Dua tahun kemudian, kasus serupa juga dialami oleh Baihaqi seorang penyandang tuna netra yang mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) lantaran tidak diloloskan oleh BKD Pemprov Jawa Tengah karena dianggap tidak memenuhi syarat formasi khusus padahal telah lolos sejumlah tahapan seleksi (CNN Indonesia, 2021).Â
Kedua kasus tersebut tentu menunjukkan bahwa masih terdapat adanya ketidaksesuain antara dasar hukum yang berlaku dengan mekanisme seleksi yang diberlangsungkan, mengingat bahwa Hasnian dan Baihaqi pada dasarnya telah memenuhi standar kompetensi dan kualifikasi, tetapi status sebagai PNS nyatanya tetap tidak dapat diloloskan.
Disisi lain, terdapat pula permasalahan yang menunjukkan bahwa penyerapan ASN disabilitas pada dasarnya belum optimal, ditunjukkan dengan kuota formasi disabilitas di daerah kerap kali tidak terpenuhi, salah satunya di wilayah Bantul (Gatra.com, 2019). Kondisi demikian tentu juga menjadi persoalan penting, Â mengingat bahwa penetapan batas minimal sebanyak 2% dari jumlah total formasi ditujukan untuk membuka kesempatan seluas-luasnya, tetapi pada kenyataannya belum dipergunakan secara optimal.
Selain itu, permasalahan mendasar yang juga masih belum dapat diatasi adalah dengan masih terbatasnya fasilitas, serta sarana dan pra-sarana yang ramah bagi ASN disabilitas.
Rekomendasi
Berlandaskan kondisi tersebut, tentu dapat kita ketahui bahwa pada dasarnya upaya pemenuhan hak penyandang disabilitas telah dilakukan. Kendati demikian, sejumlah permasalahan yang masih kerap terjadi menjadi suatu hal yang penting untuk menjadi sorotan.Â
Berkaitan dengan tumpang tindihnya regulasi terkait standar kelulusan bagi ASN penyandang disabilitas, perlu dilakukan adanya pengaturan lebih lanjut guna memastikan tidak adanya kerancuan dalam penentuan standar kelulusan. Dalam hal ini, pemerintah sudah seharusnya dapat membentuk aturan yang tidak bersifat kontradiktif dan diskriminatif.Â
Selanjutnya berkenaan dengan kuota formasi yang kerap kali tidak terpenuhi, sebaiknya pemerintah melakukan tinjauan kembali terkait komposisi, serta dapat menyusun formasi penyandang disabilitas dengan lebih disesuaikan pada kebutuhan dan ketersediaan penyandang disabilitas di tiap daerah.Â
Sejalan dengan hal tersebut, pelibatan aktif komunitas penyandang disabilitas baik dalam pembentukan regulasi, maupun penentuan formasi menjadi suatu hal yang sebaiknya dilakukan agar kebijakan yang dijalankan lebih tepat sasaran.Â
Terakhir, berkaitan dengan infrastruktur yang masih belum ramah terhadap penyandang disabilitas, sebaiknya pemerintah dapat menyusun road-map yang secara khusus mengatur pembangunan infrastuktur ramah disabilitas agar terbentuknya lingkungan kerja yang ramah disabilitas bukan sebatas agenda yang diwacanakan, melainkan menjadi sebuah program yang dapat segera direalisasikan.
tayang di kumparan.com