Mohon tunggu...
anne rufaidah
anne rufaidah Mohon Tunggu... Lainnya - Penulis Lepas, Penyuka Jajan dan Jalan-Jalan

Menyukai hal bernuansa Humaniora, Budaya, Seni, dan Bersenang-senang dengan berbagai cara :)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Faisal Rusdi, Berani Mandiri Lewat Karya Lukis

4 Juni 2021   09:56 Diperbarui: 5 Juni 2021   04:04 1263
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sore itu, Faisal tengah melukis sebuah pemandangan indah dengan rimbunan bunga di sekelilingnya. Kuas yang diapit oleh mulutnya, menggoreskan warna warni bunga yang nampak cantik di kala senja. Perlahan, Faisal pun mengganti warna di atas kuas yang menempel di mulutnya, meski terlihat sulit bagi sebagian orang, namun gerakan kepala dan tubuh Faisal cukup luwes saat harus menggerakkan kuas dengan mulutnya,

Sejak lahir, Faisal Rusdi menderita Cerebral Palsy, dimana hampir seluruh anggota tubuhnya lumpuh dan hanya pada bagian-bagian tertentu saja yang bisa bergerak.

Orangtua Faisal tak menyerah, meski kondisi putranya demikian, mereka tetap menyekolahkan Faisal di sebuah sekolah khusus Difabel. Namun Faisal yang beranjak tumbuh remaja, mulai merasakan hal-hal yang dianggapnya diskriminasi terhadap kemampuan dirinya.

“Memang secara fisik saya penyandang disabilitas, akan tetapi secara intelektual sebenernya saya tidak mengalami gangguan sama sekali. Saya sejak kecil diajarkan untuk berhitung, dan membaca.

Saat masuk sekolah SLB, saya merasa seperti kemampuan saya disama-ratakan dengan mereka yang disabilitasnya berbeda dengan saya. Saya menilai, tidak ada satu pun dari pengajar itu yang melihat potensi saya,” ucap Faisal.

Kondisinya yang berbeda dengan usianya yang kala itu 9 tahun memang kerap membuat Faisal tidak percaya diri. Terlebih saat mengenyam pendidikan, rata-rata hal yang diajarkan masih seputar keterampilan sehari-hari dan juga didominasi terapi. Sehingga diakuiinya, kemampuan intelektual yang sangat sedikit diasah membuatnya terus menerus tidak percaya diri.

Sejak SD hingga lulus dari sekolah setingkat kejuruan SLB, ia pun mulai bingung mau melakukan apa. Saat ada salah seorang pengajar yang menyarankan dirinya untuk kursus membetulkan elektronik, Faisal pun bingung. Kondisi kedua tangan dan jarinya yang sangat sulit digerakkan, tentu akan menyulitkannya membetulkan alat elektronik. 

Dari situlah ia semakin tidak percaya diri dan menilai bahwa tak ada seorang pun yang melihat potensi dirinya bisa melakukan apa. Namun karena sejak kecil Faisal senang menggambar dan sejak kecil orang tuanya sering memberikannya peralatan menggambar. Dengan keterbatasan gerak jari dan tangannya, Faisal pun kerap berusaha menggambar apapun yang ia senangi.

Merasa jenuh, akhirnya di usia 15 tahun, Faisal memberanikan diri meminta pada orang tuanya untuk dikursuskan menggambar. Untuk pertama kalinya secara formal Faisal belajar melukis di Studio Rangga Gempol, milik Maestro Lukis Indonesia, Barli. Saat itu pulalah pertama kalinya, Faisal bergaul dengan teman-taman non-disabilitas dan belajar bersama mereka.

“Saat itu saya gak pede, mudah panik. Pensil jatuh aja saya panik karena dilihat banyak orang. Sebegitunya saya saat itu karena tidak terbiasa bergaul dengan yang non-disabilitas,” katanya.

Di sana ia masih belajar melukis dengan 2 jari kirinya, yang diakui Faisal masih terasa kagok saat melukis lantaran posisinya saat melukis cukup membuatnya mudah lelah karena tangan yang tertumpu dan kaku, juga harus terus berbaring.

Ditemani sang istri, Faisal kerap diundang menjadi pembicara dan workshop melukis dengan mulut (sumber : www.facebook.com/faisal.rusdi.1)
Ditemani sang istri, Faisal kerap diundang menjadi pembicara dan workshop melukis dengan mulut (sumber : www.facebook.com/faisal.rusdi.1)
Mengembangkan Karya HIngga Manca Negara

Selama kurang lebih 5 tahun, Faisal menekuni bidang melukis di studio tersebut. Usai berlatih di studio tersebut, Faisal pun mulai menekuni bidang Lukis melukis secara mandiri dan berlatih secara prvate dengan pelatih Lukis lainnya. Hingga suatu hari, ia bertemu seseorang bernama “Pak Agung” saat bertamu ke Studio Barli.

Saat itu, dia diberi alamat sebuah asosiasi di luar negeri, The Association of Mouth and Foot Painting Artist (AMFPA). Harapannya, Faisal bisa bergabung dengan asosiasi tersebut dan melebarkan sayap kemampuan melukisnya hingga manca negara.

Melalui salah seorang anggota AMFPA di kota Bandung, Patricia, akhirnya Faisal pun mulai ikut tahapan seleksi. Kurasi lukisan yang ketat, membuat Faisal tak patah semangat untuk terus memberikan karya Lukis terbaiknya. Tekadnya yang bulat untuk menjadi pelukis professional akhirnya membuahkan hasil.

Pada Tahun 2002, usai melewati tahapan kurasi lukisan yang ketat oleh para Professor Seni di AMFPA, akhirnya Faisal diterima sebagai anggota resmi AMFPA yang berkantor di Swiis.

“Awalnya saya ragu. Namun itu menjadi peluang bagi saya agar bisa melukis secara professional sekaligus membantu saya agar bisa lebih mandiri secara finansial melalui karya-karya saya yang terjual. Melalui kurasi yang sangat ketat, lukisan saya berhasil diterima AMFPA dan secara resmi saya menjadi anggota AMFPA sejak tahun 2002 hingga sekarang,” ujar Faisal.

Ia menuturkan, sejak resmi bergabung di AMFPA, berbagai peluang pengembangan kompetensi dalam melukis, juga pengakuan atas karya-karyanya pun terus meningkat.

Tak hanya mendapatkan kesempatan beasiswa untuk terus belajar melukis dan sejumlah dana untuk mendukung karya-karyanya, Faisal juga memiliki hak royalti atas lukisan-lukisan yang dianggap layak oleh AMFPA untuk direproduksi ulang dalam bentuk media lain. 

Bisa dalam bentuk Kartu Pos, Kartu Ucapan, Hiasan, menjadi corak pada kain, dan sebagainya. Permintaan lukisan pun kerap mengalir dari beberapa negara di Eropa. Hal ini tentu menjadi pemicu semangat Faisal agar terus produktif menghasilkan karya-karya terbaiknya.

Faisal berhasil menggelar Pameran Tunggalnya di Kota Adelaide, Australia (sumber: www.facebook.com/faisal.rusdi.1)
Faisal berhasil menggelar Pameran Tunggalnya di Kota Adelaide, Australia (sumber: www.facebook.com/faisal.rusdi.1)

Lebih dari ratusan lukisan karya Faisal telah dikirim ke AMFPA dan ratusan lukisan pun telah direproduksi ulang. Karya Faisal pun diharga mulai dari jutaan hingga puluhan juta rupiah per lukisannya. Dari perolehan dana beasiswa hingga royalti lukisan, ia pun mampu secara mandiri menghidupi diri dan keluarga kecilnya. 

Tak hanya itu, ia pun banyak diundang menjadi pembicara dalam berbagai kegiatan, media nasional maupun internasional mulai mengeskpose kegiatan-kegiatan Faisal. Bahkan dari banyaknya pameran lukisan bersama yang diikuti Faisal, akhirnya Faisal pun berkesempatan untuk bisa membuat Pameran Tunggal “Colour of Journey” di City of West Torrens, Kota Adelaide, Australia pada tahun 2017 silam. Kesempatan itu ia dapati saat menemani sang istri, Cucu Saidah, berkuliah lagi di Kota Adelaide.

“Selama di Adelaide saya juga berkesempatan ikut pameran di acara Amnesty Internasional dan apresiasi negara lain sangat bagus. Baru setelahnya, saya buat pameran tunggal, dan dari sekitar 22 lukisan yang dipamerkan, lebih dari setengahnya terjual. Saya sendiri tidak menyangka hal itu. Senang luar biasa, karena saya bisa menggelar pameran tunggal pertama saya di luar negeri. Ini jadi penyemangat saya untuk terus lebih baik dalam berkarya,” tutur Faisal.

Ia menuturkan, pameran tunggalnya adalah sebuah cermin perjalanan hidup Faisal sejak dulu hingga kini. Berawal dari ketidakpercayaan diri akan kondisi fisiknya, diskriminasi atas potensi yang tak pernah dilirik orang, hingga akhirnya bangkit dan yakin akan kemampuan. Faisal berhasil membuktikan bahwa segala keterbatasan fisik tak lekas menjadi keterbatasan intelektual.

“Saya yakin, jika kita berusaha dan sungguh-sungguh menjalani apa yang kita senangi maka hal itu juga akan memberikan kehidupan yang lebih baik untuk kita nanti,” pungkasnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun