Mohon tunggu...
Annie Nugraha
Annie Nugraha Mohon Tunggu... Seniman - Crafter, Blogger, Photography Enthusiast

Seorang istri dan ibu dari 2 orang anak. Menyukai dunia handmade craft khususnya wire jewelry (perhiasan kawat), senang menulis lewat blog www.annienugraha.com dan seorang penggemar photography

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Puta Dino Kayangan, Membidani Lahirnya Kembali Kain Tenun Tidore yang Sempat Punah

27 Juni 2022   21:14 Diperbarui: 27 Juni 2022   21:43 1343
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jejak tenun Tidore sendiri dimulai dari ditemukannya alat tenun gedogan sulam yang sudah tua, rapuh, dan tidak terawat yang ada di Kadato Kie (Istana Sultan) di Soasio.  Di lantai bawah istana yang megah ini didapatkan juga alat pengurai kapas, alat pemintal dan alat pewarna tenun.  

Dari bentuknya bisa diambil kesimpulan bahwa alat tenun yang dulu digunakan adalah alat tenun pakan.  Yaitu jenis tenun yang dihasilkan dari teknik mengikat kain pakan (kain yang dipasang secara horisontal).  

Tenun jenis ini jugalah yang banyak mendapat pengaruh dari bangsa-bangsa asing dan biasanya banyak dikembangkan oleh masyarakat pesisir.  Masyarakat yang tinggal di pinggir laut dan mengandalkan hidup dan penghasilan dari jalur laut.

Memperkuat bukti tersebut di atas, seorang sejarawan, Anthony Reid (2014:1006), dalam tulisannya juga mengungkapkan bahwa masyarakat Tidore menenun untuk memenuhi kebutuhan primer mereka, khususnya dalam bidang sandang, secara internal.  

Di setiap rumah dapat dijumpai alat tenun gedogan yang menunjukkan kegiatan swaproduksi sandang.  Namun, masyarakat Tidore pada saat itu juga menikmati transaksi penjualan kain-kain dari mancanegara maupun nusantara lewat pasar-pasar yang diafiliasi oleh pihak kesultanan.

Di istana Sultan juga ditemukan juga beberapa pertinggal busana bangsawan pada masa lampau yang umumnya terdiri dari celana longgar, baju atasan dan jubah sepanjang lutut.  Bahkan ada yang hingga melewati lutut.  Foto-foto yang merekam tentang hal ini berikut keterangannya dapat kita jumpai di istana ini.  

Dari lembaran foto-foto inilah kemudian diproduksi seperangkat pakaian yang digunakan oleh para pejabat kesultanan dalam penyelenggaraan acara-acara adat saat ini.

Jadi kalau bisa dicatat dengan tinta emas, alat-alat inilah yang menuntun para peneliti untuk melangkah lebih jauh dengan lompatan-lompatan besar sarat arti.

Pengungkapan keberadaan tenun Tidore di masa lampau ini dibantu dengan studi pustaka, mewawancara beberapa informan yang sudah berusia di atas 70 tahun seperti Ibu Zainab dan paman Amien Faroek yang juga adalah Jojau/Perdana Menteri Kesultanan Tidore, serta beberapa helai kain tenun yang masih disimpan oleh masyarakat dalam jumlah terbatas.  

Itupun dalam kondisi fisik yang hanya sebagai pajangan saja.  Nyaris tidak mewakilkan wajah suatu budaya yang punya nilai tinggi bagi masyarakat.

Lewat wawancara dengan Ibu Zainab diperoleh informasi bahwa dia pernah menyaksikan ibunya dan beberapa perempuan di tempat dia berasal (Gurabati) sering melakukan kegiatan menenun.  Mereka menghasilkan sarung, baju dan juga mukena untuk shalat. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun