2. Rendahnya kesadaran membaca
Banyak siswa di Indonesia yang jarang mengunjungi perpustakaan selama waktu istirahat. Siswa tidak bisa disalahkan karena mereka ingin memanfaatkan waktu istirahat untuk bermain sebelum masuk ke kelas yang akan kembali dihadapkan dengan buku.Â
Hal ini menciptakan persepsi bahwa membaca itu membosankan, mirip dengan belajar. Jika persepsi ini terbentuk di kalangan siswa, tentunya hal terseut merupakan sesuatu yang tidak baik karena seharusnya membaca adalah kegiatan yang menyenangkan.
3. Kurangnya kompetensi sumber daya
Sebagian besar anak Indonesia saat ini jarang yang memiliki keinginan untuk menjadi guru. Mereka mungkin berpikir bahwa gaji guru rendah dibandingkan dengan profesi lain dan pekerjaan sebagai guru terlihat kurang bergengsi.Â
Hal ini menyebabkan minat anak-anak untuk menjadi guru sangat sedikit. Namun, di negara lain seperti Korea Selatan, menjadi guru merupakan suatu profesi yang dihormati dan memiliki gaji yang tinggi. Seleksi guru di negara tersebut sangat ketat, dan hanya mereka yang kompeten yang diterima.
4. Tekanan orang tua agar anak  berkompeten dalam segala hal
Sistem pendidikan di Indonesia hanya fokus pada mata pelajaran dasar yang diperlukan untuk masuk ke perguruan tinggi. Namun, setiap anak memiliki minat dan bakat yang berbeda.Â
Orang tua cenderung menginginkan anak-anak mereka mendapatkan nilai tinggi dalam semua mata pelajaran, tanpa memperhatikan minat dan bakat khusus yang dimiliki anak. Hal ini dapat menyebabkan tekanan psikologis pada anak, dan anak akan cenderung mengikuti permintaan orang tua yaitu belajar dengan giat agar semua nilainya menjadi bagus, hingga melupakan mengasah bakat yang mereka miliki.
5. Ketidakadilan dalam sistem pendidikan
Sistem pendidikan di Indonesia masih belum adil. Banyak anak di daerah terpencil yang tidak dapat mengakses pendidikan karena kendala finansial, kurangnya jumlah sekolah, dan fasilitas yang tidak memadai.Â