***
Sejak judul naskah aslinya "Magali Chronicle" diubah menjadi "Macaroon Love" saat akan diterbitkan Qanita, saya mengira ini adalah kisah seperti di film-film yang bertema chef dan dunia kulinernya. Cerita yang membahas cinta dua anak manusia berbeda jenis yang berasal dari dua dunia yang berbeda dan diikat oleh kesukaan yang sama pada macaroon, dan menjadikan kue kecil itu sebagai pusat cerita. Saya memang sengaja tidak membaca review-nya sebelumnya di banyak blog agar dapat menikmatinya dengan cita rasa saya sendiri. Dugaan saya tak sepenuhnya salah. Kisah cinta ini memang dilatarbelakangi oleh dunia kuliner. Tapi inti cerita itu sendiri? Wah, ternyata meleset!
Membaca ini membuat saya meremaja sepuluh tahun. Ide cerita yang menarik dan tak biasa, alur yang mengalir, tokoh-tokoh yang "hidup" serta dialog-dialog cerdas dan spontan, semakin meneguhkan kalau karya Emak Gaoel ini layak diapresiasi sebagai pemenang unggulan "Lomba Penulisan Romance Qanita-Mizan". Sampai-sampai saya turut merasakan debar-debar cinta yang dirasakan Magali saat bertemu Ammar. Juga terbahak-bahak di beberapa adegan antara mereka. Bahkan hampir menangis di salah satu bab-nya. Luar biasa, bukan? Betapa kisah yang sesungguhnya ringan dibaca, namun tetap mampu memainkan emosi pembaca sedemikian rupa tanpa perlu penuturan yang berlebihan.
Tema dunia kuliner yang melingkupi cerita tak serta merta membuat alur menjadi membosankan. Justru menjadi keasyikan tersendiri, karena terselip pengetahuan tentang dunia kuliner yang baru saya ketahui. Saya sendiri tak heran bila melihat penulis di baliknya. Karyanya memang memiliki ciri khas, sama seperti sosoknya; spontan, ceriwis, jujur, mengalir, tanpa basa-basi. Kemahirannya meramu kalimat demi kalimat hingga menjadi sebuah fiksi yang berbobot tak perlu diragukan lagi. Ia adalah karyanya. Karyanya adalah cermin dirinya.
Lalu akhir cerita yang manis, semanis macaroon. Sekilas mirip ending di FTV atau film-film komedi romantis pada umumnya. Seperti mimpi saja. Meski begitu, romantisme yang ditawarkan berbeda. Jangan harap ada penuturan vulgar tentang cinta picisan di sini. Adegan-adegan romantis yang dikisahkan sungguh membuat saya sebagai pembaca penasaran dan geregetan. Perasaan cinta ala remaja yang menggebu-gebu namun tertahan karena keraguan Magali terhadap rasa cinta itu sendiri.
Setelah membacanya, jujur, selain ikut merasa bahagia karena ending yang manis, hal pertama yang ingin saya lakukan adalah ikut-ikutan mencocol kentang goreng dengan sundae. Rasanya? Rasa Magali! Lalu tetiba teringat dengan kesukaan Ibu saya yang tak biasa; makan nasi dengan lauk buah (pisang goreng, durian) dan mulai menghargai selera beliau yang aneh itu setelah membaca ini. Selain terhibur dengan cerita cintanya, benarlah Magali...makan itu benar-benar soal selera!
***
Judul : Macaroon Love, Cinta Berjuta Rasa
Penulis : Winda Krisnadefa
Penerbit : Qanita - Mizan
Cetakan : I, Maret 2013