"Berikan kue itu padaku. Kau ambil saja yang ini. Aku ingat, ulang tahun kita hanya berjarak dua hari, kan?"
Tangan Sinta yang membawa kue ulang tahun itu gemetar.
"Anggap saja kue yang kubeli ini adalah hadiah ulang tahunmu. Sedang yang kau bawa itu, aku akan memakannya sebagai bentuk penghargaan karena kau sudah susah payah membuatnya," ucap Dahlia, lalu ia melanjutkan, "dan sebagai permohonan maafku karena sudah mengabaikan kalian, juga atas ucapan-ucapan kasarku yang dulu menyebutmu sebagai beban."
Saat itu, Sinta menatap langsung pada mata kakaknya. Berbagai perasaan campur aduk dalam hatinya ketika ia menyerahkan kue buatannya pada Dahlia. Amarah, benci, kecewa, iba, juga penyesalan dan kerinduan yang tak pernah diduganya akan bersarang di lubuk hatinya.
-
Baca cerpen Annisa A lainnya: Mencari Pemenang, Memutus Siklus, dan lain-lain.
Puisi lainnya: Ditelan Tanah Rantau, Yang Terhormat Perantaraku Menemu Malaikat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H