Mohon tunggu...
Annas widianto
Annas widianto Mohon Tunggu... Lainnya - tetap tenang

https://instagram.com/annas_widianto?utm_medium=copy_link

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Apa Itu Imposter Syndrome?

22 Juni 2022   15:45 Diperbarui: 22 Juni 2022   15:59 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Imposter syndrome adalah kondisi psikologis ketika seseorang merasa tidak pantas meraih kesuksesan yang dicapainya. Orang dengan sindrom ini justru merasa waswas, seolah suatu hari orang-orang akan menganggap dirinya hanyalah seorang penipu yang tidak berhak mengakui segala prestasi dan keberhasilannya.

Imposter syndrome’ adalah pengalaman psikologis seseorang yang memercayai bahwa pencapaiannya tidak terwujud karena kemampuannya, tetapi karena keberuntungan, karena telah bekerja lebih keras dari orang lain, atau telah memanipulasi impresi dari orang lain terhadapnya (Clance & Imes, 1978).

Menurut Clance (1985) ada orang yang mengalami imposter syndrome juga mengalami siklus imposter. Siklus imposter dimulai ketika seseorang diberikan sebuah tugas yang berkaitan dengan pencapaian diri. Orang tersebut merasa cemas, ragu akan diri sendiri, dan khawatir ketika dihadapkan dengan tugas tersebut. Orang tersebut akan cenderung melakukan over-preparation (menyiapkan tugas secara berlebihan dan mengerjakannya dalam rentang waktu yang lama) atau orang tersebut akan melakukan prokrastinasi kemudian tergesa-gesa menyelesaikan tugas tersebut mendekati tenggat waktu yang ditetapkan.

Awalnya, ketika tugas tersebut selesai, seseorang itu akan merasa lega. Namun, perasaan ini tidak menetap. Ketika menerima umpan balik yang positif dari orang lain, seseorang itu tidak akan merasa senang karena ia berpikir bahwa kualitas pekerjaannya merupakan hasil dari kerja keras saat over-preparation atau hanyalah keberuntungan jika ia melakukan prokrastinasi. (Sakulku, 2011).

5 jenis orang – orang yang rawan terkena Imposter syndrome

1. The Perfectionist

Jenis imposter syndrome yang pertama adalah sang perfeksionis. Bicara soal keraguan diri yang muncul akibat sindrom ini, perfeksionisme memiliki kaitan erat yang dapat berkontribusi terhadap perilaku dan pola pikir yang ada pada individu.

Para perfeksionis selalu membuat standar yang tinggi untuk setiap hal yang dilakukan. Namun saat berhadapan dengan kegagalan, orang perfeksionis acap kali akan langsung meragukan kemampuan diri sendiri dan kesulitan untuk bangkit.

2. The Superwoman/man

Siapa bilang seorang superman atau superwoman tidak punya kelemahan? Individu yang tampak kuat dalam berbagai macam hal dan selalu berusaha untuk melakukan yang terbaik dengan bekerja keras ternyata bisa jadi sedang mengalami imposter syndrome loh.

Fenomena ini dapat disebabkan karena tekanan yang muncul saat seseorang berada di lingkaran pertemanan yang memiliki standar tinggi, berprestasi, serta punya kapasitas yang mumpuni. Para superwoman dan superman ini kemudian mendorong dirinya sendiri untuk bekerja lebih keras agar bisa setara dengan yang lainnya.

3. The Natural Genius 

Kapasitas yang dimiliki oleh setiap orang dalam belajar dan melakukan sesuatu pastilah berbeda-beda antara satu dan lainnya. Bagi beberapa orang, belajar hal baru dapat terasa sangat mudah dan seakan membuatnya memiliki ‘bakat alami’ yang lebih unggul dari banyak orang.

Anak muda secara spesifik, memiliki tendensi untuk menilai kompetensi yang dimiliki berdasarkan kecepatan dan kemudahannya dalam mengerjakan suatu kegiatan atau hal tertentu. Kurang lebih mirip seperti para perfeksionis tadi, GenK.

Ketika kemudian mereka membutuhkan waktu yang lama untuk menguasai sesuatu, perasaan malu pun mulai muncul menghampiri. Maka dari itu, jenis imposter syndrome ini diberi nama para jenius yang berbakat. Hayo siapa pernah merasa seperti si natural genius ini?

4. The Soloist 

Next, jenis imposter syndrome ini lahir dari independensi berlebih pada individu yang kemudian berujung pada lahir seorang soloist. Menjadi mandiri merupakan hal yang baik, tapi tentu saja bukan berarti harus melakukan segalanya sendirian tanpa memerlukan bantuan siapa pun. Pola pikir yang terbentuk dalam diri soloist pada dasarnya berlawanan arah dari konsep manusia sebagai makhluk sosial, yang membutuhkan orang lainnya untuk dapat hidup. Soloist tidak suka menerima bantuan dari orang lain sebagai bukti bahwa dirinya mampu untuk menunjukkan harga dirinya.

5. The Expert 

Deskripsi tentang jenis imposter syndrome berikutnya adalah individu yang dianggap sebagai ‘sang serba tahu’. Nah loh, mungkin saja kamu pernah bertemu dengan orang yang selalu berusaha menampilkan pengetahuan atau bakat akan suatu hal bak ahlinya. 🤓

Individu yang dikategorikan dalam jenis the expert beranggapan bahwa jika mereka tidak mengetahui suatu hal dengan cukup, orang-orang akan mencap mereka sebagai penipu dan tidak berpengalaman.

Berbagai jenis imposter syndrome yang dipaparkan di atas merupakan perwujudan dari perkembangan yang dapat dipengaruhi oleh faktor keluarga maupun lingkungan sosial, GenK. Maka dari itu ada baiknya, tiap-tiap individu mampu mengenal masalah yang dihadapi beserta solusi yang paling tepat.

Penyebab Imposter Syndrome

Diketahui bahwa faktor-faktor tertentu dapat berkontribusi pada pengalaman Imposter Syndrome yang lebih umum. Misalnya, kamu mungkin berasal dari keluarga yang sangat menghargai pencapaian atau memiliki orang tua yang bolak-balik antara memuji dan bersikap kritis.

Diketahui juga bahwa memasuki atau menjalani sebuah peran baru bisa memicu kemunculan Imposter Syndrome. Misalnya, memulai kuliah di universitas mungkin membuat Anda merasa tidak cocok dan tidak mampu untuk bersaing dengan teman-teman seangkatan.

Cara Mengatasi Imposter Syndrome

1. Memahami Perasaan Pribadi

Cara mengatasi imposter syndrome yang pertama adalah memahami perasan sendiri. Dengan mempercayai perasaan sendiri dipercaya dapat mengurangi rasa cemas. Jika kamu terlalu sering mengalami perasaan tidak enak atau terpuruk, sebaiknya berbicara dengan teman atau mentor yang bisa dipercaya. Berbicara dengan seseorang bisa mengatasi masalah yang sedang dihadapi oleh kamu. Selain itu, berbicara dengan orang lain juga bisa membuat kamu tidak merasa sendiri dalam menghadapi masalah tersebut.

2. Membangun Koneksi

Sebaiknya, kamu mulai membangun koneksi dengan lingkungan sekitar, seperti di sekolah, kampus atau tempat kerja untuk saling mendukung satu sama lain.Ingat, kamu tidak bisa mendapatkan segalanya sendirian. Kelompok pertemanan mungkin akan membimbing kamu untuk menjadi yang lebih baik.Selain itu, kamu juga bisa menceritakan masalah yang dihadapi, sehingga kamu merasa tidak sendirian. Hal ini mungkin juga menciptakan kesempatan untuk berbagi strategi dalam mengatasi tantangan dan perasaan yang akan dihadapi kedepannya.

3. Berhenti Membandingkan Diri Sendiri dengan Orang Lain

Salah satu penyebab imposter syndrome adalah membandingkan diri sendiri dengan orang lain.Kamu sebaiknya berhenti melakukan hal ini, karena tidak semua orang memiliki kemampuan yang sama.Selain itu, kamu juga perlu ingat kalau orang lain mungkin terlihat indah di luar belum tentu indah di dalamnya. Alih-alih merasa terintimidasi dengan kesuksesan orang lain, sebaiknya kamu mulai mencari cara untuk mengembangkan kemampuan diri sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun