"Si-siapa?!" Gadis itu berteriak, ia berusaha bertahan dari hal mistis yang kini dialaminya. "Ibu, ayah!" Ia kembali menyeru dengan  tangisan yang sangat kencang, tak memedulikan tetangga yang bisa saja mendengar jeritannya.
"Jangan menangis aku di sini." Suara itu kembali terdengar, membuat ketakutannya semakin membara.
"Pergi! Pergi! Pergi!" Gadis itu menepiskan udara di sekitarnya, seolah mengusir sosok yang tengah mengganggunya.
"Jangan menangis, Sayang. Ayo ikut aku!" Sosok itu terus mengganggunya, membuatnya semakin histeris.
"Ibu, ayah..." Gadis yang tengah histeris itu meraung memanggil orang tuanya, berharap keduanya dapat hadir dan membawanya pada ketenangan.
Kakinya ia paksakan berlari kencang meninggalkan sosok mistis yang sedari tadi mengganggunya.Â
Tanpa lelah, gadis itu terus berlari menghiraukan tempat asing yang dilewatinya. Sesaat kemudian, gadis berusia enam tahun itu menghentikan langkahnya. Kesadarannya membuat ia bingung, mengapa dirinya bisa sampai di tempat ini? Ia bahkan tak tahu di mana dirinya berpijak saat ini.
Inderanya mengedar, mengintai gedung asing yang menjadi pijakannya. Gedung yang saat ini ia tempati begitu menyeramkan dengan tumbuhnya begitu banyak lumut yang menutupi tembok.
"Ibu, ayah!" Semakin histeris lah tangisnya. Namun tangisan itu tak mampu melewati pendengaran siapapun yang berada di sekitarnya. Rumah-rumah mewah yang berjajar rapi di samping gedung tua yang ia tempati seolah tak menyadari jeritan yang sedari tadi digaungkan si gadis.
"Ikut aku," suara itu kembali terdengar. Gadis mungil itu terus mencari-cari di mana asal suara yang sedari tadi memenuhi indranya.
  "Si-siapa? Ka-kamu di mana?"Â