Mohon tunggu...
Annie Nugraha
Annie Nugraha Mohon Tunggu... Seniman - Crafter, Blogger, Photography Enthusiast

Seorang istri dan ibu dari 2 orang anak. Menyukai dunia handmade craft khususnya wire jewelry (perhiasan kawat), senang menulis lewat blog www.annienugraha.com dan seorang penggemar photography

Selanjutnya

Tutup

Book Artikel Utama

"Keagungan Manah", Sebuah Kisah tentang Cinta di Usia Senja

21 Juli 2022   09:43 Diperbarui: 24 Juli 2022   15:00 705
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
KEAGUNGAN MANAH | Foto dan Design adalah dokumentasi dan karya pribadi

Novel tentang sebuah kisah cinta di usia senja yang sangat menyentuh ini sudah saya miliki saat de Laras mengadakan sebuah acara talkshow dan bedah buku untuk mengenalkan, mempresentasikan "Keagungan Manah, Menepis Denting Nurani" (Keagungan Manah) di function room Museum Nasional (Museum Gajah) pada awal Desember 2021. 

Acara tersebut sudah saya nantikan berhari-hari karena de Laras adalah salah seorang penulis favorit saya. Tulisannya bersahaja dengan kalimat-kalimat yang ringan tapi menyentuh dan mudah dipahami.

De Laras juga mampu mengolah diksi hingga perasaan kita bisa terhanyut sendu di setiap rangkaian diksi ilustratif yang dia rangkai.

Perkenalan pertama saya dengan de Laras dimulai saat saya bergabung dengan komunitas Ibu Ibu Doyan Nulis (IIDN). Saat itu saya membeli salah satu buku antologi IIDN yang berjudul "PULIH, Kisah Perjalanan Bangkit Dari Masalah Kesehatan Mental." De Laras menjadi salah seorang kontributor di buku ini dengan artikel yang sangat mengharu biru.

Perkenalan kami pun kemudian berlanjut hanya sebatas dunia maya dan sama sekali belum pernah bertemu muka. Jadi saat de Laras mengumumkan bakal mengadakan event di atas, saya langsung melakukan reservasi. Terselip sebuah keinginan untuk bersapa langsung dan menikmati sebuah acara yang tentunya bermanfaat bagi seorang penulis pemula seperti saya.

KEAGUNGAN MANAH | Foto dan Design adalah dokumentasi dan karya pribadi
KEAGUNGAN MANAH | Foto dan Design adalah dokumentasi dan karya pribadi

Memahami Hubungan Cinta di Usia Senja Antara 2 Tokoh Utama, Btari dan Bayu

Saya membaca Keagungan Manah dalam beberapa tahapan waktu.

Saya memutuskan untuk melakukan hal ini karena banyak sekali insight yang ingin saya selami. Khususnya dalam memaklumi sebuah hubungan, sehingga harus membaca ulang di beberapa bagian tulisan.

Diksi yang terurai dengan sangat dalam tentang perasaan, harus kembali saya cerna untuk makin mendekatkan hati serta menyelami apa yang dirasakan oleh 2 tokoh utama yaitu Btari dan Bayu.

Penokohan yang tentunya butuh waktu untuk digali, dilamati, dipoles, hingga karakternya begitu kuat ditampilkan untuk Keagungan Manah.

Lewat proses inilah, saya mulai bisa paham siapa sesungguhnya Btari dan Bayu. Sepasang perempuan dan lelaki yang sudah berusia lanjut dan memautkan hati dengan status tetap sebagai teman dekat.

Berbeda dengan Btari yang memanggil Bayu dengan sebutan "Mas" karena Bayu memang lelaki Jawa, Bayu justru memanggil Btari dengan kata formal yaitu "Bu". Terdengar janggal ya. Tapi mungkin begitulah cara Bayu untuk tetap menghormati Btari sebagai seorang perempuan dewasa. Satu level ungkapan kasih sayang yang dilakukan oleh mereka yang sudah berusia matang.

Ada sebuah hubungan cinta dewasa yang hadir di Keagungan Manah

Cinta yang tumbuh natural antara Bayu dan Btari ini mengalir setelah beberapa waktu suami Btari, Arthur, meninggal dunia. Kedatangan Bayu ke rumah Btari dalam rangka melayat menjadi pemicu ketertarikan lelaki tersebut akan sosok Btari. Saat dimana dia melihat bagaimana kuatnya Btari, dan bagaimana tenangnya dia dalam menghadapi keadaan yang sedang dia hadapi. Perasaan yang terus bertumbuh hingga akhirnya hati masing-masing terpaut dan bersepakat untuk saling mengisi, saling berbagi dan menghabiskan banyak waktu bersama dengan luapan cinta, sentuhan-sentuhan kecil, dan tentu saja dialog-dialog sarat kasih sayang.

Mereka pun jatuh cinta diantara serbuan kasih sayang dari anak-anak Btari, Ndalu, Widya dan Dimas serta anak-anak Bayu, Rama dan Sinta plus cucu-cucu yang lucu dan selalu menjadi penghibur lara, Btari dan Bayu bersengaja menceritakan hubungan dekat mereka dalam sebuah pertemuan sederhana.

Tapi apakah cinta Btari dan Bayu yang sudah janda dan duda serta berusia lanjut tersebut berjalan dengan mulus?

Nyatanya tidaklah semudah itu. Ada beberapa halangan dan tembok yang tidak memungkinkan mereka bersatu meskipun Bayu sudah berulangkali mengungkapkan ketulusannya melamar Btari.

Pertama adalah soal perbedaan keyakinan. Kedua adalah tentang adat istiadat dari keluarga almarhum suami Btari yang bersuku Batak. Aturan tersebut berbunyi "Holan Tuhan do hubaen dongan hu" yang berarti hanya Tuhan kujadikan temanku.

Jadi saat seorang perempuan Batak (dan yang sudah diangkat sebagai anggota keluarga Batak dengan upacara khusus) ditinggal mati oleh suaminya, maka dia akan menjalani kehidupan selanjutnya dengan berserah diri hanya kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Alias tidak menikah lagi.

Sebagian besar anak-anak Btari dan Bayu, kecuali Widya, sesungguhnya tidak menentang hubungan kedua orang tuanya. Lewat pertemuan yang sengaja diatur Btari dan Bayu, terlihat bahwa semua anak-anak sangat senang melihat bahwa orang tua mereka menemukan kebahagiaan lain setelah sendiri. Apalagi melihat Btari dan Bayu saling memberikan pengaruh positif satu sama lain. Saling bergantung dan menguatkan.

Meskipun hubungan dan komunikasi kakek dan nenek ini dengan anak-anak tetap berjalan sempurna, kehadiran kasih sayang dalam makna yang berbeda tentunya membuat hidup lebih berwarna.

Kenapa Widya menentang hubungan Btari dan Bayu? Bukankah dia juga menginginkan ibunya tetap bahagia di usia senjanya?

Sederhana sebenarnya. Widya mengingat aturan adat tersebut. Dia tak ingin agar Btari yang disayangi dan Bayu yang dia hormati, mendapatkan cibiran dari keluarga almarhum Ayahnya, Arthur. Dia juga tak ingin posisi almarhum Ayahnya tergantikan. Pun sesungguhnya secara hukum normatif di Indonesia bahwa lelaki dan perempuan yang berbeda keyakinan tidak dapat dinikahkan kecuali jika salah seorang diantaranya mengalah dan pindah ke keyakinan pasangannya.

Larangan itu pun sempat disampaikan oleh salah seorang saudara dari pihak Arthur, yang secara sengaja datang ke rumah Btari dan mengingatkan Btari akan aturan adat tersebut.

Tanggapan Btari sesungguhnya cukup dewasa. Hanya saja tentu hal ini membuatnya terpukul. Apalagi Widya secara langsung mengutarakan keberatannya pada Bayu.

KEAGUNGAN MANAH | Design adalah karya dan dokumentasi pribadi
KEAGUNGAN MANAH | Design adalah karya dan dokumentasi pribadi

Mereka yang Berada di Sekeliling Btari dan Bayu

Btari dan Bayu beruntung. Mereka mempunyai anak-anak yang mapan dan berlimpah dengan kedamaian hidup. Hidup mereka tidak kekurangan. Dilengkapi dengan keturunan tak seorangpun dari mereka yang secara finansial memberatkan orangtuanya.

Penokohan anak-anak ini tampak mengalir berlembar-lembar. Mereka juga dihadirkan sebagai "aku" dengan point of view pribadi masing-masing. Pendapat mereka tentang masa kecil, masa sekarang, juga tentang hubungan Btari dan Bayu.

Dengan bercerita dengan cara begini, membuat kita, para pembaca, semakin memahami karakter mereka yang berada di sekeliling Btari dan Bayu.

Anak-anak Btari misalnya. Ada garis merah yang menghubungkan antara Ndalu, Widya dan Dimas. Mereka menyatakan hal yang sama yaitu bagaimana Ibu mereka harus bertahan, mengalah, dan memahami karakter sang Ayah yang keras dan tegas, khas lelaki Batak. Bagaimana sesungguh mereka ingin agar Ibu mereka meninggalkan sang Ayah dan hidup terpisah dengan meninggalkan semua tekanan hidup. Tapi Btari, seorang wanita Jawa yang patuh dan menjunjung tinggi kesucian sebuah lembaga pernikahan, nyatanya tetap menjaga keutuhan rumah tangganya diantara ribuan titik air mata. Hingga akhirnya pernikahan tersebut terputuskan oleh kematian.

Anak-anak Bayu tidak memunculkan konflik sama sekali. Baik Dimas maupun Sinta sangat mendukung apapun keputusan Ayah mereka. 12 tahun sudah terpisah raga dengan almarhumah ibunya, mereka menyadari bahwa Btari telah berhasil menghangatkan kembali cinta yang telah terkubur lama di hati Bayu.

KEAGUNGAN MANAH | Design adalah karya dan dokumentasi pribadi
KEAGUNGAN MANAH | Design adalah karya dan dokumentasi pribadi
KEAGUNGAN MANAH | Design adalah karya dan dokumentasi pribadi
KEAGUNGAN MANAH | Design adalah karya dan dokumentasi pribadi

Terhanyut Hati Saat Membaca Keagungan Manah

Saya sempat beberapa kali harus mengusap air mata saat sampai di beberapa paragraf atau bagian cerita yang menyentuh hati.

Saat dimana Bayu terombang-ambing perasaan dan pikiran setelah kedatangan Widya ke kantornya. Gesture tubuh dan tatapan Widya yang sangat mencerminkan ketegasan hati seorang perempuan berdarah Batak, diungkapkan dengan rinci oleh de Laras.

Saya langsung tertegun saat anak ke-2 Btari ini menyampaikan keberatannya atas hubungan antara Ibunya dan Bayu. Efeknya adalah Bayu berusaha menenangkan hati dengan menjaga jarak sementara. Sikap yang justru sangat ditentang oleh Sinta.

"Ayah mencintai Tante Btari, kan?" tanya Sinta, tanpa melihat wajahku, tangannya masih dalam genggamanku. "Ya Sinta. Sangat," jawabku.

"Ayah mesti berjuang untuk itu. Ayah nggak boleh menyerah," sahut Sinta tanpa kuduga. "Ayah nggak mau berdebat. Ayah nggak mau ada konflik Sin. Selama ini semua sudah berjalan dengan baik-baik saja," jawabku.

"Kalau Ayah menyerah, bagaimana dengan Tante Btari Yah. Tante Btari layak Ayah perjuangkan," Sinta malah terisak. Aku mendekap dan memeluknya. Sinta semakin keras menangis dalam pelukku. Ia menyenderkan kepalanya ke lenganku.

Entah mengapa sebuah detak keras menghantam hati saya. Berlembar-lembar tissue pun harus saya ambil untuk menghapus air mata yang sempat bercucuran tanpa bisa dikendalikan.

Ada sebuah kedewasaan seorang lelaki sepuh tersirat disana. Ada juga kebijakan bahwa dia tak ingin ada satu hal pun yang membuat kisah cintanya berselimut perkara. Apalagi ini menyangkut semua orang dan hal yang berada di dekatnya.

"Mendengar Sinta menyebut nama Btari membuat aku menjadi teringat tujuan kedatanganku ke rumah Sinta. Ada sedikit rasa sesak terselip di dada. Setelah hampir dua tahun mengenal Btari, baru kali ini bunga cintaku dipatahkan. Justru dari ide pertemuan yang aku usulkan. Akan tetapi apapun itu, aku ingin semua berawal dengan baik, dengan bersikap terbuka pada anak-anak. Anak-anakku dan menantuku tahu kalau aku sedang dekat dengan seseorang. Aku tidak ingin mereka mengetahui hubunganku dengan Btari dari orang lain. Atau malah memergoki berada di suatu tempat dengan Btari. Aku ingin semua tahu dan paham sehingga apapun yang mungkin dibicarkan orang lain tentang kami, mereka sebagai orang terdekat sudah tahu dari kami berdua secara langsung." (Bayu, Keagungan Manah, hal. 195-196)

Air mata saya mengalir kembali. Memahami kedewasaan Bayu justru mengajak saya mengharu biru. Lelaki bersuku Jawa dan dilukiskan sebagai lelaki idaman, lembut dan menyanjung perempuan ini, sudah berhasil menguasai emosi saya untuk berpihak kepadanya. Dan sedu sedan itu kemudian bersambung ke halaman 387 dimana Btari menceritakan sebuah tulisan Bayu di dalam buku catatan harian yang kemudian diberi judul "Secangkir Teh"

"Pagi adalah hari baru, hari penuh harapan, hari perjumpaanku. Walau kekasihku terbaring lemah di tempat tidur, tapi ku bersyukur ia masih memberiku senyum termanisnya. Ku duduk disebelah jendela besar kamar rumah sakit. Kuseduh teh celup kesukaannya dan ia akan tersenyum bahagia melihat kehadiranku pagi itu. Ku harap aku selalu menjadi yang pertama membuatnya terjaga, besyukur akan kebersamaan kami, menikmati cerita canda tawa dengan setiap hal yang kami lalui bersama. Diiringi rasa sakit tubuhnya karena hanya itu yang bisa aku lakukan untuknya." (Bayu, Keagungan Manah, hal. 387)

Tak kuat menahan pilu, novel ini saya tutup. Saya mengatur napas sembari membawa mata terpejam dan membiarkan butir airmata mengalir pelan di kedua sudut mata.

Membayangkan bagaimana di sana ada sebuah hati yang sedang begitu mencintai, tapi hanya bisa melakukan hal kecil sebagai pembuktian rasa cintanya. Pembuktian bagaimana sesungguhnya hal-hal kecil inilah menjadi satu tanda berarti tentang cinta yang begitu dalam.

Selain beberapa bagian yang menyentuh hati saya seperti di atas, saya acungkan jempol kepada de Laras karena berhasil menghadirkan karakter, sikap dan pemikiran dari setiap tokoh dengan sangat rinci. Saking rincinya kita seperti sedang membaca sebuah biografi hidup seseorang sebagai pribadi dan sebagai bagian dari keutuhan cerita.

Cerita rinci lainnya bisa kita temukan saat de Laras merangkai kalimat yang menceritakan tentang kopi. Sebagai seorang penikmati kopi, hal ini tentunya menjadi surga tulis menulis. Jari-jari kitapun akan lincah menyusun kata, melukiskan apa yang kita sangat sukai itu. Begitulah yang saya temukan saat bertemu banyak paragraf yang ditulis de Laras tentang kopi.

Tidak hanya kopi. Riset secara konsistenpun dilakukan de Laras agar mampu mengurai berbagai fakta tentang penyakit dan proses penyembuhan Btari dari sakitnya. Beberapa istilah kedokteran, penyakit dan jenis pelayanan medis pun dengan lincah ditulis de Laras. Membaca bagian ini saya seperti mendapatkan pengetahuan tambahan tentang penyakit yang bukan cuma fisik tapi juga psikis. Serta bagaimana proses pengobatan seseorang sangat berpengaruh pada keberadaan dan vibes positif yang muncul dan ditunjukkan oleh orang-orang yang mencintai kita.

KEAGUNGAN MANAH | Design adalah karya dan dokumentasi pribadi
KEAGUNGAN MANAH | Design adalah karya dan dokumentasi pribadi

Saya, Adjeng dan Buku Keagungan Manah

Seperti yang telah saya tulis di awal-awal artikel, saya menyempurnakan niat untuk bertemu de Laras di sebuah acara bincang-bincang dan bedah buku Keagungan Manah.

Diadjeng Laraswati Hanindyani yang kemudian saya panggil Adjeng dengan nama pena de Laras ini, memenuhi gambaran imajinasi saya. Seorang perempuan yang anteng, berambut panjang, putih, mungil, dengan visual yang tak pencilak'an. Gambaran personal yang sungguh jauh berbeda dari saya pribadi. Bener-bener bumi dan langit. Pun kiasan tersebut semakin lengkap saat saya mendengarkan Adjeng berbicara di depan audience.

Dengan suara lembutnya Adjeng menyambut para tamu, mengucapkan terimakasih dan memberikan sekilas gambaran tentang acara hari itu.

Pembawaannya juga tenang saat beberapa nara sumber dan atau pendamping ikut hadir di atas podium sebagai pembicara dan pengulas buku Keagungan Manah. Saya lamat mendengarkan, mengikuti pemaparan hingga mengevaluasi di dalam berbagai catatan. Setidaknya dengan hadir di acara ini, saya memiliki bayangan awal jika suatu saat saya ingin mengadakan acara yang sama.

Adjeng yang mengidentifikasikan dirinya sebagai seorang penulis, blogger untuk www.laraswati.com, doodler dan shibori artisan ini sudah menerbitkan 94 buku antologi dan 9 buku solo. Buku-buku solo ini terdiri dari buku cerita anak, buku komik anak, buku kumpulan puisi dan buku catatan perjalanan.

Prestasinya di dalam dunia literasi juga lumayan banyak dan membanggakan. Salah satunya adalah saat artikel perjalanannya terpilih sebagai The Best 100 Artikel Perjalanan versi Adira Faces of Indonesia pada 2012.

Jadi bisa dipastikan bahwa Adjeng bukanlah seorang penulis yang "bukan kemarin sore" dan pantas digolongkan sebagai panutannya para penulis anak bawang seperti orang ini (sembari menunjuk dada sendiri).

KEAGUNGAN MANAH | Foto dan design adalah karya dan dokumentasi pribadi
KEAGUNGAN MANAH | Foto dan design adalah karya dan dokumentasi pribadi

Dan eehh kok ada foto saya lagi orasi di depan panggung? Sempat dapat lirikan penuh makna pulak dari Adjeng. Yang pasti bukan sedang kampanye atas nama salah satu parpol, tapi saya sedang berbicara atas nama FIBI Jewelry. Jenama perhiasan kawat (wire jewelry) handmade saya yang turut menjadi pendukung suksesnya acara bedah buku Keagungan Manah.

Kenapa FIBI Jewelry menurut saya pantas hadir?

Di balik alasan sosialisasi dan extending brand image, produk FIBI Jewelry sangat mendukung semua kegiatan yang menampilkan kemandirian, prestasi dan keberadaan perempuan-perempuan imajinatif.

Adjeng dan Keagungan Manah memenuhi kriteria itu. Tak perlu 2 kali untuk berpikir, saya langsung mengiyakan tawaran Adjeng saat ingin mengajak saya berpartisipasi dalam event talkshow ini. Pun memposisikan diri saya sendiri sebagai salah seorang blogger and Indonesian author yang mendukung penuh kegiatan bernilai dari rekan seprofesi.

Gimana dengan novelnya? Saya tak punya keraguan untuk turut mempromosikan novel romantis dan kisah cinta di usia senja ini. Meski tebal sebanyak 458 halaman, novel ini tidak membosankan. Jangan kalah dengan kesabaran membalik setiap lembaran halaman yang sangat rinci dan bertaburan dengan banyak insight, terutama sudut pandang humanis kita tentang cinta di usia senja, cinta sepasang manusia yang terhalang oleh beberapa alasan.

Bagaimana nasib kisah cinta Btari dan Bayu? Temukan ending yang mengharu biru. Siapkan sekotak tissue dan bacanya jauh dari anak-anak. Golongan umur yang tentunya belum paham kenapa kita menangis hanya karena membaca buku.

KEAGUNGAN MANAH | Foto dokumentasi pribadi
KEAGUNGAN MANAH | Foto dokumentasi pribadi
KEAGUNGAN MANAH | Foto dokumentasi pribadi
KEAGUNGAN MANAH | Foto dokumentasi pribadi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun