Mohon tunggu...
Annisa A
Annisa A Mohon Tunggu... Lainnya - Hamba

Bekerja sebagai ASN. Hidup seperti manusia pada umumnya.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Kembali Seperti Dulu

17 Juli 2023   22:28 Diperbarui: 17 Juli 2023   22:41 518
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sinta mengamati wanita paruh baya di hadapannya. Terakhir kali mereka bertemu adalah empat tahun yang lalu, saat wanita itu masih menyempatkan diri untuk berkunjung dan bertemu dengan sanak saudara lainnya. Empat tahun lalu wanita itu datang dengan suaminya dan dua balita, kini balita-balita itu sudah tumbuh besar dan terlihat sangat mirip dengan ayahnya.

"Bagaimana kabarmu?" Wanita itu bertanya lagi. Sinta hanya menjawab sekadarnya. Ia sedikit tidak menyangka ibunya akan datang ke rumah neneknya dan bertemu dengan keluarga yang lain setelah mendengar kabar kematian Dahlia. Ia pikir wanita itu takkan menunjukkan batang hidungnya lagi seperti mantan suaminya --alias ayah Sinta sendiri- yang bahkan tak pernah dilihat Sinta sejak sembilan tahun yang lalu.

"Mana Angga?" Ibunya bertanya lagi. Kali ini Sinta hanya menjawab dengan mengangkat bahu dan menggeleng pelan.

Dua saudara tiri Sinta --anak-anak ibunya- tampak asyik bermain satu sama lain, mereka tidak mempedulikan suasana yang tengah menyelimuti orang-orang saat itu. Sinta mengamati mereka dengan perasaan iri. Seperti itulah dulu mereka bertiga: dirinya, Angga, dan Dahlia. Siapa sangka waktu mampu mengubah banyak hal. Ego yang ketinggian membuat kedua orang tuanya tidak pernah bertatap muka lagi. Sementara ikatan saudara kandung tidak menjamin bahwa tidak akan ada perseteruan hanya gara-gara uang. Kemudian ditambah saling menyalahkan satu sama lain atas keadaan. Saling bersikap egois dan meributkan banyak hal. Dulu pertengkaran di meja makan hanya akan menjadi bahan tertawaan sehari setelahnya, tapi seiring mereka dewasa urat-urat nampak saat mereka membentak satu sama lain.

Perkembangan kasus kematian Dahlia belum berhenti. Fakta yang baru saja yang dirilis kepada publik oleh penyelidik menyebutkan bahwa kue yang dibeli Dahlia dari toko kue terkenal itu berbeda dengan yang berada di kamarnya. Polisi masih menyelidiki asal muasal kue beracun yang dimakan oleh Dahlia. Entah bagaimana tidak ada sidik jari tersisa pada kotak kue itu.

Sinta hanya membaca-baca saja berbagai spekulasi orang-orang di dunia maya. Ia mengalihkan padangan dari layar telepon genggamnya menuju seloyang kue ulang tahun yang sudah mengeras di hadapannya. Ia sedang menimbang-nimbang tentang apa yang akan ia lakukan dengan kue itu.

Kue itu sudah tersimpan di kulkas kontrakannya berminggu-minggu lamanya. Hampir sebulan yang lalu, ia membawakan sekotak kue buatannya sendiri menemui Dahlia, yang ternyata sudah membeli kue untuk dirinya sendiri. Kala itu pertemuan pertama mereka setelah dua tahun terasa canggung.

"Aku lihat kau kerja di minimarket itu beberapa hari yang lalu," kata Sinta, memecah keheningan saat mereka saling berpandangan. Dahlia tampak kaget, tapi ia tidak berusaha menghindar.

"Aku membuatkanmu kue ulang tahun, tapi sepertinya kau sudah punya," kata Sinta lagi. Tiba-tiba ia merasa serba salah, sebuah keraguan menyelimuti dirinya. Maka dengan terburu-buru ia pun segera berbalik dan berjalan meninggalkan kakaknya.

"Sinta!"

Sinta terhenti demi mendengar Dahlia berteriak memanggilnya. Ternyata Dahlia menghampirinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun