Menurut Pak Usman, masyarakat Gurabati pernah berkegiatan menenun atau membuat kain dengan alat yang sederhana, yang disebut Dino atau alat tenun. Â Kegiatan ini biasanya dilakukan oleh para wanita dewasa pada siang hari. Â Tapi kegiatan menenun ini kemudian menghilang pada masa pendudukan Jepang di Indonesia (sekitar 1942-an).
Dari berbagai kegiatan penelusuran inilah akhirnya bisa dipastikan bahwa jaman dahulu, di satu waktu, ada kegiatan/kehidupan menenun dan memproduksi tenun di Tidore. Â Dengan demikian berarti sebenarnya puluhan, bahkan mungkin ratusan tahun yang lalu, wastra asli Tidore sudah ada di muka bumi. Â
Hanya saja karena tidak ada yang meneruskannya eksistensi dari kain tradisional daerah ini tidak berkembang sebagaimana mestinya. Â Apalagi saat itu Tidore masih diliputi dengan peperangan demi peperangan menghadapi penjajah yang terus menggempur dan berusaha mendominasi serta memonopoli tanah Tidore yang kaya akan rempah.
Membawa banyak bukti yang meyakinkan, Anitawati pun bertemu, berkunjung dan berdikusi dengan banyak penenun serta ahli dalam bidang tenun di tanah air maupun beberapa ahli luar negeri. Â Seperti misalnya audiensi dengan pakar kain dari Silk Museum China dan sejarawati tenun, Ibu Judi Knight Achyadi. Â
Dia pun mencoba memvisualisasikan motif-motif yang ditemukan dalam sebuah gambar dan membawanya ke beberapa pembuat tenun yang berada di Nusa Penida Bali dan Ternate. Â Lalu menghadiri sekian banyak seminar tentang kain/tenun. Â Semua dalam rangka menggali dan mencari tahu tentang Puta Dino.
Lalu, setelah semua ini terkumpul dengan baik, apa yang bisa Anitawati lakukan untuk menjadikannya sebuah kenyataan, sebuah benda yang bisa diwujudkan, dibuat dan ditampilkan serta dikenalkan kembali kepada dunia?
Anitawati butuh dukungan yang jauh lebih besar lagi.
Mewujudkan Penemuan Menjadi Sebuah Karya Nyata
Catatan sejarah dan bukti otentik sudah ditangan, data pendukung dari berbagai sumber sudah dimiliki. Â Termasuk diantaranya serangkaian motif yang telah meninggalkan jejak lewat berbagai media (foto, peralatan, dll.). Â Langkah selanjutnya adalah mewujudkan penemuan-penemuan tersebut menjadi sebuah karya nyata, yang bisa dipegang, bisa dipakai dan tentu saja bisa dipamerkan.Â
Sekali lagi, rangkaian langkah-langkah penting harus dilakukan dengan melibatkan sedemikian banyak sumber daya manusia dan tentu saja sumber pendanaan (finansial) agar semua ini bisa terjadi. Â Tugas besar di pundak Anitawati yang akhirnya menghubungkannya dengan Bank Indonesia cabang Maluku Utara.
Presentasi pun disampaikan. Â Pengajuan kerjasamapun diajukan. Â Berproses dari hari ke hari hingga akhirnya pihak Bank setuju untuk memberikan dukungan dana. Â Satu lagi sebuah jejak sejarah kembali tertoreh. Â