Alunan musik seperti mengantar doa Dahlia, apapun yang terjadi setelah ulang tahunnya kali ini, semoga itu yang terbaik. Ia kunyah kue ulang tahun itu sambil menahan air mata.
***
Dering kesepuluh pada hari ketiga, nomor yang sama dan tidak dikenalnya itu tidak menyerah untuk menghubunginya. Angga mulai kesal dan akhirnya mengangkat teleponnya.
"Angga?" tanya suara seorang wanita diujung sana. Angga mengernyit, tidak yakin apakah ia mengenal suara itu.
"Siapa?" Angga menyahut ragu-ragu.
"Ini Angga, kan? Hei, Angga!" Seseorang di ujung telepon sana sepertinya kesal bahwa teleponnya baru diangkat setelah sepuluh kali percobaan pada hari itu.
"Ini Sinta Arlina! Kenapa teleponku tidak pernah diangkat?!"
Angga terdiam. Setengah lega bahwa itu bukan mantan pacar yang ingin menerornya atau kawan lama yang menagih utang padanya, tetapi juga setengah was-was bahwa yang meneleponnya adalah adiknya yang sudah beberapa tahun ini tidak berkomunikasi dengannya.
"Kenapa meneleponku? Darimana kau mendapatkan nomorku?" tanya Angga ketus. Suara Sinta tidak terdengar setelah itu. Angga tidak lantas mematikan teleponnya, ia menunggu, tetapi Sinta tidak juga mengucapkan apapun.
"Apa ... apa yang mau kau kabarkan padaku?"
"Tidak ada yang mengabarimu? Kau sudah baca berita, belum?"