Mohon tunggu...
Annie Nugraha
Annie Nugraha Mohon Tunggu... Seniman - Crafter, Blogger, Photography Enthusiast

Seorang istri dan ibu dari 2 orang anak. Menyukai dunia handmade craft khususnya wire jewelry (perhiasan kawat), senang menulis lewat blog www.annienugraha.com dan seorang penggemar photography

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

SERENADE 2020: Memahami 46 Kisah Inspiratif dari Para Penulis Writerpreneur Club

23 April 2021   06:15 Diperbarui: 23 April 2021   07:55 484
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

serenade-2-6081fcb6d541df4718269342.jpeg
serenade-2-6081fcb6d541df4718269342.jpeg
serenade-cover-blog-6081fce88ede4854d75d4d03.jpeg
serenade-cover-blog-6081fce88ede4854d75d4d03.jpeg

RENTANG WAKTU. Waktu terus berjalan tanpa pernah pamit. Tak juga mau menunda. Meski kadang kita membutuhkan jeda antara masa lalu, masa kini dan masa depan. Mungkin kadang tak mengerti sedang berada dimana. Rentang waktu yang mengentak. Menyadarkan kita. Jika masa lalu sudah selesai, masa kini harus dihadapi dan masa depan hanya harapan yang belum pasti. Menguatkan diri untuk tidak pernah menyerah. Terus melangkah, menjalani apa yang harus dijalani dengan hati bersih dan semangat penuh bara (Deka Amalia)

Rangkaian kalimat sarat makna di atas menjadi bagian pembuka, mengiringi kita yang ingin dan akan membaca lembar demi lembar buku antologi SERENADE 2020 (Serenade).  Buku yang lahir dari komunitas Writerpreneur Club bimbingan Deka Amalia (Deka) dan diisi oleh 46 orang penulis dengan latar belakang profesi, status dan cerita yang berwarna-warni bagai pelangi.

Bertujuan untuk melahirkan berbagai kisah dan karya tulis khusus dalam suatu masa tertentu, Serenade 2020 ingin menyajikan ragam pengalaman para penulis pada saat virus Covid-19 atau Corona sedang meliputi Indonesia di 2020.  Melewati proses bimbingan mulai dari mengajukan ide, mengurai tahap-tahap penulisan (awal, tengah dan akhir), hingga pengiriman naskah terakhir, semua kontributor melewati masa-masa belajar yang penuh dengan cerita.  Judul Serenade 2020 yang mengusung arti perjalanan hidup bagai sebuah simfoni pun akhirnya dipilih untuk mewakili seluruh makna mendalam yang terlukiskan di dalam buku yang sarat inspirasi ini.

Saya dan Serenade

Saya menceburkan diri dalam Serenade yang akhirnya menjadi kali pertama melahirkan buku antologi bersama Writerpreneur Club.  Serenade adalah buku antologi ke-3 saya setelah TO ADO RE, rangkaian tulisan tentang Tidore bersama beberapa blogger Tidore Untuk Indonesia, serta 1 buku antologi lainnya yang diterbitkan Balai Bahasa Jawa Barat atas kemenangan saya pada lomba yang diadakan oleh institusi ini pada 2018.

Serenade mempunyai ruang khusus di hati saya.  Bahkan menjadi sejarah dan tonggak estafet penerbitan buku antologi bersama Writerprenuer Club yang saya ikuti hampir 1 tahun belakangan ini.  Komunitas satu frekuensi yang telah membuka jalan lebar bagi saya untuk mewujudkan rangkaian harapan di 2021 berupa menerbitkan 3-4 buku antologi dan 1-2 buku solo.  Wish List yang juga adalah sebuah janji pada diri sendiri. Plus tekad kuat setelah mengalami proses belajar menulis selama sekitar 4 (hampir 5) tahun dari beberapa guru hingga saat ini.

Kenapa buku? Tak bisa dinafikan bahwa bagi seorang penulis menerbitkan buku adalah satu pencapain khusus dan bisa jadi sebagai ajang pembuktian diri.  Tidak ada salahnya dan saya juga memikirkannya.  Tapi buat saya pribadi tujuan utama membuat buku (antologi maupun solo) adalah salah satu langkah menjejakkan legacy dan warisan kepada garis keturunan saya.  Jika orang lain bisa meninggalkan warisan harta dunia, saya hanya mampu menghadirkan jejak tulisan tentang berbagai cerita, dan kisah perjalanan yang saya alami semasa hidup.  Nawaitu yang sama saat saya memutuskan menjadi blogger sejak 2017 dan membindani lahirnya akun blog ini.

Bismillah.  Semoga Serenade 2020 menjadi pelita dari semua asa saya.  Aamiin Yaa Rabbalalaamiin.

"Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama dia tidak menulis, dia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah.  Menulis adalah bekerja untuk keabadian" (Pramudya Ananta Toer)

30 Tahun Dalam Kenangan

Untuk Serenade 2020, saya memutuskan menghadirkan artikel 30 Tahun Dalam Kenangan.  Sebuah kisah menyentuh dari sejarah persahabatan saya dan Jenta.  Lebih tepatnya cerita tentang pecahnya jalinan kasih sepasang suami istri (Jenta dan Azka) yang telah terajut selama 30 tahun dan terjadi pada 2020.  Tahun dimana bumi pertiwi sedang bergulat dengan pandemi virus Covid-19 (hampir) sepanjang tahun.

Tanpa saya ketahui, pergulatan itupun terjadi pada kehidupan rumah tangga Jenta, sahabat saya selama 32 tahun belakangan.  Proses pengadilan bahkan pembacaan talak pun baru saya ketahui sebulan setelahnya.  Itupun disampaikan dengan sangat hati-hati oleh Jenta mengingat saya sering bereaksi terlalu sensitif untuk setiap berita duka.  Kamipun menghabiskan satu waktu khusus untuk bercerita via telepon sekaligus menuntaskan rindu karena sudah lama tidak bertemu karena pandemi.

Pelan Jenta menceritakan bahwa sebenarnya keputusan dia untuk bercerai telah mengalami proses pemikiran dan pertimbangan yang tidak gampang.  Termasuk diantaranya memupuk pengertian dari ke-2 anak Jenta yang sudah dewasa dan berumahtangga.  Prosesnya mungkin hampir 2-3 tahun lamanya.  Tepatnya sejak Ibunda Jenta wafat.

Sudah 30 tahun? Apa gak sayang? Apa gak lebih baik dikompromikan karena masing-masing sudah di usia menjelang senja? Serangkaian pertanyaan yang juga muncul di benak saya.  Tapi ketika menyelami pergolakan yang dihadapi Jenta, saya pun paham.  Berbagai tekanan bathin yang dia rasakan karena masalah kepercayaan urusan finansial, menjadi momok yang terus berkembang hingga akhirnya Jenta merasa bahwa perkara ini sudah sampai pada tahap serius.  I must do something about this.  Itu tekad Jenta.

Tak jelas apa yang saya rasakan setelah Jenta bercerita panjang lebar.  Bahagia? Mungkin iya.  Sebagai teman baik, apa yang dia rasakan adalah juga rasa yang hinggap di hati saya.  Menyayangkan? iya juga.  30 tahun tentunya bukan waktu yang pendek.  Tapi mungkin untuk sebuah keputusan berat, 30 tahun bukanlah apa-apa.

Jenta, sahabatku, buku ini saya persembahkan untukmu.  Terimakasih sudah mengijinkan saya menuliskannya dan membagikannya kepada publik melalui sebuah buku antologi.  Rangkaian kalimat menyentuh yang engkau tuliskan melalui WA turut saya abadikan sebagai penutup.

"Jangan mencariku di tengah pesta atau ribuan tawa.  Datanglah padaku ketika hatimu luka dan sebuah pelukan bisa meredakan segalanya" (Annie Nugraha, Serenade 2020)

Ulasan Buku

Sebelum berusaha mengulas beberapa tulisan yang ingin saya bagikan, berikut adalah rangkaian dari keseluruhan tulisan dan para penulis yang bergabung dalam Serenade 2020.

Rentang Waktu - Deka Amalia
30 Tahun Dalam Kenangan - Annie Nugraha
Segelas Ibadah - Tutih Riri Ayu
Nostalgia Pena - Karinka Ngabito
Akhirnya.  Kumenemukanmu - Nevi Rosnida
Sempurna dalam Ketidaksempurnaan - Laila Alhikmah
Tahun 2020, Tahun Teristimewa - Rara Nurendah Fitriyana
Menghitung Hari - Gema Runi
Tak Harus Menangis di Masa Krisis - Indriyas Wahyuni
Pelita di Ujung Temaram - Sophia Aga
Meniti Zona "Quantum Leap" - Daty DH
Khatam - Ardhya K
Korea, Corona dan Cita-cita - Palupi Utami
Teras Bunda - Noor Yani
The Next Chapter - Martina
2020 Hikmah di Balik Wabah "Sajadah Putih Itu" - Pantjarini Trisnaning S
The Missing Heart - Maryam Aziz
Filosofi Tumakninah - Nilam Septiani
Rindu Tak Akan Kembali - Seila Aini
Episode Kehidupan di Tengah Pandemi - Agnes R
2020-ku dalam Cerita - Nadia Zee
Bahagia Itu Pilihan - Emmy S. Sakya
Memoar Kepergian Mbah Sri - Ika Setya Mahanani
Sudut Kenangan - Vita Mei
Dancing With The Corona Storm - dr. Rini Susanti
Abu-Abu 2020-ku - Tyas Poerwanto
Menjalani Hari yang Harus Dilewati - Jullie Hakim
Menghimpun Asa Menyimpan Kenangan - Meiti Zaini
Akademi Covid Membawa Berkah - Nia Refana
Sedikit Jeda untuk Mencintai Diri Sendiri - I Gusti AAA Ratih
Setahun dalam Kisah - Helniat "aNetH"
Kenyamanan Itu Milik Kita - Eny Rosa
Rembulan Merindu - Asih Mufisya
Ternyata Bisa - Lide Gantari
Tak Ada Kesia-siaan di Bawah Langit - Lulu Arsyad
Inginnya Aku - Halimah Rose
Cintai Diriku, Selalu - Akhmad Gafuri
Dua Ribu Dua Puluh, Aku Punya Cerita - Soraya Almeera
Roller Coaster - PW Widayati
Saat Kau Pergi - Irma Mayra
Harta yang Paling Berharga - Meliya Asidah
Fabiayyi' Aalaa'i Rabbikumaa Tukadzibaan - Endah Widowati
Di Suatu Senja - Frida Aulia
Pandemi Mendekatkan Kami - Efi R. Suwandy
Tujuh Purnama Tanpamu dan Bersama Virus Corona - Minarni Merry Yanti
Pandemic Insight - Runny

Membaca judulnya, publik tentu bisa menerka apa yang tertuang di dalam buku ini.  Yup.  Buku 46 kisah inspiratif ini berisi rangkaian nada (Serenade) yang terjalin di 2020.  Tahun dimana tanah air tercinta dilingkupi oleh pandemi yang diakibatkan oleh sebuah virus kasat mata yang dikenal dengan nama Covid-19.  Jadi saat membuka lembar demi lembar buku ini, semua kisah yang ditorehkan berkaitan erat dengan pandemi.

Tapi meskipun memiliki benang merah yang sama, setiap artikel dari masing-masing penulis memiliki keunikan sendiri dengan tentu saja gaya bertutur yang berbeda-beda.  Itulah seni literasi istimewa yang bisa kita dapatkan dari sebuah buku antologi.  Yang pasti semua penulis ingin menyampaikan apa yang dihadapi, dialami, dan dirasakan begitu mendalam selama harus menerima pandemi sebagai bagian dari cerita hidup di 2020.  Satu living memorable episod yang tak akan terlupakan sepanjang hayat.

Dari sedemikian banyak artikel yang ada, berikut adalah beberapa dari kisah inspiratif Serenade 2020 yang ingin saya bagikan.

Nia Refana (Nia).  Akademi Covid Membawa Berkah

"Tha'un (wabah penyakit menular) adalah suatu peringatan dari Allah SWT untuk menguji hamba-hambaNya dari kalangan manusia.  Maka apabila kamu mendengar penyakit itu berjangkit di suatu negeri, janganlah kamu masuk ke negeri tersebut.  Dan apabila wabah itu berjangkit di tempat kamu berada, jangan pula kamu lari darinya" (HR Bukhari dan Muslim dari Usamah bin Zaid)

Satu haditz yang saya percaya dan ikuti selama pandemi berlangsung.  Rangkaian kata yang Nia sampaikan dari awal sampai akhir tulisan pun sungguh pas dan turut mewakili apa yang saya rasakan sejak pandemi dikenal dan merasuk ke segala sendi kehidupan tanah air.

Pandemi yang mulai merebah pada Maret 2020 melahirkan tekanan psikologis, juga memberikan efek perubahan yang luar biasa.  Yang tadinya bebas beraktivitas akhirnya harus mengalah untuk tidak beranjak dari rumah.  Bahkan kitapun jadi lebih aware dengan masalah kebersihan dan hal-hal yang menyangkut kesehatan.  Berbagai macam hal pun mendadak berhenti, diam, dan diselimuti oleh berbagai ketakutan.  Terutama takut untuk berinteraksi dengan orang lain.  Semua hal mendadak berubah dan berbenah diri.

Tak ingin lari dari ketakutan yang mau tidak mau harus dihadapi, ada sudut-sudut positif yang ingin dihadirkan oleh Nia.  Karena ternyata dalam banyak keterbatasan selama pandemi berlangsung, kita akhirnya diberi kesempatan untuk berbenah diri dan lebih memaknai arti kehidupan dari sudut yang berbeda.  Bersabar untuk tidak keluar rumah jika tidak ada kepentingan yang mendesak, melakukan kegiatan on-line yang bermanfaat seperti mengikuti kelas-kelas belajar atau diskusi lewat webinar, bahkan mengisi waktu yang tersisa dengan menambah ilmu pengetahuan umum dan agama agar semakin dekat kepada Allah.  Semua hal-hal bermanfaat yang memberikan energi positif dan imunitas diri.

"Sebelum terjadi pandemi, Allah sudah siapkan perangkat untuk menghubungkan satu dengan yang lainnya tanpa harus bertemu.  Allah tidak pernah menyulitkan hambaNya.  Setiap kejadian selalu diberikan berbarengan, satu kesulitan diiringi dengan dua kemudahan.  Menadaburi kejadian yang mampir dalam kehidupan, kita akan meningkatkan ketakwaan.  Semakin takjub dengan kebesaran Allah.  Akademi Covid memberikan banyak kesempatan berinvestasi leher ke atas" (Nia Refana, Serenade 2020)

Kembali saya merenungi rangkaian kalimat di atas.  Perlahan hati saya terketuk dan meng-iya-kan semua yang sudah ditulis oleh Nia.  MashaAllah.  Sungguh hebat rencana Allah untuk umatnya yang mau menyadari dan mengambil hikmah dari semua yang sudah, sedang dan akan terjadi.  Tiada ada yang lebih Maha Mengetahui atas apa yang terbaik bagi manusia kecuali Allah SWT semata.

Indriyas Wahyuni (Indri).  Tak Harus Menangis di Masa Krisis

Dari Indri saya mendapatkan suntikan energi agar kita tak harus menangis di masa krisis pun menangisi keadaan yang harus kita terima.  Pengalaman dan kesempatannya bekerja sebagai seorang freelancer di UpWork, ternyata harus tergerus karena pandemi.  Meskipun work from home untuk berbagai pekerjaan dalam skala global dengan client yang berada di negara yang berbeda, Covid-19 juga menghantam bisnis mereka yang mempekerjakan Indri.  Otomatis penghasilpun langsung menurun drastis.

Tak ingin larut dalam tekanan, Indri memutuskan untuk kembali menyentuh blog yang sudah lama dia tinggalkan.  Mengaktifkan kembali blog yang sempat mati suri dan memaksimalkannya sebagai ajang untuk mendulang penghasilan.  Termasuk diantaranya memanfaatkan waktu luang untuk belajar hal baru, aktif berkomunitas dan membangun jejaring yang membawanya terasa "hidup" kembali.

Satu pelajaran yang ingin patut kita pelajari dari Indri adalah bahwa sumur rejeki di dunia itu seluas samudra.  Satu tertutup dan terpaksa berhenti, ada sumur lain yang bisa kita gali.  Dan untuk menyempurnakan kesempatan untuk menggali rejeki di setiap sumur yang kita datangi, pertinggikan dulu kemampuan dan ilmu pengetahuan kita.  Tampilkan bahwa kita layak untuk berusaha menjadi orang yang pantas meraih hidup yang (jauh) lebih baik.

Temen-temen blogger yang ingin bersilaturahim dan membaca tulisan-tulisan Indri yang menginspirasi, bisa nih berselancar ke-3 akunnya, www.indriariadna.com, www.prodigitalmom.com atau www.ulemanonline.com.  Atau bisa juga mengintip IG @indriyasw yang sarat dengan postingan yang gak kalah inspiratif.

"Krisis tidak harus membuat kita menangis. Kita bisa memilih, merenungi nasib atau bangkit serta mencoba lagi dan berani mencoba hal baru" (Indriyas Wahyuni, Serenade 2020)

Akhmad Gafuri (Akhmad).  Cintai Diriku, Selalu. 

Akhmad adalah satu-satunya penulis pria yang hadir untuk Serenade 2020.  Dan kalau saya tidak keliru, beliau adalah suami dari dr. Rini Susanti yang juga menjadi kontributor buku ini.  Akhmad adalah seorang pilot sebuah maskapai penerbangan dengan headquarter yang berada di Malaysia.  Beliau juga adalah Training Captain dan Human Factor Specialist.  Tentunya di maskapai yang sama.

Seperti yang (pasti) sudah kita ketahui, pandemi pun menyentuh sektor pariwisata.  Dan ini dampaknya beranak pinak.  Mulai dari usaha penerbangan, perhotelan, kuliner, jasa tour and travel, transportasi dan masih banyak usaha lain yang erat hubungannya dengan pariwisata.  Jadi saat arus pemutusan hubungan kerja menyentuh organisasi dimana dia mengabdi, Akhmad pun mempersiapkan mental untuk menerima kenyataan ini.

Meskipun akhirnya tidak terjaring dalam gelombang PHK sepertinya banyak teman-teman lainnya, Akhmad atau tokoh Elang yang disebutkan dalam artikel, sempat mengalami efek menyentak dari sebuah the defeaning silence.  Khususnya rangkaian tekanan yang menyentuh sisi kepercayaan diri, tanggung jawab sebagai kepala keluarga dan tentu saja kemungkinan kehilangan semangat hidup.  Sederetan reaksi manusiawi saat kita dihadapkan pada situasi yang tak terduga dan akan memberikan efek yang merasuk pada pikiran.  Apalagi sempat dinyatakan terpapar virus yang menyebabkan dirinya harus terpisah sementara dengan anak dan istri dalam waktu cukup lama.

Kembali kepada Yang Maha Adil dan Maha Mengetahui kemudian menjadi jawaban yang tak pernah salah.  Pasrah, bersujud di atas sajadah, adalah kunci dari semua pemecahan masalah.  Saya lalu tergugu saat membaca beberapa paragraf yang terurai di bagian akhir dari tulisan Akhmad.

"Perlahan air mata membasahi sajadah Elang.  Badai yang sempurna di tahun ini, The Perfect Storm.  Kehilangan kepercayaan diri akan profesi dan karir yang telah dibangunnya selama bertahun-tahun.  Rasa takut akan berkurangnya pendapatan.  Kekhawatiran akan kehilangan pekerjaan.  Terlebih lagi ketakutan akan kehilangan hidupnya.  Semuanya adalah jawaban dari doa Elang.  Berdoa untuk selalu dicintai.  Ini adalah bentuk cinta dan kasih sayang dari Sang Maha Pencipta" (Akhmad Gafuri, Serenade 2020)

Nilam Septiani (Nilam).  Filosofi Tumakninah

Kehilangan pekerjaan (PHK) sepertinya sudah menjadi berita yang merebak di 2020.  Gegar ekonomi yang diakibatkan oleh pandemi mengakibatkan banyak perusahaan gulung tikar.  Daya beli yang menurun diikuti dengan ketakutan berinteraksi, menyebabkan roda ekonomi dari hulu ke hilir mengalami goncangan yang sangat berarti.  Ini juga yang dialami oleh suami Nilam.  Seorang guru bahasa Inggris, warga negara asing, yang harus menerima kenyataan pahit harus dirumahkan hingga berbulan-bulan lamanya.

Akrobat emosi.  Dua kata yang bergitu sarat makna menurut saya dan sangat mewakili apa yang saat itu dirasakan Nilam.  Apalagi ketika harus menerima kenyataan suami telah melewatkan kesempatan emas sebuah pekerjaan yang ditawarkan oleh seorang sahabat suami yang berada di Inggris.  Penolakan suami yang dilandaskan akan masalah kesehatan dan beratnya biaya yang harus ditanggung jika sekeluarga harus hijrah ke Inggris, menjadi pertimbangan yang membuat sang suami harus menolak tawaran tersebut.  Kejadian ini membuat Nilam takut akan kehidupan mereka.  Reaksi manusiawi mengingat mereka sudah memiliki 2 anak yang menjadi tanggungan mereka.

Namun pada suatu waktu, saat sholat malam, sanubari Nilam pun tersentuh dan menyadari bahwa selama ini logikanya sudah tertutup oleh ketakutan padahal ketakutan itu adalah ujian yang harus dikelola, bukan dilawan.  Kesadaran akan tumakninah, berhenti sejenak, telah menerobos kalbunya.  Sayapun ikut terhenyak.  Statement ini bener banget.  Selain memohon bantuan Yang Maha Kuasa, tetap berikhtiar, kita pun wajib "mengelola" diri kita sendiri.

Alhamdulilah akhirnya, sejak September 2020, suami Nilam bekerja kembali.

"Dalam salat, tumakninah artinya diam sejenak setelah gerakan sebelumnya.  Bisa juga berarti diam sejenak dan berusaha menyempurnakan gerakan kita.  Betapa aku telah banyak melupakan makna dan filosofi gerakan dalam salat.  Betapa seringnya aku bertindak gegabah tanpa menyempatkan diri untuk diam sejenak dan berpikir matang sebelum memutuskan untuk bertindak" (Nilam Septiani, Serenade 2020)

Nevi Rosnida (Nevi).  Akhirnya Kumenemukanmu

Tulisan ini saya persembahkan untuk Nevi.  Ibu rumah tangga dari 4 orang anak yang wafat pada awal April 2021 karena terinfeksi virus Covid-19.  Beliau juga adalah salah seorang kontributor dari buku Serenade 2020 dan aktif mengikuti beberapa kelas menulis yang diadakan oleh Writerpreneur Club.

Saya tidak mengenal Nevi secara pribadi.  Bahkan belum pernah bertemu langsung.  Kami hanya bertukar sapa dan cerita lewat WAG serta berteman lewat media sosial.  Tapi berita tentang wafatnya Nevi sudah mengguncangkan komunitas kami karena Nevi memang aktif di sana.  Alfatihah untuk Nevi.  Semoga almarhumah husnul khotimah dan diberikan tempat terbaik disisiNya.  Aamiin Yaa Rabbalalaamiin.

Kembali ke Serenade 2020.  Untuk buku antologi ini Nevi menghadirkan artikel yang berjudul "Akhirnya Kumenemukanmu".  Apa yang Nevi temukan selama terikat pada kondisi pandemi di 2020 lalu?  Aahh ternyata simpel banget loh.  Layaknya ibu rumah tangga lainnya, Nevi mendadak harus jadi guru segala mata pelajaran sekolah untuk anak-anaknya yang harus belajar dari rumah saja.  Fulltime. Jadi waktu yang ada benar-benar dilimpahkan untuk keluarga, di dalam rumah.

Diantara semua kesibukan domestik yang ada, Nevi justru menemukan waktu dan kesempatan untuk menggeluti kembali dunia menulis.  Dalam satu paragraf di halaman 53, saya menemukan kesan yang begitu mendalam dari seorang Nevi untuk dunia literasi.

"Banyak manfaat yang kudapatkan dari menulis.  Kadang kita merasa tertekan karena ketidakmampuan dalam mengungkapkan emosi negatif seperti kecewa, sedih, serta marah, dan menulis menjadi sarana yang kupakai untuk menuangkan emosi atau perasaan tersebut hingga merasa lebih baik.  Dengan demikian, menulis mengurangi stres dan rasa cemas karena "benang kusut" yang ada dalam pikiran bisa terurai.  Lewat menulis, sisi kreatif dan intuitif kita dapat terasah.  Kita belajar melihat berbagai hal dari sudut pandang yang lebih luas" (Nefi Rosnida, Serenade 2020)

Selamat jalan Nevi.  Engkau telah meninggalkan sebuah legacy untuk suami, anak-anak, dan seluruh teman-teman di komunitas kita.  Semoga apa yang sudah engkau lakukan untuk dunia literasi membawa kenang-kenangan yang tak terputus bagi siapapun yang membaca tulisanmu.

Kesediaan teman-teman untuk membeli adalah wujud dari dukungan atas usaha kami, para penulis, dalam melestarikan dunia literasi.  Plus tentu saja terus memberikan semangat pada kami untuk melahirkan buku-buku lainnya.  Terutama untuk saya pribadi yang saat ini sedang berjuang mewujudkan mimpi-mimpi dalam menerbitkan buku antologi lainnya, terutama buku solo yang sampai saat saya menulis ini masih dalam proses penyelesaian naskah dan konsep buku secara keseluruhan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun