Mohon tunggu...
Annisa Alya Salsabila
Annisa Alya Salsabila Mohon Tunggu... Mahasiswa - Public Administration Student

Undergraduate Public Administration Student at University of Indonesia. Interested in public service issues, politics, and government policies.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas Pilihan

Pemenuhan Hak ASN Penyandang Disabilitas, Sudah Optimalkah?

24 Juni 2021   08:30 Diperbarui: 24 Juni 2021   09:01 907
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Rekrutmen Calon Aparatur Sipil Negeri (CASN) selalu menjadi momentum yang ditunggu-tunggu bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Hal demikian ditunjukkan dengan jumlah pendaftar yang terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. 

Pada rekrutmen CASN tahun 2021, pemerintah membuka sebanyak total 707.622 formasi dengan komposisi 74.625 orang ditempatkan di instansi pusat, sedangkan sisanya sebanyak 632.997 di instansi daerah. Dari total formasi tersebut, 2% diantaranya merupakan hak penyandang disabilitas sebagaimana telah diatur dalam Permen PAN-RB Nomor 27 Tahun 2021 tentang Pengadaan Pegawai Negeri Sipil. 

Dalam hal ini, penyandang disabilitas dapat mengikuti seleksi CASN baik melalui jalur formasi khusus, maupun formasi umum. Pemberian kuota formasi disabilitas tersebut merupakan upaya konkret yang telah pemerintah lakukan dalam rangka menghapuskan dikriminasi terhadap Penyandang Disabilitas sebagaimana yang diamanatkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016.

Langkah yang Patut Diapresiasi

Secara khusus dalam rekrutmen CASN di tahun 2021, terdapat langkah konkret pemerintah dalam rangka pemenuhan hak penyandang disabilitas telah dilakukan. Salah satunya dengan dibukanya formasi CASN penyandang disabilitas untuk mengisi bagian administrasi, pelayanan, analisa teknologi dan informasi dalam instansi Kepolisian Republik Indonesia (Yahya, 2021). 

Hal tersebut tentu merupakan suatu hal yang patut diapresiasi, mengingat bahwa dibukanya formasi tersebut tentu akan semakin membuka kesempatan bagi penyandang disabilitas untuk bisa berkarya dan berkontribusi kepada negara, sekaligus turut menunjukkan pula bahwa ruang kerja yang inklusif secara progresif semakin dibangun pemerintah. 

Selanjutnya, dalam tahapan rekrutmen BKN juga telah menyediakan petugas/pendampingan khusus bagi penyandang disabilitas saat pelaksanaan SKD dan SKB bagi para pelamar penyandang disabilitas yang mendaftar dalam formasi khusus disabilitas (Karunia, 2021). 

Selain itu, dengan diraihnya gelar ASN Inspiratif 2020 oleh Dian Inggrawati yang merupakan ASN penyandang disabilitas menunjukkan pengembangan dan pemberdayaan ASN disabilitas telah dilakukan, sekaligus menegaskan bahwa ASN disabilitas tidak terdiskriminasi dan layak menjadi sosok yang mampu menginspirasi (Oebaidillah, 2020).

Sejumlah Permasalahan yang Masih Harus Dibenahi

Meskipun pelbagai upaya pemenuhan hak penyandang disabilitas telah dilakukan, tetapi pemenuhan hak tersebut belum dapat dikatakan telah optimal. Ditunjukkan dengan masih terdapatnya sejumlah permasalah dalam rangka pemenuhan hak ASN penyandang disabilitas tersebut. Pada tahun 2019, terdapat kasus yang dialami oleh Hasnian seorang penyandang tuna netra yang statusnya sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) dengan jabatan guru dibatalkan tanpa adanya alasan yang jelas (Kemenko PMK, 2020). 

Dua tahun kemudian, kasus serupa juga dialami oleh Baihaqi seorang penyandang tuna netra yang mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) lantaran tidak diloloskan oleh BKD Pemprov Jawa Tengah karena dianggap tidak memenuhi syarat formasi khusus padahal telah lolos sejumlah tahapan seleksi (CNN Indonesia, 2021). 

Kedua kasus tersebut tentu menunjukkan bahwa masih terdapat adanya ketidaksesuain antara dasar hukum yang berlaku dengan mekanisme seleksi yang diberlangsungkan, mengingat bahwa Hasnian dan Baihaqi pada dasarnya telah memenuhi standar kompetensi dan kualifikasi, tetapi status sebagai PNS nyatanya tetap tidak dapat diloloskan.

Disisi lain, terdapat pula permasalahan yang menunjukkan bahwa penyerapan ASN disabilitas pada dasarnya belum optimal, ditunjukkan dengan kuota formasi disabilitas di daerah kerap kali tidak terpenuhi, salah satunya di wilayah Bantul (Gatra.com, 2019). Kondisi demikian tentu juga menjadi persoalan penting,  mengingat bahwa penetapan batas minimal sebanyak 2% dari jumlah total formasi ditujukan untuk membuka kesempatan seluas-luasnya, tetapi pada kenyataannya belum dipergunakan secara optimal.

Selain itu, permasalahan mendasar yang juga masih belum dapat diatasi adalah dengan masih terbatasnya fasilitas, serta sarana dan pra-sarana yang ramah bagi ASN disabilitas.

Rekomendasi

Berlandaskan kondisi tersebut, tentu dapat kita ketahui bahwa pada dasarnya upaya pemenuhan hak penyandang disabilitas telah dilakukan. Kendati demikian, sejumlah permasalahan yang masih kerap terjadi menjadi suatu hal yang penting untuk menjadi sorotan. 

Berkaitan dengan tumpang tindihnya regulasi terkait standar kelulusan bagi ASN penyandang disabilitas, perlu dilakukan adanya pengaturan lebih lanjut guna memastikan tidak adanya kerancuan dalam penentuan standar kelulusan. Dalam hal ini, pemerintah sudah seharusnya dapat membentuk aturan yang tidak bersifat kontradiktif dan diskriminatif. 

Selanjutnya berkenaan dengan kuota formasi yang kerap kali tidak terpenuhi, sebaiknya pemerintah melakukan tinjauan kembali terkait komposisi, serta dapat menyusun formasi penyandang disabilitas dengan lebih disesuaikan pada kebutuhan dan ketersediaan penyandang disabilitas di tiap daerah. 

Sejalan dengan hal tersebut, pelibatan aktif komunitas penyandang disabilitas baik dalam pembentukan regulasi, maupun penentuan formasi menjadi suatu hal yang sebaiknya dilakukan agar kebijakan yang dijalankan lebih tepat sasaran. 

Terakhir, berkaitan dengan infrastruktur yang masih belum ramah terhadap penyandang disabilitas, sebaiknya pemerintah dapat menyusun road-map yang secara khusus mengatur pembangunan infrastuktur ramah disabilitas agar terbentuknya lingkungan kerja yang ramah disabilitas bukan sebatas agenda yang diwacanakan, melainkan menjadi sebuah program yang dapat segera direalisasikan.

tayang di kumparan.com

Referensi

CNN Indonesia. (2021, January 15). Baihaqi, Penyandang Difabel Netra Menggugat Seleksi CPNS. CNN Indonesia.Com, 1–7.

Gatra.com. (2019, December 6). Kuota Disabilitas di Seleksi CPNS Bantul Belum Terpenuhi. Gatra.Com.

Karunia, A. M. (2021, April 14). Ini Persyaratan CPNS 2021 untuk Cumlaude hingga Disabilitas. Kompas.Com, 1–7.

Kemenko PMK. (2020). Hak Kerja Disabilitas Di Instansi Pemerintahan Harus Dipenuhi. Kemenkopmk.Com. 

Oebaidillah, S. (2020, December 14). ASN Disabilitas Kemensos Sabet Gelar ASN Inspiratif 2020. Media Indonesia.Com, 1–3.

Yahya, A. N. (2021, February 18). Staf Khusus Presiden Apresiasi Rencana Kapolri Rekrut Penyandang Disabilitas Jadi ASN. Kompas.Com, 1–3. 

Widjaja, A. H., Wijayanti, W., & Yulistyaputri, R. (2020). Perlindungan Hak Penyandang Disabilitas dalam Memperoleh Pekerjaan dan Penghidupan yang Layak bagi Kemanusiaan. Jurnal Konstitusi, 17(1), 197.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun