Klaim Cina ini tidak didasarkan pada hukum laut, namun didasarkan pada klaim sejarah pada zaman yang lalu karena nelayan Cina saat dulu melakukan penangkapan ikan sampai wilayah yang sekarang ini mereka klaim. Klaim ini hanya unilateral, bukan bilateral ataupun internasional. Indonesia juga melakukan penangkapan-penangkapan terhadap nelayan-nelayan Cina karena telah melakukan illegal fishing. Sehingga klaim ini sebenarnya bukan hanya persoalan wilayah, melainkan klaim sumber daya alam. Klaim sepihak Cina ini membuat beberapa negara yang bersengketa mengajukan usulan ke PBB untuk menyelesaikan hal ini.
PERKEMBANGAN SITUASI DI LAUT CINA SELATAN
Namun ternyata klaim Cina tak berhenti sampai di situ. Pada 28 Agustus 2023, Kementerian Sumber Daya Alam Republik Rakyat Cina mengeluarkan peta baru. Peta baru tersebut menambahkan satu garis putus-putus menjadi ten dash line. Terkait dengan ten dash line, klaim Cina semakin meluas yaitu mencapai 90% dari keseluruhan Laut Cina Selatan, bahkan meluas hingga ke daratan India, dan tentunya klaim ini adalah klaim sepihak Cina, yang tidak berdasarkan atas Hukum Laut UNCLOS 1982. Terkait dengan klaim ten dash line tersebut, Menteri Luar Negeri Indonesia, Retno Marsudi pada 31 Agustus 2023 di Kompleks Parlemen, Senayan menyatakan,
"Posisi Indonesia ini bukan posisi yang baru, tetapi posisi yang selalu disampaikan secara konsisten yaitu bahwa penarikan garis apapun, klaim apapun yang dilakukan harus sesuai dengan UNCLOS 1982"
Mengapa Cina sangat berani mengklaim Kawasan Laut Cina Selatan? Keunggulan militer dan pesatnya pertumbuhan ekonomi Cina membuat negara ini lebih agresif untuk mengklaim wilayah-wilayah ini meskipun menyangkut kedaulatan wilayah negara lain. Berikut beberapa penjelasan mengenai keunggulan Cina:
- Kekuatan posisi Cina terkait ekonomi. Pembangunan Belt and Road Initiative (BRI) Cina bertujuan untuk membangun konektivitas dan Kerjasama di enam koridor ekonomi utama, yaitu Mongolia dan Rusia, Eropa-Asia, Asia Tengah dan Barat, Pakistan, negara-negara lain di anak benua India, dan Indocina. Investasinya adalah dengan membangun infrastruktur yang berdampak positif bagi negara-negara yang terlibat.
- Kekuatan posisi Cina terkait militer. Laksamana Angkatan Laut Amerika Serikat, Philip Davidson, pada 17 April 2018 menyatakan bahwa Cina sekarang dapat mengendalikan Laut Cina Selatan di bawah semua skenario, kecuali perang dengan Amerika Serikat. Beijing telah memperkuat beberapa pangkalan operasinya dengan rudal jelajah anti-kapal (ASCM) dan rudal permukaan-ke-udara (SAM) serta penyimpanan bawah tanah, hangar, radar, dan susunan sensor. Pada akhir Juni 2019, Beijing menguji rudal balistik anti-kapal (ASBM) di dekat Kepulauan Spratly yang disengketakan untuk menunjukkn bahwa kemampuan Cina makin berkembang. Â
- Selama dua dekade terakhir, aktivitas Cina semakin meningkat. Citra satelit dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan upaya Cina memperluas daratan yang berada di area Laut Cina Selatan, baik dengan melakukan reklamasi di pulau-pulau yang sudah ada maupun membangun pulau-pulau baru. Di atas daratan tersebut, Cina membangun berbagai infrastruktur, seperti pelabuhan, landasan udara, dan basis-basis militer. Infrastruktur militer ini dilengkapi alutsista, termasuk pesawat tempur, sistem radar, dan rudal dengan kemampuan jelajah tinggi.
- Berdasarkan laporan terakhir dari komandan Indo-Pasifik militer Amerika Serikat, Adm John Aquilino di awal Mei 2024 lalu mengungkapkan bahwa Cina sedang mengembangkan reaktor nuklir mengapung. Langkah ini masih menjadi satu rangkaian dengan ambisi Cina yang terus membangun basis militer di kawasan tersebut.Â
Â
UPAYA YANG DILAKUKAN INDONESIA
Indonesia merupakan negara non-claimant, pada Juli 2017 menamai laut natuna menjadi Laut Natuna Utara, untuk menegaskan kedaulatannya. Indonesia telah melakukan beberapa upaya terkait Natuna. Indonesia pada akhir 2018, membuka pangkalan militer di pulau Natuna Besar di lepas pantai Kalimantan, bahkan Indonesia memperkuat penjaga pantainya tahun 2019.
Perkembangan yang terjadi di Laut Cina Selatan secara tidak langsung menjadi ancaman bagi Indonesia terutama bila gesekan semakin melebar dan tereskalasi menjadi konflik terbuka. Tumpang tindih klaim territorial di Kawasan Laut Cina Selatan antara Indonesia dan Cina memang lebih tipis dibandingkan Vietnam dan Filipina. Namun, pengakuan sepihak Cina ini menimpa Zona Ekonomi Eksklusif yang masih menjadi hak untuk dieskplorasi oleh Indonesia.Â
Berdasarkan pantauan Indonesia Ocean Justice Initiative (IOJI), selama 2021 hingga 2022, terdapat tiga kali insiden pertemuan kapal nelayan Indonesia dengan kapal Cina. Kapal Cina ditemukan mengeksplorasi sumber daya alam dan melakukan penelitian ilegal. Salah satu insiden pada akhir Agustus 2021, adalah kapal survei Pemerintah Cina melakukan penelitian ilmiah di wilayah ZEE Indonesia disertai pengawalan oleh Kapal Penjaga Pantai Cina. Kapal penelitian ini bergerak dengan lintasan yang rapi dengan jarak 70mil laut (130kilometer) dari Pulau Natuna Besar, 56mil laut (104kilometer) dari Pulau Laut, dan 9mil laut (17kilometer) dari lokasi instalasi migas Nobel Clyde Bordeaux di Blok Tuna. Â
Lalu upaya apa saja yang harus dilakukan Indonesia untuk memperkuat kedaulatan di kawasan Laut Cina Selatan? Berikut merupakan beberapa upaya yang harus dilakukan:
- Menjaga dan memperkuat hubungan diplomatik dengan negara-negara yang terlibat dalam sengketa wilayah, seperti Filipina, Vietnam, Malaysia, dan Brunei Darussalam. Adanya interoperabilitas militer, antara negara-negara anggota, mungkin adanya sistem pendidikan dan pelatihan yang terpadu.
- Indonesia perlu meningkatkan kemampuan pertahanan lautnya, seperti penguatan angkatan laut dan patroli maritim. Pun dengan kerjasama dengan negara lain dalam hal pertukaran informasi dan latihan militer. Indonesia harus aktif terlibat dalam frum regional dan internasional yang membahas isu-isu di Laut Cina Selatan.
- Indonesia perlu meningkatkan pemahaman dan peningkatan kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga kedaulatan dan keamanan wilayah perairan. Karenanya, para nelayan Indonesia hendaknya didorong untuk melakukan eksplorasi Zona Ekonomi Eksklusif dan perusahan minyak juga harus melakukan eskplorasi dasar laut yang disebut dengan continental shelf.
- Melakukan penyiaran seni dan budaya Indonesia melalui radio, televisi, dan platform digital menjadi kekuatan soft-diplomacy untuk memperkuat kedaulatan Indonesia di Laut Cina Selatan. Dengan menjangkau masyarakat di negara-negara tetangga melalui budaya popular yang menarik, Indonesia dapat membangun rasa saling pengertian, meningkatkan citra positif, dan membuka peluang kerjasama di berbagai bidang.Â