Dari balik pintu ruang tamu, sebenarnya Cahaya sudah menguping pembicaraan mereka berdua. Cahaya hanya bermaksud ingin mengetes kesungguhan hati Ahmada tentang hubungannya. Setelah ibunya masuk, Cahaya segera menemui Ahmada sambil cengar-cengir pertanda bahagia.
"Bagaiamana? Kata emik apa?" tanya Cahaya pura-pura belum tahu apa-apa.
"Kata Emik, aku disuruh mempunyai pekerjaan tetap dulu. Kamu sih, sudah dibilangi gak percaya. Mana ada orang tua yang mau anaknya menikah dengan pemuda yang calonnya belum bekerja," terang Ahmada.
"Bagaimana kalau aku ikut temanku kerja di Kalimantan saja?" tanya Ahmada kepada Cahaya.
"Enggak, aku gak mau. Kerja di sini saja. Tak doakan segera dapat kerja. Jangan lupa disambi tirakat juga," jawab Cahaya memaksa.
        Ahmada memang sudah berusaha melamar kerja ke sana kemari bersama Cahaya, mulai daftar menjadi dosen di kampusnya, pegawai negeri hingga lowongan-lowongan lainnya di luar kota. Namun belum juga mendapatkan hasil. Setelah hampir setahun lulus kuliah, akhinya Ahmada memperoleh pekerjaan juga.
Tepat di hari ulang tahunnya yang ke-27 tahun, diterima bekerja. Bekerja di Koperasi swasta dengan gaji UMR di kotanya. Hampir tujuh bulan setelah bekerja, Ahmada kembali menemui orang tua Cahaya untuk menyatakan maksud hatinya. Saat itu, Cahaya dan Ahmada hendak mengutarakan maksud mereka berdua, ingin segera menikah karena sudah hampir dua tahun berpacaran. Apalagi Ahmada sudah bekerja. Pikir Cahaya, pasti akan direstui secepatnya.
"Alhamdulillah Mik, saya sudah hampir setahun bekerja. Dan IsyaAllah sudah siap menikah dengan Cahaya. Kalau diizinkan, kapan orang tua saya bisa ke sini?" tanya Ahmada kepada Mardiyah.
"Apa tidak bisa menunggu dulu Le, Cahaya kan masih punya kakak perempuan yang belum menikah. Sebenarnya sudah ada calonnnya, tapi bapaknya belum menyetujuinya. Maksud Emik ya biar mbaknya dulu. Yang lahir kan, mbaknya dulu, masak adiknya menikah dulu," terang Mardiyah mengutarakan apa yang diinginkannya. Mendengar ucapan ibunya, Cahaya dan Ahmada hanya diam saja.
"Lahir belakangan, menikah juga belakangan. Nunggu giliran," tambah Mardiyah.
        Beberapa hari bekerja pikiran Cahaya seakan tak fokus pada pekerjaannya. Ia hanya teringat pesan ibunya untuk menikah menunggu kakaknya. Waktu itu, suasana kantor sedang sepi, hanya Cahaya sendiri di dalam kantor. Bos dan teman-temannya belum ada yang datang. Memang, sebelum deadline cetak, biasanya wartawan dari dalam dan luar kota belum ada yang setor berita.