagi terkait apa yang dirinya rasakan, baik sama dari segi bahasa, budaya, selera makanan, atau mungkin hal yang lebih dalam seperti idola kesukaannya atau hal lain yang bisa membuat kedekatan terjalin diantara keduanya.
Menginjakan kaki dikota orang dengan suasana yang semuanya asing adalah hal yang cukup sulit dirinya rasakan, tinggal diasrama dengan fasilitas dapur yang kurang memadai membuat dirinya kesusahan untuk mendapatkan makanan pada awalnya, sehingga membuat cukup effort dan boros dikarenakan selalu membeli makanan di luar yang belum jelas cocok dengan lidahnya atau tidak. Untungnya banyak orang yang juga mahasiswa PMM merasakan apa yang Indri rasakan tersebut sehingga pada akhirnya mereka bekerja sama untuk membeli peralatan dapur yang belum ada dan bahan bahan makanan yang cukup mudah untuk diolah agar mereka bisa memasak di asrama saja.
Selain itu perbedaan intonasi nada bicara juga membuat culture shock tersendiri bagi Indri, dimana pada awalnya dia tinggal di bandung dengan nada dan intonasi bicara yang cukup rendah sedangkan di daerah Medan sana cenderung menggunakan nada dan intonasi yang lebih tinggi, sehingga terkesan marah dan berteriak bagi yang belum terbiasaa.
"reuwas siah awalnamah" (kaget tau awalnya) ucapnya dengan menggunakan logat khas bandung.