Mohon tunggu...
An Nisa Aulia Kamila
An Nisa Aulia Kamila Mohon Tunggu... Lainnya - Universitas Airlangga

Balance life

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Apakah Kurikulum yang Padat Efektif untuk Meningkatkan Kualitas Pendidikan di Indonesia?

16 Mei 2023   21:01 Diperbarui: 16 Mei 2023   21:11 188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tidak dapat disangkal bahwa sistem pendidikan di Indonesia memiliki kurikulum yang padat. Anak-anak Indonesia menghabiskan rata-rata 7-8 jam di sekolah, dimulai dari pagi hingga sore. 

Hal ini terkait dengan penerapan sistem full day school dan penambahan jam belajar di sekolah setelah jam pelajaran reguler, yang diterapkan di sebagian besar sekolah di Indonesia. Namun, waktu istirahat yang diberikan kepada siswa terbilang minim dan tidak sebanding dengan lamanya waktu belajar di kelas. Biasanya, sekolah di Indonesia memberikan 3-4 jam pembelajaran dan diikuti waktu istirahat sekitar 30 menit hingga 1 jam. 

Alasan pemberlakuan kebijakan tersebut adalah ingin mengejar materi kurikulum yang padat. Namun, penelitian menunjukkan bahwa memberikan waktu istirahat yang cukup saat belajar memiliki dampak positif terhadap pemahaman dan konsentrasi siswa dalam menghadapi mata pelajaran berikutnya, serta meningkatkan semangat mereka dalam mengerjakan tugas di kelas.

Istirahat yang cukup saat belajar sangat penting untuk diterapkan di dunia pendidikan agar siswa tidak merasa jenuh menghadapi berbagai pelajaran dalam waktu yang lama. 

Negara-negara di Eropa yang memiliki kualitas pendidikan yang baik, seperti Finlandia, yang hanya memiliki rata-rata jam sekolah 5-6 jam setiap harinya, dengan waktu istirahat yang seimbang. 

Di Finlandia, setiap 45 menit pembelajaran akan diikuti dengan 15 menit waktu istirahat. Bahkan, di beberapa sekolah di China, siswa diberi waktu tidur siang di sekolah.

Meskipun waktu belajar yang panjang, siswa di Indonesia masih diberi beban tugas yang banyak dengan tujuan meningkatkan pengetahuan mereka. Namun, tidak semua siswa dapat beristirahat dan mengerjakan tugas di rumah setelah pulang sekolah, karena beberapa siswa mengikuti les dan bimbingan di luar jam sekolah, terutama menjelang ujian. 

Berdasarkan survei dari worldtop20.org, kualitas pendidikan di Indonesia masih berada pada peringkat 67 di dunia. Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan di Indonesia masih jauh dari mencapai kualitas yang diharapkan oleh pemerintah. Lalu, apa yang menyebabkan kualitas pendidikan di Indonesia masih rendah jika dibandingkan dengan negara lain? Berikut adalah beberapa alasan yang mungkin menjadi faktor penyebabnya:

1. Jam belajar yang terlalu panjang membuat siswa merasa bosan

Jam pelajaran yang banyak dan minimnya waktu istirahat membuat siswa di Indonesia merasa bosan di kelas, sehingga pembelajaran di kelas tidak efektif. Banyak siswa yang kehilangan fokus dan hanya pura-pura mendengarkan tanpa benar-benar memahami materi yang disampaikan.

2. Rendahnya kesadaran membaca

Banyak siswa di Indonesia yang jarang mengunjungi perpustakaan selama waktu istirahat. Siswa tidak bisa disalahkan karena mereka ingin memanfaatkan waktu istirahat untuk bermain sebelum masuk ke kelas yang akan kembali dihadapkan dengan buku. 

Hal ini menciptakan persepsi bahwa membaca itu membosankan, mirip dengan belajar. Jika persepsi ini terbentuk di kalangan siswa, tentunya hal terseut merupakan sesuatu yang tidak baik karena seharusnya membaca adalah kegiatan yang menyenangkan.

3. Kurangnya kompetensi sumber daya

Sebagian besar anak Indonesia saat ini jarang yang memiliki keinginan untuk menjadi guru. Mereka mungkin berpikir bahwa gaji guru rendah dibandingkan dengan profesi lain dan pekerjaan sebagai guru terlihat kurang bergengsi. 

Hal ini menyebabkan minat anak-anak untuk menjadi guru sangat sedikit. Namun, di negara lain seperti Korea Selatan, menjadi guru merupakan suatu profesi yang dihormati dan memiliki gaji yang tinggi. Seleksi guru di negara tersebut sangat ketat, dan hanya mereka yang kompeten yang diterima.

4. Tekanan orang tua agar anak  berkompeten dalam segala hal

Sistem pendidikan di Indonesia hanya fokus pada mata pelajaran dasar yang diperlukan untuk masuk ke perguruan tinggi. Namun, setiap anak memiliki minat dan bakat yang berbeda. 

Orang tua cenderung menginginkan anak-anak mereka mendapatkan nilai tinggi dalam semua mata pelajaran, tanpa memperhatikan minat dan bakat khusus yang dimiliki anak. Hal ini dapat menyebabkan tekanan psikologis pada anak, dan anak akan cenderung mengikuti permintaan orang tua yaitu belajar dengan giat agar semua nilainya menjadi bagus, hingga melupakan mengasah bakat yang mereka miliki.

5. Ketidakadilan dalam sistem pendidikan

Sistem pendidikan di Indonesia masih belum adil. Banyak anak di daerah terpencil yang tidak dapat mengakses pendidikan karena kendala finansial, kurangnya jumlah sekolah, dan fasilitas yang tidak memadai. 

Selain itu juga ditambah dengan masalah adanya ketimpangan antara sekolah-sekolah di daerah perkotaan dan daerah pedesaan, dimana pemerintah cenderung lebih memperhatikan dan membangun sekolah-sekolah yang berada di kota. T

erdapat juga ketidakadilan dalam memandang sekolah menengah kejuruan (SMK) dan sekolah menengah atas (SMA). Negara lain seperti Jerman tidak memandang sebelah mata SMK dan menyediakan institusi pendidikan lanjutan khusus bagi mereka.

6. Di Indonesia, mayoritas pendidikan cenderung lebih teoritis daripada praktis

Mulai dari tingkat TK hingga SMA, sebagian besar yang diterima di sekolah hanya berupa teori yang jarang diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai contoh, kita tahu bahwa membuang sampah sembarangan adalah kesalahan, tetapi masih banyak masyarakat yang melakukannya karena mereka hanya memiliki pengetahuan teoritis tanpa pengalaman praktis. 

Sekolah di Indonesia lebih fokus pada kemampuan menjawab soal ujian dengan teori yang diajarkan daripada kemampuan menerapkan teori tersebut dalam kehidupan sehari-hari.

Hal ini juga menjadi alasan mengapa siswa SMK di Indonesia seringkali dipandang rendah dibandingkan dengan siswa SMA. Mungkin hal ini disebabkan persepsi bahwa teori yang dipelajari di SMK tidak terlalu kompleks seperti siswa SMA, karena siswa SMK hanya mempelajari materi yang terkait dengan kejuruan mereka. Akibatnya, mereka dianggap memiliki pengetahuan yang terbatas di bidang lain untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan perguruan tinggi.

Sebagian besar siswa di Indonesia mungkin baru memiliki pengalaman praktis dari teori yang mereka pelajari saat mereka memasuki perguruan tinggi yaitu pada saat melakukan kegiatan KKN (Kuliah Kerja Nyata). Namun, ini merupakan pengalaman yang terbatas dan terlambat. Sebaiknya, penerapan teori yang diajarkan sebaiknya dimulai sejak usia dini. Karena tanpa praktik, teori hanya menjadi sia-sia, sama seperti berbicara tanpa tindakan yang diikuti.

Dengan jadwal sekolah yang padat di Indonesia, apakah ini memiliki dampak positif atau negatif terhadap kualitas pendidikan dan kesehatan mental siswa?

Tentu saja, jadwal sekolah yang padat memiliki dampak negatif terhadap kesehatan mental siswa dan juga dapat mempengaruhi kualitas pendidikan di Indonesia. Jadwal yang padat membuat siswa menjadi lelah, terutama dengan beban pekerjaan rumah (PR) yang harus diselesaikan. 

Akibatnya, mereka dapat merasa jenuh dan menganggap sekolah sebagai sesuatu yang tidak menyenangkan dan hanya dilakukan untuk menggugurkan kewajiban tanpa menyadari betapa pentingnya pendidikan. 

Jika siswa tidak menyadari pentingnya sekolah dan melihatnya sebagai beban, mereka tidak akan serius dalam mengikuti proses pembelajaran. Jika hal ini dilakukan oleh sebagian besar siswa di Indonesia, maka hal ini tentu akan mengurangi kualitas pendidikan, karena siswa-siswi merasa terpaksa untuk sekolah dan kehilangan semangat.

Jadwal sekolah yang padat juga akan memiliki dampak negatif pada kesehatan mental anak-anak. Mereka mungkin merasa bosan, jenuh, dan terbebani dengan tuntutan belajar dan sekolah. 

Hal ini bisa menyebabkan stres dan menghasilkan persepsi negatif terhadap sekolah, di mana anak-anak mungkin menganggapnya sebagai sesuatu yang tidak menyenangkan dan ingin dihindari. 

Beberapa anak mungkin mencari alasan sakit agar dapat melewatkan hari sekolah, sementara yang lain mungkin akan berbohong kepada orang tuanya yang awalnya izin untuk berangkat sekolah tetapi malah membolos dan pergi ke tempat lain. Perilaku seperti ini dapat mengarah pada tindakan yang kurang baik.

Solusi apa yang dapat dilakukan agar kualitas pendidikan Indonesia meningkat?

Untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia, diperlukan beberapa solusi. Salah satunya adalah mengubah persepsi tentang sekolah agar terlihat lebih menyenangkan. 

Hal ini dapat dilakukan dengan melakukan perubahan-perubahan dalam peraturan sekolah, seperti memberikan lebih banyak waktu istirahat bagi siswa, mengurangi beban tugas, serta menggabungkan teori dengan praktik di luar ruangan agar siswa tidak bosan hanya mendengarkan penjelasan dalam ruangan yang dapat membuat mereka kehilangan minat.

Selain itu, penting untuk menciptakan kesadaran pada diri setiap anak tentang pentingnya pendidikan. Pendidikan seharusnya bukanlah ajang kompetisi, tetapi lebih merupakan kolaborasi dan penambah ilmu. Setiap anak berhak menikmati pengalaman sekolahnya sesuai dengan minatnya. Jika anak-anak menikmati sekolah mereka, mereka akan mengikuti proses pembelajaran dengan senang hati. 

Oleh karena itu, penting untuk menghargai minat dan bakat yang dimiliki oleh setiap anak dan mendukung pengembangannya. Setiap anak memiliki keistimewaannya masing-masing, sehingga tidak adil untuk memaksakan standar yang sama pada setiap individu.

AN NISA AULIA KAMILA

191221038

UNIVERSITAS AIRLANGGA

 PDB A-58

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun