Sementara kain untuk kebutuhan sehari-hari mereka dapatkan dari pasar.  Menurut keterangan beliau, masyarakat Tidore, dalam hal ini pare perempuan Tidore, pada masa lampau, banyak menggunakan kain (biasanya batik) dan kebaya.  Sementara saat dia beranjak remaja, pakaian yang dikenakan dipengaruhi oleh budaya barat yaitu mengenakan rok sebatas lutut dan blus berlengan pendek.
Ibu Zainab juga melihat alat tenun sederhana yang digunakan oleh Ibu dan para perempuan lain di desanya. Â Hanya sayangnya sebagian besar alat yang dibuat dari kayu ini sempat punah karena kebakaran. Â Ibu Zainab sendiri tidak menenun. Â
Kegiatan yang sudah tidak dilanjutkan kembali hingga beliau pindah ke Soasio. Â Yang tertinggal adalah sebuah kain tua pemberian ibunya dan digunakan sebagai kain alas untuk menyetrika. Â Kain ini lah yang menjadi salah satu pertinggal bahwa kain tenun pernah ada di jaman orang tua Ibu Zainab masih hidup.
Wawancara berikutnya adalah dengan paman Amin Faroek yang tinggal di Soa Cina. Â Lelaki berusia 80an tahun saat penelitian dilaksanakan tersebut berlangsung menceritakan bahwa saat dia kecil, dia menyaksikan ibu, kakak perempuannya serta banyak perempuan dewasa yang tinggal di lingkungannya tinggal, melakukan pekerjaan menenun dan menghasilkan kain-kain polos berwarna gelap untuk kebutuhan hidup sehari-hari. Â
Kain berwarna gelap ini biasa juga digunakan untuk berkebun di lereng-lereng gunung yang berada di dekat rumah mereka.
Para perempuan ini juga menenun dan menghasilkan kain-kain dalam berbagai warna yang kemudian dijahit menjadi kebaya. Sementara materi yang digunakan untuk membuat benang biasanya diambil dari pepohonan liar yang tumbuh di pekarangan atau lereng-lereng  pegunungan.  Terkadang juga mereka membuat benang dari serat nanas atau dari pohon pisang yang menghasilkan serat pisang. Â
Sementara untuk pewarnaan, mereka menggunakan sari pati buah-buahan serta dedaunan yang sangat beragam dan tumbuh bebas di berbagai sudut tanah Tidore.
Hampir setiap rumah yang berada di Soa Cina memiliki alat tenun sederhana. Â Sementara kegiatan menenun hanya dilakukan oleh kaum perempuan.
Pencarian dan pengungkapan jejak Puta Dino kemudian berlanjut. Â Dalam sebuah dokumen yang ada di Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) yang berasal dari sebuah museum yang ada di Belanda, terungkap adanya dokumen serta foto otentik yang menceritakan adanya kain dan busana berlabel Tidore/Halmahera bermotif hitam putih. Â
Lalu kemudian ditemukan juga motif tenun pada anyaman bambu yang masih tersimpan di istana kesultanan.
Untuk selanjutnya, tim peneliti bertemu dengan satu informan lagi yaitu Bapak Muhamad Usman yang sudah berusia 85 tahun. Â Beliau tinggal di Gurabati (salah satu dari 5 negeri bagian Tidore yang sekarang disebut sebagai Kelurahan). Â Kelurahan ini letaknya berada tidak jauh dari Soasio, pusat kota Tidore, dimana Istana Sultan Tidore (Kadato Kie) berada.